DI luar sedang hujan deras. Suasana seperti inilah yang membuat jiwa rebahanku meningkat drastis. Apalagi rasa lelah dari perjalanan panjang menuju rumah ini belum hilang.
Untunglah di tengah lelahnya berjalan kaki, aku dan Andre bertemu dengan Joy. Sehingga aku sudah bisa glimbungan lagi di karpet merahku.
Aku tidak ke kamar karena ada Andre, dan tidak di sofa karena tidak leluasa.
Bicara soal Andre, sekarang pria itu sedang ada di dapur. Aku menyuruhnya membuat minuman sendiri karena aku masih lelah. Aku bahkan sedang memejamkan mata dan fokus mendengarkan derasnya hujan. Andre bilang, suara hujan itu menenangkan. Kita tidak perlu lagu nina bobo lagi untuk tidur.
"Ter, kau tidak mau hujan-hujan?" Suara Andre mengejutkanku. Saat aku membuka mata, kulihat dia berdiri di sampingku dengan segelas es jeruk.
"Maaf, tidak jadi."
Perubahan ekspresinya jelas sekali. Dia sangat lucu. Setiap hujan datang, dia selalu mengajakku, tapi dia juga tahu aku selalu mengelak setengah mati untuk melakukannya. Dan sekarang, Andre seolah lupa kalau dia sedang cuek padaku.
Imutnya ....
"Eh-- iya! Ayo!"
Sudah cukup aku menghindari kenyataan bahwa aku juga ingin hujan-hujan. Menahan hasrat bermain hujan dengan Andre selama 9 tahun itu cukup menyiksa.
Kini aku ada di luar rumah dengan Andre. Kalau kau kira kami akan berlari-lari atau kejar-kejaran, itu salah. Hey! Aku dan Andre ini sudah 18 tahun, tidak etis sekali jika ada yang melihat kami bermain seperti itu.
Yang aku lakukan hanya menirukan Andre; berdiri sambil menengadah langit. "Game apa yang seru?" ujarnya lalu melihat aku di samping kanannya. Mendadak dahinya berkerut, matanya menajam.
"Teratai-- kau tidak ...."
Andre heran. Dan aku tahu mengapa. Ia pasti melihatku yang tidak basah sama sekali. Aku melempar senyum. Seandainya, saat perjalanan tadi tidak sesunyi ruang ujian, aku pasti sudah berbicara banyak hal. Dan dia pasti sudah tahu siapa aku.
Aku melangkah maju, lalu memosisikan badanku di depan Andre. Memejamkan mata, dan meminta diriku agar muncul di hadapan Andre.
Aku yakin tubuhku sedang bersinar, dan Andre sedang menutup mata.
Ini sudah waktunya, Andre harus mengenalku.
"Ndre," panggilku. Aku mengulurkan tanganku, bersamaan dengan Andre membuka matanya.
Mimiknya terkejut setengah tidak percaya melihat wujud asliku. Tapi aku tetap pada posisi ini. Aku menunggu Andre menjabat tanganku.
"Namaku Teratai. Ibuku bilang, air dan udara tidak akan menyakitiku," ujarku dengan percaya diri.
Well, berhubung aku tidak pernah memotret wujudku, kira-kira deskripsinya seperti ini.
Aku ber-dress pink keunguan dengan motif abstrak. Baju ini menjuntai tanpa lengan, dari dada hingga atas mata kakiku. Per helai rambutku menyerupai ranting, tergelung sempurna di belakang kepala, dengan bunga-bunga kecil di beberapa bagian. Jika menurutmu aku kesakitan, itu salah.
Aku tidak beralas kaki, aku juga tidak membawa apapun. Aku tahu, aku memang masih polos.
Akhirnya aku duduk di tengah halaman berumput dengan Andre. Aku menceritakan bagaimana bisa aku seperti ini. Begitu pun dirinya.
"Aku baru tahu dua tahun yang lalu, jadi aku pergi ke perkemahan." Begitu kalimat terakhir dari cerita Andre.
Tunggu, tapi dia itu baru menghilang satu bulan. Bagaimana bisa jadi dua tahun? Apa kecerdasannya sudah hempas?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nymphaea (1) ✔
Fantasy[Seri ke-1] Aku menuruti ibuku untuk datang ke tempatnya, bersama syarat-syarat yang ada, sambil mencari kakakku yang hilang. [Fantasy - General] Nymphaea ©charundati Published : May 13th, 2020. Finished : May 29th, 2020.