Chapter 3

9 3 0
                                    

Ah, Shade. Lelaki itu. Aku tersenyum mengingat apa yang dia katakan saat tadi aku meninggalkannya. Dia tidak bersuara, hanya saja aku dapat melihat gerak mulut dan tubuhnya. Ia mengisyaratkan 'ini akan menjadi petualangan yang seru'.

Baiklah, kurasa aku harus bersiap-siap untuk besok. Karena besok, aku akan memulai latihanku dengan drakula menyebalkan itu. Ah, sial. Bahkan aku lupa menanyakan apakah dia yang mengambil tasku semalam.
-----------------

"Kau masih tidak bisa?" Tanyanya dengan wajah menyebalkannya.

"Jangan meremehkanku," aku memberengut kesal mendengarnya terus mengejekku.

"Aku bahkan ragu jika kau adalah orang yang ada dalam ramalan itu."

Drake mendekat dan mengambil alih tongkat yang ku pegang, "begini caranya." Ia mengucapkan sederetan mantra yang belum aku hafal sepenuhnya. Ia berhasil mengeluarkan api kecil di tangannya, "jika kau ingin membuat yang lebih besar, maka hafalkan dulu yang satu ini," katanya sambil menoyor kepalaku yang segera kutepis tangannya.

Kami sedang berlatih di taman belakang akadimía saat ini. Ia mengajariku beberapa mantra dasar yang bisa digunakan untuk mempermudah pekerjaan. Seperti membuat api, membuat cahaya, bahkan memindahkan barang.

"Jika kau adalah penyihir yang hebat, kau tidak akan membutuhkan tongkat kecil ini. Cobalah." Ujarnya sambil mengayun-ayunkan tongkat di tangannya sebelum memberikannya padaku.

"YOSH!" Aku berteriak senang karena akhirnya bisa mengeluarkan api di tanganku, meski tidak sebesar miliknya sih.

"Bagus. Kita akan melanjutkanya besok karena sekarang aku ada urusan." Drake memberiku buku yang berisi mantra-mantra yang harus kuhafal. "Jika memang benar kau orang yang ada dalam ramalan itu, harusnya kau bisa belajar dengan cepat."

Drake menghilang setelah mengatakannya. Dia meragukanku? Akan kubuktikan bahwa aku akan menguasai kekuatan-kekuatan ini. Drake memiliki beberapa bakat yang - jujur - kukagumi. Salah satunya adalah bakat teleportasinya itu, itulah mengapa dia tidak membutuhkan sapu terbang. Bahkan akhir-akhir ini kuketahui bahwa dia bisa terbang. Iya, lagi-lagi tanpa sapu terbang.

Aku sendiri tidak mendapatkan sapu terbang seperti yang lain. Kaiako Pix bilang aku memiliki beberapa bakat alami - yang sayangnya belum muncul. Ia mengatakan sebenarnya aku tidak memerlukan tongkat sihir jika sering berlatih. Itu semua karena aku adalah gadis dalam ramalan itu.

Matahari sudah tergelincir saat aku kembali ke kamarku. Aku segera membersihkan diri dan berniat untuk pergi ke hutan menemui Shade.

Drake berdiri di hadapanku tepat saat aku membuka pintu. "Kau mau ke mana?" aku mengalihkan pandanganku agar tidak menatapnya. Entah mengapa aku jadi gugup begini. Aku melangkah mundur saat ia mendekat namun ia mencekal pergelangan tanganku.

"Jangan menemui orang itu." Ia berbisik di telingaku.

"Siapa yang kau maksud?"

"Jangan berpura-pura tidak tahu." Ini perasaanku saja atau memang dia sedang marah, suaranya terdengar menakutkan di telingaku.

"Hm, memangnya kenapa?" Tanyaku dengan hati-hati.

"Kau tidak tahu apa yang bisa dilakukannya." Aku menatapnya penuh tanda tanya.

Drake menghembuskan nafasnya, "Dia-"

"Namanya Shade," aku membenarkan perkataanya. Kurasa dia terlalu sensitif mengenai Shade, karena dari awal dia terus menjelek-jelekkannya.

"Baiklah, baiklah. Shade itu, dia adalah penjahat di negeri ini. Kau tau kan di luar akadimía ini ada banyak pemukiman penduduk?" Aku mengangguk menanggapinya. "Mereka tentu hidup sebagai rakyat biasa."

The Second WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang