Titik Terang Yang Semu

7 0 0
                                    

UN, UASBN, UKK akhirnya pun selesai. Aku hadapi tanpa belajar, tak perduli hasil nya akan seperti apa karna ku pikir ya untuk apa? Aku tak akan kuliah juga kan?

Hasil UN pun keluar, wali kelas ku memanggil satu persatu siswanya karna untuk mengambil hasil harus tanda tangan.

Ma'am Devi nama nya, beliau bilang " Sirin, kamu mau lanjut kuliah kemana? "

deggg... terdiam sesaat, lalu buruburu pasang senyum dan bilang " belum tau mam "

" Kamu cocok di sastra nih, lanjut sastra aja rin. Nilai UN Bahasa Indonesia kamu tinggi 96, Bahasa Inggris kamu 80. Kamu mau Sastra Inggris atau Sastra Bahasa Indonesia? bisa ini rin.. " kata mam Devi.

Entah kenapa semangat ku seperti di bakar lagi, merasa ada harapan, ada jalan.. Lalu aku bilang lah ke keluarga Ayah kalau aku tak apa tak kuliah di Bandung, tapi aku mau kuliah disini dengan jurusan sastra. Lagi lagi bukan jawaban yang enak di dengar, lagi lagi jawaban mematahkan yang harus aku dengar.

" Kuliah jurusan sastra? mau jadi apa? nanti kayak nenek-nenek kacamata nya tebal. "

" Gak usahlah ambil sastra, gak ada yang lain apa? "

Damn. What should i do? i look for the other way, karna di otakku aku harus kuliah no matter what. karna Ayah pesan dulu, anak anak nya harus sekolah lebih tinggi dari Ayah, anak anak Ayah harus jadi orang.

Okay, this is my last option. Aku mau, kuliah dengan jurusan Food and Beverage. Saat itu aku sudah ke kampusnya, dan tour kampus ditemani senior yang ada disana. Dijelaskan satu persatu, tiap ruangan prakteknya, peluang kerja, fasilitas kampus, biaya perbulannya, banyak deh.

sampai pada akhirnya aku mantap menjelaskan kembali semua yang aku dapatkan dari senior tadi ke tante ku, aku menjelaskan ulang informasi yang sudah aku dapat. and you know what she said?

" Untuk apa kuliah 4 tahun kalau kerjaannya cuma gitu? Dulu aja aunty kerja di hotel tanpa kuliah 4 tahun pun bisa. "

Wow. Luar biasa, kan?. Sakit cuy. Sakit. Banget. Aku diam aja? Tentu saja tidak. Aku selalu perjuangkan keputusan ku sampai memang benar-benar tak bisa lagi berargumen.

Kenapa akhirnya aku pasrah? Karna biaya, seluruhnya ada ditangan mereka, ada di kendali mereka. I don't have any option right now. Except crying, LOL. Setiap orang nanya "Sa, lanjut mana?"  aku nangis. "Sa, gak kuliah?" aku nangis lagi. Nangis yang sampe sesegukan, susah berhenti. Alay ya? tapi memang sesakit itu rasanya, dan mungkin selemah itu aku dulu menghadapi nya. hehe.

Aku hanya terlalu semangat mau kuliah, sampai aku ada di titik, Ya sudah lah..

Aku gak mau kuliah, aku juga gak mau cari kerja. Aku mau turu-makan-repeat. Sampe mama sumpek liat aku begitu begitu aja sudah 5 bulan setelah lulus gak ngapa-ngapain, mama dengan segala ocehannya yang harus aku hadapi sampai aku sudah ikutan mumet sama ocehannya dan aku akhirnya menjawab dengan emosi, air mata, yang sudah menggunung disana "Asa kan gak mau kerja, asa mau nya kuliah!"

Akhirnya mama menyuruh ku mengurus SKCK, tentu, tetap dengan segala ocehannya yang tak pernah absen, karna aku juga udah sumpek banget di rumah aja gak kemana-mana, akhirnya aku pergi untuk urus SKCK. Tapi bukan untuk mencari kerja, cuma untuk memenuhi perintah mama, biar agak calm down aja gitu.

Sampai lah pada titik dimana ekonomi kita turun. benar-benar turun, sangat pesat. Ohya, mama kerja sebagai ibu kantin di sebuah pelabuhan di daerah Batu Ampar. Saat itu, sumber penghasilan mama, yaitu kantin nya harus di gusur. Karna pergantian kepemilikan pelabuhan. Sebenarnya masih ada satu penghasilan lagi, yaitu dari Boat Pancung nya almarhum Ayah yang masih berjalan karna ada tekong yang masih setia kepada Ayah. Kita bertahan dengan menggantungkan hidup di penghasilan Boat itu, yang tidak menentu perbulannya. Sampai akhirnya pelabuhan sepi, mama harus menggadai emas yang dia miliki, dan juga cincin emas pertama yang aku beli dengan uang tabunganku, tak lupa motor beat yang harus disekolahkan demi dapat menyambung hidup. Diam-diam, mama ternyata juga meminjam ke koperasi.

Melihat keadaan keluarga ku seperti itu aku ikut stress tentunya, dan aku sedih mengutuk diri mengapa aku se-egois ini? harusnya aku lah yang membantu mama, aku lah tulang punggung. Apakah aku akan berdiam diri melihat keadaan keluarga ku? Melihat mama yang sudah terbebani kehilangan separuh hidupnya, kehilangan pendamping hidupnya? Saat itu, aku bertanya tentang lowongan-lowongan pekerjaan kepada teman-temanku, memfollow akun akun loker di instagram, bertanya kepada tetangga juga yang sudah bekerja. Dapatlah informasi lowongan di salah satu toko baju yang berada di mall, aku mnegirimkan surat lamaran ke toko baju itu. Katanya, nanti di telfon untuk datang interview.

Tak lama, handphone ku berdering. Tapi bukan dari toko tempat aku melamar pekerjaan, ini telfon dari Mami. Panggilan ku kepada kakak nomor dua Ayahku. Mami menyuruhku untuk datang ke Singapur, katanya mau dicarikan tempat kursus bahasa inggris, dan seperti biasa aku kesana tak pernah mau cuma-cuma aku sekalian kerja membantu mami. Mami disana punya 2 tempat makan yang menjual makanan masakan Indonesia, semacam warung nasi padang bilangnya kalau di Batam. Kalau bantu aku bantu apa aja emangnya? Ya apa aja yang bisa dikerjakan, contoh nya, memotong kentang, membungkus makanan, membuat perkedel, menjadi kasir, memotong bawang, kalau bulan puasa jual kue, jual minuman, kayak bazar bulan ramadhan pada umumnya. Nah, berangkat lah aku ke Singapur, tapi sesampainya disana gak langsung cari tempat kursus karna mami super sibuk. Beberapa minggu kemudian, pergilah ke tempat mami kursus dulu. Kata mami udah banyak berubah tempatnya, dan tempat beliau kursus dulu udah gak ada. Keliatan sih ini bangunan tua. Atap-atap nya tampak tak begitu terurus. Akhirnya mami menelpon temannya yang dulu juga mengambil kursus tetapi di tempat yang berbeda.

Berangkat lah kita ketempat selanjutnya. Disana tempat nya lebih bagus, dan setelah berbincang-bincang aku disarankan untuk mengikuti tes untuk mengetahui level apa yang akan aku ambil. Setelah tes, hasilnya keluar. Tapi oom ku tidak menyarankan kursus disana karna tempat kursus nya tidak menyediakan student pass/student card, tidak mendapatkan sertifikat, dan jam kursusnya sedikit dalam satu minggu. Jadi, pindah ketempat selanjutnya, ini tempat terakhir. Private School. Sama, melakukan tes juga. Waktu itu tes nya matematika dan bahasa inggris dan hasilnya akan keluar setelah seminggu, via e-mail. Disana nanti dapat seragam, dapat sertifikat, dapat student card. Memenuhi syarat dari oom ku lah. Tapi.. yang membuat ku berat hati adalah, biayanya. Mahal banget, $800 perbulannya. Yang jika di rupiahkan berarti sekitar 8 juta perbulan. Belum biaya kehidupan. Ya emang sih tinggal sama mami, tapi kan gak mungkin nanti apa-apa mau minta? Pokoknya kan besar biayanya dan aku pikir sayang banget kalau sekedar untuk kursus, dibatam juga banyak kursus bahasa inggris. Tapi mami bilang "ambil kursus disini nanti kalau sudah lulus kursus nya ikutan tes untuk kuliah di sini, pakai biaya sendiri nanti untuk kuliah, kan sudah ada student card berarti sudah boleh kerja. jadi nanti sambil kursus sambil kerja terus nabung dari hasil kerja untuk kuliah."

Berhubung aku sudah 27 hari di Singapur, aku memutuskan untuk pulang. Om ku pun bilang, kalau memang tidak mau di private school itu nanti di carikan tempat kursus lain dan kalau sudah dapat nanti ditelfon. Sesampainya di Batam, aku menceritakan tentang sekolah itu ke kakaknya mama yang aku panggil Ma Eda, Ma Eda pun setuju dengan pikiran ku, bahwa 8 juta perbulan itu terlalu mahal dan belum untuk biaya hidup. Lebih baik cari-cari kerja dulu..

Ohiya, biaya untuk kuliah yang mereka pegang bukanlah uang mereka (Kakak-kakak nya Ayah).

Uang itu adalah uang tabungan Almarhum Ayah. Dan aku berfikir, jika uang itu aku habiskan sendiri untuk kebutuhanku , lalu bagaimana pendidikan adik-adik ku kelak? kita tak pernah tau keadaan ekonomi kita kedepan nya akan seperti apa. Terlalu egois jika aku memaksakan kehendakku. Memikirkan masa depan ku sendiri tanpa memikirkan masa depan adik-adikku, dan masa tua mama ku nanti.

Fase ini ku namakan Titik Terang Yang Semu karna ku pikir, fase ini akan menjadi titik terang, aku akan kursus di Singapur lalu lanjut kuliah disana. Tapi itu semua semu, karna sampai detik ini pun mereka yang disana tidak ada yang menelpon ku memberi kabar tentang tempat kursus baru. Dan aku tidak lagi mau menunggu dan menggantungkan masa depan ku di tangan orang lain.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 31, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Skenario SemestaWhere stories live. Discover now