_Menahan Rindu Demi Melawan Corona_

7 0 0
                                    

Menjelang ramadhan tiba, ku melihat perantau dari Jakarta pulang menuju rumahnya masing-masing. Ku sempat berpikir, sungguh indahnya kumpul bersama keluarga dibulan ramadhan ini. Namun, tidak denganku. Aku akan hanya berbuka dan saur sendiri tanpa ada yang menemaniku.

Ternyata apa yang ku pikirkan benar terjadi. Malam hari pertama, terdengar nada ponsel berdering. Ku yakin itu adalah belahan jiwaku. Betapa bahagianya saat dia bercerita bahwa telah diberi roti "khong guan" oleh bosnya. Ku mengira pasti dia mendapat THR lalu disuruh pulang olehnya. Akan tetapi, salah tebakanku. Dia berucap bahwa bosnya memberi makanan itu bukan disuruh pulang, tetapi makanan itu untuk berbuka puasa di kontrakkan. Selain itu, dia mengabarkan bahwa tidak akan pulang hingga lebaran karena dilarang oleh bosnya.

Aku bingung, harus menanggapi apa tentang hal itu? Entah apa yang ku rasakan aku tak tahu. Bahagia atau sedih campur aduk menjadi satu.

Aku bahagia dengannya karena dia telah berusaha untuk membuat hidup keluarga sejahtera. Namun disisi lain, aku merasa sedih karena aku harus berpuasa dan lebaran tanpanya. Hingga anakku beberapa hari ini sering menangis karena rindu dengan ayahnya.

"kapan ayah pulang? Aku tidak punya ayah sedangkan teman-temanku punya ayah" celoteh si buah hatiku sambil mengeluarkan air mata.

Aku terdiam dan mataku berkaca-kaca. Apa yang harus ku katakan dengan si kecil yang mungil ini?.

Entahlah... Ku harap virus
Corona Ini segera pulang ke alamya. Supaya manusia hidup normal kembali tanpa ada rasa ketakutan apalagi sampai terjadi gangguan jiwa gara-gara virus ini. ekonomi menjadi turun. Masyarakat pun gelisah, Hingga terjadi pencurian pada daerahnya. Itulah akibatnya kekurangan ekonomi pada keluarga lain hingga menghalalkan segala cara demi mengganjalkan perut kosongnya.

Dengan begitu, aku harus tetap bersyukur karena selain diberi kesehatan aku masih bisa makan minum seperti biasanya. Itulah perjuangan suamiku demi keluarga, dia merelakan jarak dan waktu.

Aku tak mengapa dengan keadaan ini. Harus belajar menerima, yang terpenting komunikasi tetap terjaga dan saling mendoakan diantara kita.

Ningsih
Brebes, 4 Mei 2020

#PNRBLS
#Ramadhan2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senandika KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang