#1

73 6 1
                                    

- Kembali ke masa kini -

Rael bergerak cepat melompati gedung-gedung tinggi di Kota Seoul. Mata merah tajamnya mengamati sekitar dengan cermat. Warna langit sore yang merah jingga membuat Rael berhenti di atas gedung paling tinggi di rute pengawasannya.

Pemuda berambut pirang sebahu itu menatap langit, dan berdecak. "Manusia... mereka terlalu cepat berubah." gumamnya sebelum melompat ke gedung lainnya.

Dari alat komunikasi di telinganya yang diberikan paksa oleh Tao, terdengar suara. "Baiklah semuanya. Semua lokasi dalam lingkup pengawasan kita telah selesai dipantau." Suara nyaring milik Tao terdengar, membuat Rael mengangguk dan bergerak ke kiri — kembali ke kediaman sang Noblesse.

*****

Setibanya di rumah, Rael berjalan ke dapur, hendak mengambil segelas air untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Di sana sudah ada Seira, gadis cantik berambut perak itu sedang menyiapkan peralatan memasaknya. "Oh, Seira? Kau sudah akan memasak?" tanya Rael sambil berjalan ke arah dispenser. Seira mengangguk pelan. "Ya." balasnya singkat.

"Omong-omong, kau lihat kakak?" tanya Rael pada Seira setelah menyadari rumah ini lebih sepi dari biasanya.

"Tuan Lazark sedang melatih Regis di ruang latihan." jawab Seira lagi. Pemuda itu mengangguk, setelah meneguk segelas air, ia meletakkan gelasnya di meja dan beranjak ke ruang latihan.

.

.

.

"Kumohon teruskan." pinta Regis lemah sambil mengatur nafasnya. Tubuhnya sudah babak belur tak karuan, darah mengalir banyak dari lengannya yang terluka, membuat Lazark yang melatihnya terdiam.

Pintu ruang latihan terbuka, menampilkan sosok Rael yang menggunakan pakaian putih polos.

'Apa dia mau mati? Apa yang dilakukannya dalam keadaan itu? Ini sudah dua hari...' batin Rael antara prihatin dan terkejut dengan kondisi Regis.

Lazark menghela nafas berat dan membuka mulutnya, "Regis. Saat ini tubuhmu sudah tak bisa bertahan lagi." Namun pemuda berambut perak keturunan Klan Landerge itu menggeleng cepat.

"Sedikit lagi, Tuan Lazark. Kau akan segera kembali ke Lukedonia, kan? kalau bukan sekarang, takkan ada kesempatan lagi untuk belajar darimu dalam waktu dekat." Lazark berjalan pelan menghampiri Regis. "Kalau itu sebabnya, aku akan tunda kepulanganku ke Lukedonia."

Rael megertakkan giginya, menahan emosi. "Cukup, Regis! Kakakku akan kembali ke Lukedonia untuk melayani Yang Mulia Lord. Kau pikir masuk akal, dia harus menunda kepergiannya cuma demi lebih lama melatihmu?!" Rael mendengus tak suka, "Akulah... yang akan melatihmu."

Regis tersenyum senang, "Ma- makasih." Kata itu keluar tepat sebelum tubuhnya ambruk, tak sanggup lagi bertahan.

*****

Hari sudah malam ketika semua selesai melaksanakan tugas rumah di kediaman sang Noblesse. Frankenstein bersama dengan Tao, Takio, dan M-21 pergi ke pulau pribadi untuk melanjutkan latihan mereka. Seira sedang merawat Regis yang pingsan. Raizel seperti biasa, duduk di ruang tamu sambil menyisip teh hangat sajian Frankenstein.

Rael berjalan menuju balkon, berharap bisa menghirup udara segar. Namun, kakaknya, Lazark telah mendahuluinya.

"Kakak?" tanya Rael yang ikut menyandarkan tubuhnya pada tiang di kiri Lazark.

"Hm?" gumam Lazark pelan.

"Kau akan kembali ke Lukedonia besok?" tanya Rael sambil menatap bulan di langit gelap.

Lazark mengangguk. "Omong-omong, Rael. Aku sedang terpikir dengan ruangan yang dulu dimasuki ayah." kata Lazark sambil menurunkan cadar hitamnya.

Rael mengkerutkan dahinya, ikut berpikir. "Ruangan itu?" gumamnya.

"Sejak dulu kita tidak pernah berhasil masuk ke dalam." balas Lazark.

"Tapi ayah sudah mengeluarkan perintah untuk kita agar tidak pernah masuk ke sana bukan?" tanya Rael tidak mengerti mengapa kakaknya tiba-tiba membahas hal ini lagi.

"Tidak. Ayah pernah bercerita padaku dulu. Dulu sekali." Lazark menatap Rael di sampingnya, "Ayah pernah bercerita bahwa klan kita adalah klan paling spesial di antara dua belas klan lainnya. Sejak awal kemunculan Klan Kertia sebagai bangsawan murni, kita memiliki inti jiwa."

Rael terkejut mendengar ucapan sang kakak. "Hah?"

Lazark tersenyum tipis, memaklumi. "Sejak awal, ayah memintaku untuk tidak memberi tahu hal ini pada siapa pun. Karena hal ini hanya boleh diketahui oleh kepala keluarga Kertia."

"Lantas kenapa kau menceritakannya kepadaku?" Rael bingung, namun ia senang masih memiliki waktu berdua bersama kakaknya setelah sekian lama Lazark selalu saja sibuk akan tugasnya sebagai kepala keluarga.

"Kau juga adalah penerus kepala keluarga Kertia. Kau berhak tau."

"Ayolah, kak. Kaulah sang kepala keluarganya. Kau berbicara seolah aku memiliki kesempatan sebagai kepala keluarga saja." balas Rael tertawa. Namun lazark terdiam.

"Dunia sedang kacau sekali, Rael. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Untuk itulah aku berjaga-jaga. Karena, kekuatan tersembunyi milik klan kita sangat berbahaya." ucap Lazark sambil meratapi langit.

"Memang inti jiwa itu apa?" tanya Rael lagi, merasa topik pembicaraan kali ini serius.

"Ayah bilang, inti jiwa adalah sebuah permata merah berbentuk tetesan hujan. Ia memiliki kekuatan yang sangat hebat, karena inti jiwa menampung kekuatan maksimal milik setiap bangsawan murni Klan Kertia sejak masa lampau." jelas Lazark, "hingga sekarang, aku belum berhasil memecahkan energi yang menjadi kunci pembuka ruangan itu. Ayah kita ingin kita menemukannya sendiri bila saatnya sudah tiba."

"Kekuatan sehebat itu mengapa Lord kita tidak tahu? Bahkan Tuan Raizel pun tidak tahu..." gumam Rael.

"Tidak. Ada satu orang lagi yang tahu, tapi ayah tidak pernah bilang itu siapa." jelas Lazark.

"Rael, aku ingin kau menjaga inti jiwa itu dengan baik. Jangan sampai termakan oleh kejahatan hanya demi kekuatan. Kita... bangsawan." tegas Lazark lagi, lalu memutar tubuhnya dan kembali menarik cadar hitam tipisnya. "Tidurlah. Sudah larut."

-tbc-

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 04, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Noblesse: The Soul Of Kertia ClanWhere stories live. Discover now