Chafter 6
Sore yang cerah pilihan yang tepat untuk jalan santai. Menikmati lembayung, rona senja memberi sensasi hangat. Sepoi angin berhembus memanjakan setiap insan penikmat. Namun, semua itu tidak berlaku untuk dua perempuan yang saat ini sedang duduk bersebelahan di ruang tengah, mereka santai di depan televisi yang sedang menyala, menampilkan tayangan kartun anak, dari negeri gingseng yang saat ini sedang banyak dinikmati. Ya, apa lagi kalo bukan, Tayo.
Keduanya menikmati serial kartun dengan khidmat. Efek PHP dari Tante Aya, si fujo senior membuat mereka mager, bahkan untuk mandi sore sekalipun.
**
Flasback satu jam yang lalu.
"Kyaa ...!" teriakan Tante Aya di lantai dua membuat Saga dan Ifah bergegas menyusul ke sumber suara.
Dengan rasa penasaran, secepat kilat menaiki tangga menuju arah teriakan. Di sana, sang senior masih dalam mode tertegun dengan pandangan ke dalam kamar. “Asupan bergizi,” batin keduanya. Memepet senior dari belakang, sedangkan wanita paruh baya itu membekap mulut, dengan ekspresi mesum level tinggi.
Di dalam kamar, adengan saling pangku antara Nando dan Putra di tepi ranjang. Posisinya yang sedikit ganjal memberikan persepsi lain bagi siapapun yang melihat. Nando duduk dengan kedua kaki terbuka, merangkul pinggang Putra yang terperangkap dalam pangkuan. Aura romantis menari mengelilingi, mereka saling pandang, dengan tangan Putra menutupi kesepuluh jari Nando yang bertengger mesra di pinggang rampingnya.
"K-kalian sedang n-ngapain ...?" Ifah memberanikan diri. Suaranya masih bergetar setelah lama bengong. Tante Aya dan Saga kompak mengangguk mengiyakan pertanyaan itu.
Putra refleks berdiri dengan gugup dari pangkuan, sedangkan Nando langsung melepas rangkulan tangannya, memalingkan wajah yang merona karena malu sambil menggaruk bagian belakang kepala.
"I-ini tidak seperti yang kalian bayangkan," cicit Putra membela diri.
Kaki kananya menendang lembut betis Nando. Isyarat, membantunya memberi alasan ke fujo yang berdempetan di depan pintu kamar.
"Iya ... kami tidak melakukan apa-apa. Hanya saja, tadi saat Putra ke kamar mandi, kakinya tidak sengaja tersandung karpet ...." Penjelasan Nando terhenti, dia memandang si uke yang masih berdiri di samping memegang ujung kemejanya bak terdakwa.
Ketiga fujo kembali bengong dengan raut wajah tak terbaca, mereka terkadang saling tatap sambil tersenyum. Seakan mengiyakan kata hati masing-masing. Sorot mata ketiganya kearah si seme, penasaran dengan apa kelanjutan dari penjelasan itu.
"Dan aku menolongnya," lanjut Nando, setelah merasa terintimidasi dan mengerti sorot mata itu. Jawaban yang singkat, padat, dan jelas. Pun tidak sesuai dengan apa yang ketiga fujo itu hayalkan.
"Ooo ...." Koor, Ifah dan Saga. Berbanding terbalik dengan Tante Aya yang sedikit kecewa. Adengan yang dia bayangkan berbeda dengan apa yang terjadi.
“Tapi tidak apa ,setidaknya mereka pangku-pangkuan,” bantin Tante Aya, memberi semangat ke jiwa fujonya, sambil cekikikan tidak jelas.
"Ya, sudah kalo begitu, kami, ke bawah dulu," pamit Saga.
"Ngapain?" tanya Ifah spontan, pandangannya masih tetap ke sosok idola di dalam kamar.
"Nyuci baju! Ya, ngapain kek, gitu loh. Ya, kali, kita bakalan berdiri di sini terus. Gak pegel tuh kaki!" Saga dengan bahasa ketusnya.
"Eh ... iya, juga. Ya, sudah, kuy ke bawah. Daaah ... Dodo, daah ... Puput," pamit Ifah dengan nada childis yang membuat Tante Aya sedikit merinding.
"Iiih, apaan, sih," timpa Saga sambil menyeret Ifah turun ke ruang tamu.
"Tante ... ngapain masih di situ, mau jadi patung penunggu pintu, ya?" canda ifah yang langsung dihadiahi pelototan sadis dari Tante Aya.
Keduanya langsung mempercepat langkah, menjauhi tante galak yang siap mengamuk. Mereka masih sayang nyawa, by the way. Soalnya si senior kalau marah tidak segan-segan melempar apa pun yang ada di dekatnya,dan saat ini benda yang berada dekat dengan Tante Aya adalah dua koper besar. Kan, ngeri.
Flashback off
***
Hempasan tubuh Lody ke sofa menimbulkan bunyi nyaring yang membuat Ifah dan Saga otomatis menoleh. Dia tiba-tiba muncul setelah lama tak terlihat batang hidungnya. Bersandar pasrah di samping kiri Ifah.
Si fudan kesal karena di cuekin. Kedua fujo ini memang tak berahlak. Setelah Lody duduk, mereka hanya melirik sesaat kemudian kembali fokus ke layar TV. Seakan film kartun Tayo lebih penting.
"Yak ...!" teriak Lody tiba-tiba.
Ifah dan Saga menoleh bersamaan. Melotot dan menjawab.
"Apa?" Kompak dengan wajah polos.
“Hah ...” Lody menghela napas. "Aku kesel, masa harus sekamar ama bocah itu sih, aku sekamar dengan kalian aja, ya?" pintanya penuh harap.
"Tidak!" seru keduanya. Tetap kompak.
"Kenapa ...?" tanya Lody lagi sambil merengek.
"Kamu, nggak inget pesan si Tante kalo kamu nggak sekamar dengan Andry?" ucap Saga dengan sinis. Mencemooh nada rengekan Lody yang sungguh tidak pantas.
“Haaah ....” Lody kembali menghela napas yang ke sekian kalinya.
"Keseringan menghela napas, rejeki bakalan terus berkurang loh." Ifah menambahi. Dan sukses membuat raut wajah si fudan makin cemberut dan tertekuk.
Mereka kemudian saling diam. Sunyi melingkupi ruang tamu. Di luar vila, senja makin memuncak, memberikan tanda untuk gelap akan menguasai.
Dari lantai dua, Tante Aya bersenandung. Penuh ceria menuruni tangga satu persatu menuju ruang tamu. Entah kebahagiaan apa yang perempuan paruh baya itu akan bagikan, ataukah dia mempunyai rencana baru untuk memberikan kepuasan jiwa fujonya?
Nantikan itu di Cerita Kita chafter berikutnya.
Bersambung.Okey okey okey udah ampe ch.6 aja kite wkwk
Semoga masih ada yang bau baca cerita kita ya ..
Ch.kali ini lumiyin banyak sih , jadi maaf andai membosankan ..
Selamat membaca , dan tetep jangan lupa vote dan komentnya ya ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
Romance"Dia itu tampan tapi , nyebelin, narsis, pedenya tinggi, tapi perhatian, penyayang, dan aku cinta dia, walau harus mendem rasa cinta itu untuk beberapa saat" - Putra pratama "Kata orang dia galak, cuek, tapi kata ku dia tampan dan imut disaat bersa...