#4-ST

15 2 0
                                    

Happy reading :)

***

"Hola hola gesss, comeback with Aeri" teriak Aeri saat baru sampai di kelas.

"Paan sih lu Ri, masih pagi ini, jgn bikin rusuh!" seseorang menyahut dari arah pojokan.

"Eh sayangku Ariellll, akhirnya kamyu masuk bebeb"

Ariel memutar bola matanya malas. "Najis!"

"Eh pada kemana temen lu yang lain? Tumben sepi amet ni kelas."

"Biasa, tangga" balas Ariel sekenanya. Ya, selain ngegosip di kelas, mereka biasa ngegosip di tangga lantai 2 sebagai rutinitas pagi mereka.

"Trus knp lu ga ikut, malah molor di pojokan"

"Semalem gua g tidur, ngitungin domba ga abis abis"

"Suka lu aja lah, gua mau nyusul mereka nih, ikut ga lu? Siapa tau nanti ada pangeran tamvan lu" ucap Aeri menggoda Ariel.

"Kaga kaga, udh sono pergi lu ganggu orang tidur aja!"

Setelah menaruh tas di mejanya, Seri langsung beranjak ke tangga untuk menemui teman teman laknat nya.

"Eh Ri, baru dateng lu?" tanya Myesha.

"Heeh, temen lu yang satu itu molor wae kerjaannya."

"Ya biasa, udh kebiasaan dia kek gitu biarin ae lah." sahut Maria.

"Eh besok kan Jumat, ga ada rencana gitu mau kemana, gabut d rumah terus." Agatha membuka suara.

"Ke tempat biasa aja yu, lumayan ada wifi" usul Aeri.

Ada satu warung di perumahan tempat tinggal Maria. Hanya warung biasa. Tapi di depan warung itu ada rumah besar yang memasang wifi. Kebetulan Maria tau password wifi nya. Makanya, warung itu jadi tempat tongkrongan mereka sekarang.

Mereka tidak suka nongkrong di cafe. Alasannya sih karena kejauhan. Padahal jarak dari sekolah ke cafe tidak terlalu jauh. Alasan yang pasti karena mereka tidak modal!
"Ini nih definisi orang melarat, demen nya nyari kesempatan wae."

"Gua tuh bukan melarat Ta, gua tuh mencoba irit, jd orang tuh ga boleh boros." balas Aeri mencoba membela diri.

"Ngingi!" balas lainnya serempak.

Tak lama Bani lewat...

"BANI!!BANI!" teriak Maria.

"santuy dong bambang, bonge nih gua!" sewot Myesha. Pasalnya Maria teriak tepat di depan telinganya.

Bani yang merasa terpanggil pun menyahut. "Napa Mar?"

Bani itu temen sekelas mereka. Dia jago dalam bermain musik. Terutama gitar.

"Lu bawa gitar kaga?" tanya Maria.

"Bawa, knp emg?"

"Nyanyi lg kuy, dr pada ngegibah pagi pagi mending nyanyi. Lagian msh pagi gini belum ada bahan gibah nih kita2"

"Kalem gua ambil gitar dulu." balas Bani sambil berjalan menuju kelas.

Tak berapa lama, Bani kembali. Kali ini dia kembali bersama Varo.

"Kuy. Lagu apa nih?"

"Lagu kebangsaan kita ae." jawab Agatha.

Bani pun mulai memetik kan jarinya.

Titip Rindu Buat Ayah

Dimatamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat dikeningmu
Kau nampak tua dan lelah keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah hm
Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin sarat
Kau tetap bertahan

Mereka mulai melantunkan liriknya. Lagu ini sering mereka nyanyikan. Saat jam pelajaran, di angkot, bahkan pada saat upacara.

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk hm
Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia

Ayah dalam hening sepi kurindu
Untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk hm
Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia

Semuanya bertepuk tangan saat lagu selesai dinyanyikan.

"Knp pada tepuk tangan?" tanya Myesha polos.

"Ga tau gua ngikut aja" balas Maria sama polosnya.

Teng...teng...teng...

"Kuy lah langsung ke kelas" ucap Agtha, lalu berjalan menuju kelas disusul dengan yang lainnya.

***

SoltingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang