Ruang Rindu

8 1 5
                                    

Senin pagi aku memulai hari dengan duduk manis di depan kekasihku, Langit. Lelaki sederhana yang menyayangiku sudah lebih dari dua tahun ini. Wajahnya teduh, senyumnya manis, rambutnya sedikit ikal, tubuhnya jangkung, dan aku sangat menyukai aroma parfumnya.
Kali ini kelas sedang dibentuk seperti huruf U menghadap ke papan tulis. Akan ada penampilan drama pagi ini, dan yang tampil pertama adalah kelompok Langit.
Akhirnya pertunjukan drama dimulai, Langit menjadi pemeran utama di sana.

Bercerita menjadi seorang laki-laki yang disegani banyak wanita, tetapi hanya mencintai satu wanita. Yang menjadi wanitanya adalah wanita paling menyebalkan, Sinta. Aku terkejut karena terdapat adegan romantis di drama itu. Berpegangan tangan sampai berpelukan, aku tak kuasa melihatnya akhirnya aku izin pergi keluar. Sorak riuh anak-anak di kelas membuat aku semakin kesal. Tak
sadar bulir air mata jatuh di pipiku, segera aku usap air mata itu, lalu kembali ke kelas. Ternyata dramanya sudah usai.

“Kamu darimana?” tanya Langit padaku yang berada di belakangnya.

“Dari luar cari udara segar” jawabku tanpa melihat wajahnya.

“Nanti pulangnya kita makan dulu ya” ujar Langit santai. Dan aku hanya mengangguk dengan tertunduk.

“Lo cemburu ya?” ledek temanku, Amel.

“Menurut lo?” aku balik bertanya.

“Sebenernya Langit enggak mau jadi peran itu, tapi yang lain maksa, padahal gue juga enggak setuju” Amel menjelaskan karena ia memang satu kelompok dengan Langit.

“Lo tadi keluar sih, harusnya adegan Langit itu lagi natap matanya Sinta tapi dia malah liat lo yang jalan keluar kelas.” Aku hanya ber-oh ria. Sudah tak peduli dengan hal itu.

Kelas hari ini sudah selesai, kini aku sedang duduk berhadapan dengan Langit di kantin kampus.
“Kamu diem aja, marah ya sama aku?” tanya Langit memecah lamunanku.

"Menurut kamu gimana?” tanyaku.

“Aku minta maaf sayang, aku sama sekali enggak mau jadi tokoh itu tapi yang lain
maksa” Langit mulai menggenggam tanganku.
“Aku ngerti pasti kamu cemburu, kesel, marah,
sekali lagi maaf, tapi inget aku udah berkomitmen sama kamu, dan kamu tau itu” Langit menatapku serius.

Akhirnya aku menggenggam tangannya,“it’s ok, aku ngerti.”

Langit tersenyum bahagia, “nanti kita beli ice cream ya” tangannya kembali mengelus jemariku lembut, lalu aku mengangguk tersenyum.

Aku cemburu, sangat. Tetapi tak bisa aku katakan, aku menghargai keputusannya yang memerankan tokoh itu. Aku mengerti keadaannya yang benar-benar terpaksa.

***

“Kita break aja dulu.”

Langit tak percaya dan menatapku sangar. “Oke, kalo itu mau kamu, aku pergi.”

Langit bergegas meninggalkanku, sendiri di pinggir jalan yang ramai.
Aku menahan tangis dan sesak di dada, aku berjalan perlahan menyusuri jalan. Sedikit lagi aku sampai di tempat itu, tetapi aku melihat awan mendung mulai memenuhi langit, aku pun berlari karena rintik demi rintik hujan mulai jatuh ke bumi. Aku berteduh di pos satpam yang
sunyi. Aku berpikir kembali, mengingat kejadian tadi, pertengkaran hebat antara aku dan Langit.

“Hanya masalah sepele pikirmu, tapi tidak denganku” tanpa sadar air mata mulai membasahi pipiku. Aku menangis di tengah derasnya hujan.

Sejak kemarin setelah pertunjukan drama Langit, perasaanku menjadi sensitif, setiap kali Langit bersua dengan wanita aku marah, aku cemburu. Setiap ia tertawa dengan wanita lain aku
selalu merasa kesal, aku tidak ingin ia bercakap-cakap dengan wanita lain, selain aku.

Ruang Rindu [ONESHOOT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang