CH.7

575 30 2
                                    

'Adakah yang salah dengan khayalan? Jika yang kalian anggap sebatas ilusi, itu tidak selalu benar, kadang dari khayalan kami bisa menciptakan sesuatu, walau hanya di dunia semu.'
(Lody)

Part 7

Perlahan senja meredup, lembayung samar di ufuk barat, menampakkan sisi indah hari ini sebelum gelap berkuasa.

Di ruang tamu, hanya suara televisi yang terdengar. Tiga insan bungkam dalam pikiran masing-masing. Temaram yang makin nyata tak mereaksikan mereka menyalakan pelita dalam ruangan.

Kehebohan datang dari lantai dua, seorang Wanita Paruh Baya, Bersenandung riang menuruni tangga. Nada lirik yang di rapalkan menggema di ruangan yang hanya ada obrolan iklan dari kotak bergambar.

“Eh, ada orang rupanya, kirain manekin pajangan. Habis nggak ada suaranya,” candanya setelah menyalakan lampu ruangan. Refleks membuat mata ketiga yang duduk di sofa memicing menyesuaikan cahaya.

Lelaki yang masih bersandar di sofa bereaksi, raut muka memelas dia tampakkan ke sosok yang baru muncul. ingin mengungkapkan ketidak puasan hati, tapi urung melihat tingkah ceria wanita itu makin tidak jelas. Sedangkan dua wanita muda yang lain tanpa terpengaruh dengan pandangan yang tak lepas dari layar.

“Anak-anak, malam ini kita acara barbeque. Tante sudah minta bantuan ke penjaga villa untuk menyiapkan,” ucapnya dengan nada alay sambil menanti reaksi dari ketiga orang yang ada di sofa.

Masih sunyi, timbal balik yang dia tunggu tak ada, yang laki-laki masih tetap kusut memandangnya, sedangkan yang lain tetap tak bergeming. Masih dengan posisinya ke tv. Seakan apa yang disampaikan barusan bukanlah hal penting.

Wanita paruh baya itu agak kesal dicuekin, padahal rencana yang dia sudah atur, menurutnya sangat menarik.

“Kalian dengar nggak sih, atau kalian mau puasa malam ini!?” geramnya dengan nada tinggi.

Perhatian mereka yang di sofa langsung teralih, refleks mengarahkan pandangan ke sumber suara. Sedangkan yang dipandang memasang wajah ketus karena kesal.

“Tante, ada apa, Kok tiba-tiba muncul dan teriak?” tanya cewek yang duduk di tengah. Si Tante yang di tanya makin sebel. Ternyata dari tadi mereka memang tidak menyadari kehadirannya. Sedangkan pemuda yang di seblahnya, tergugu mendengar pertanyaan itu.

“Lupakan, kalian memang tak berakhlak.” Sebalnya dan melangkah ke ruangan lain sambil membuka kulkas. Meneguk air kemasan untuk meredam kejengklean hati.

“Kimmy ...!” teriaknya, setelah kerongkongan basah dan segar.

Pemuda lain muncul dengan cepat dari kamar pojok kanan. Penampilan santai dengan kaos oblong hitam dan celana dongker biru selutut. Rambutnya tersisir rapi dengan aroma parfum natural yang menyeruak ke seluruh ruangan.

Ketiga insan di sofa menoleh ke sosok itu. Kedua gadis yang awalanya terpaku di tv, seakan melihat idola baru. Sedangkan pemuda yang satu, makin cemberut melihat reaksi kedua teman di sampingnya.

“Ada apa tante, Apa yang bisa Andry bantu?" jawab pemuda itu setelah sampai di ruang tamu.

“Kamu ke rumah Pengurus Villa, ambil bahan barbeque untuk acara kita malam ini.”

“Siap Tante, laksanakan!” kata Pemuda itu sambil mengangkat tangan kanan gaya hormat.

“Lody, kamu bantuin Kimmy. Saga, Ifah, kalian mandi. Udah hampir malam gini tapi kalian belum rapi. Sana!” perintahnya lagi tanpa mau dibantah.

Mengambil remote dan mematikan tv begitu saja. Membuat Kedua cewek itu memandang horor si Tante, tapi balasan peolototan yang mereka terima lebih menyeramkan. Lody yang ingin protes atas ke ikut sertaanya, langsung di bungkam dengan isyarat telunjuk disertai gelengan kepala. Semua diam dan tak tau akan mengucapkan apa lagi. Mereka menurut sesuai intrupsi dari Wanita Bar-Bar itu.

Lody bangun dari duduknya, mengikuti Andry yang sudah berjalan mendekati pintu keluar. Langkahnya gontai, rasa tidak ikhlas sangat nampak di raut wajahnya.

Temaram menyambut lody yang baru keluar dari bangunan utama villa, pemandangan yang memukau makin indah di bawah cahaya lampu taman yang di pasang sangat pas dengan objek yang akan di sinari. Rasa kesal dan tak ikhlas menguak sirna, dengan langkah cepat menyusul Andry mensejajarkan diri.

“Dry, keren,ya, halamannya, romatis banget ini suasana,” ucap Lody setelah berjalan di samping.

“Yoi, Aku senang duduk di Gazebo sana klo malam hari, semua taman terlihat jelas dan indah,” jawabnya sambil menunjuk sudut gazebo dekat bangunan utama.

Lody mengikuti arah telunjuk itu. menatap penasaran dengan apa yang Andry tunjukkan.

“Coba kamu cewek, pasti romatis. Jalan di tengah taman indah kaya gini, bergandengan tangan,” rancau Andry sambil menggamit lengan Lody, dan merapatkan lebih dekat.

Lody yang mendapat perlakuan tiba-tiba itu tersentak kaget dan tertarik menempel ke Andry, ada rasa risih dalam hati, mengingat yang menggandeng tangannya adalah cowok seperti dia, tapi secuil rasa nyaman membuatnya enggan meronta dan ikut mengimbangi langkah kemudian. Suasana taman yang roamantis mendukung langkah romantis keduanya.

“Trus, kenapa nggak bawa cewek kalau sudah tau tempatnya seromantis ini,” kata lody kemudian. Lengan yang tergamit dia rilekskan.

“Sepertinya aku nggak usah jawab deh. Kalau pertanyaan itu aku balik, jawaban kita sama. Si Tante.”

Lody diam mendengar jawaban itu, alasan yang sama. Karena Tante Aya melarang penambahan anggota yang ikut apa bila itu cewek. Apa lagi pasangan. Sangat jelas sekali modus fujonya. Lody menghela napas, mengingat mereka ada di sini gara-gara jurus pengalihannya yang malah membuat mereka terjebak.

***

Asap mengepul, aroma lezat memenuhi pekarangan. Keindahan taman di malam hari makin menghidupkan semangat pesta barbeque. Pemuda tanggung dengan tinggi menonjol, sedang serius mengipas pemanggang yang full dengan berbagai macam daging. Musik clasik mengalun romantis menyamarkan suara jangkrik malam.

“Jangan dikipas aja ganteng, balik juga donk. Gosong nanti,” ucap sosok Tante yang paling bahagia malam itu.

Dia mendekat ke pemanggangan setelah memperhatikan Nando hanya mengipas daging tanpa memperhatikan untuk membaliknya satu persatu.

“Put ... sini tanvan, bantuin Nando. Biar daging kita nggak pada angus.”

Putra mendekat setelah disebut namanya. Mengambil jepitan besi dari tangan Tante Aya, kemudia membalik daging di panggangan dengan telaten. Dia tersenyum melihat Nando.

Ifah yang melihat coupelan andalan, berhenti dari kegiatannya membenahi meja yang akan digunakan menaruh sajian makanan. Meraih benda pipih dalam saku kemudian menjepret langsung. Saga memutar bola mata melihat tingkah itu. mengalihkan pandangannya ke sosok yang jadi bahan jepretan.

“Kapan, ya, bisa mesraan seperti mereka. Bikin iri.” Saga membeo sendiri.
“Makanya kurangi juteknya, biar laki-laki berani mendekat. Klo kaya gitu terus, mana ada yang mau ngedeket.” Ifah menyahut tanpa mengalihkan pandangan.

“ini dah bawaan lahir, nggak bisa dihilangkan.”

“Kurangi klo begitu, kamu itu cantik Ga, cuman, ya, itu.”

"Udah, ah, capek,” jawabnya meninggalkan meja dan masuk ke villa entah mau ke mana. Ifah hanya menggeleng. Melanjutkan apa yang harus dibenahi lagi setelah merasa cukup dengan foto pasangan mereka.



Hai hai hai .... Maaf ya lama up...
Mohon maaf lahir batin ya readernim ... Up kali ini lumayan panjang, jadi maafkaen kalo bikin bosen ...
Selamat membaca semuanya...
Jangan lupa vote 'n koment nya ya .. biar kami semakin semangat...

Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang