Setelah di renovasi, rooftop SMA Archipelago semakin digandrungi siswa-siswi, terlebih para penikmat senja yang katanya menikmati waktu mereka dengan sangat baik disana; mendapatkan banyak teman, jodoh, dan inspirasi untuk menulis bagi para penulis-penulis yang sudah mendapatkan pengakuan sekolah. Salah satu penikmat rooftop adalah THE LION, nama dari perkumpulan anak-anak yang memiliki andil besar disekolah ini.
Sudah mengenal Selena? Pasti sudah, karena halaman sebelumnya cukup banyak kalimat yang menegaskan siapa dirinya. Lalu mari saatnya berkenalan dengan sosok yang satu ini:
“Iya. Gue tau.” Samuell berdiri, memasukkan tangan kiri ke saku celana, sebelah tangannya lagi memegang botol cola yang terisi penuh— belum diminum sama sekali.
Disebelahnya, Gio dan Nino saling berpandangan dan menggeleng. Samuell menikmati pemadangan sekolah pada siang hari dari atas rooftop yang menghadap langsung ke lapangan, tidak ramai, hanya ada beberapa murid yang mengikuti pelajaran olahraga sedang melakukan gerakan pemanasan.
Siang ini rooftop hanya diisi oleh sepuluh orang yang tergabung dalam perkumpulan THE LION, tujuh siswa dan tiga siswi. Biasanya, kalau jam kosong mereka menggerakan kaki untuk datang kesini, namun hari ini jadwal mereka sedang padat-padatnya, mengingat kebanyakan penghuni rooftop adalah para murid kelas 12 yang sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian nasional yang tersisa beberapa bulan lagi.
“Duh, bisa pegang kamera yang bener gak sih? Dari tadi nggak ada yang bener potonya,” gerutu siswi berambut pirang, menyerahkan kamera SLR ke siswi lainnya yang memiliki rambut hitam pendek, “Sekali lagi. Awas sampai gak bener!”
Sebelum siswi berambut hitam pendek mengambil lagi kameranya, Samuell lebih dulu mendahuluinya. “Biar gue aja,” siswi pirang itu lantas tersenyum dan segera bergaya.
Setelah mengumpulkan sedikitnya hampir seratus bidikan kamera, Samuell menyerahkan kamera kepada pemiliknya, dan berlalu, kembali bergabung dengan teman-teman laki-lakinya. Samuell membuka tutup cola, meneguknya sekali, dan mengambil cemilan ringan dari tangan Nino yang menyerahkannya.
“Hari ini bokap sama nyokap gue mau ngerayain hari pernikahan mereka, kumpulin anak-anak.” Samuell memandang ponselnya, membaca pesan dari sang mama tercinta yang mengabarkan untuk mengundang teman-temannya di acara tahunan nanti malam.
“Pasti dateng Sam, tenang, nggak ada orang yang nggak suka dapat makanan gratis. Tapi ngomong-ngomong, lo ngundang semua anak Archipelago lagi?” Nino mematikan pematik rokoknya, mengangkat sebelah alisnya.
Samuell mengangguk, “Kayak nggak tau nyokap gue aja.
Samuell menatap layar ponsel, sang mama tercinta mengirim pesan, kini isinya lebih panjang dari pesan sebelumnya. Mamanya itu satu-satunya manusia terdetail yang pernah Samuell temui sejauh ini, padahal ia sudah berkelana kemana-mana, namun tetap saja tidak ada yang menyerupai sosok bidadari tak berselendang ini.
*****
Selena membolak-balikkan buku novel bergenre romance yang baru selesai dibacanya, namun pikirannya tidak lagi berpijak pada buku tersebut. Selena menghelang nafas, memakai sendal rumahnya, dan melangkah keluar dari kamar.
Rumah bernuansa Italian Classic itu tampak megah, mewah,—sepi. Terlihat seperti rumah tanpa penghuni yang terlalu terurus. Sambil memasuki private lift, Selena memasang earpods dan memutar lagu kesukaannya, lagu yang akhir-akhir ini selalu ia putar dan hanya satu-satunya lagu yang ingin dia dengarkan.
🎶But I know someday I'll make it out of here
Selena menuangkan air putih kedalam gelasnya, lagu ditelinganya terus berputar, berulang-ulang, mungkin akan membuatnya bosan namun ia tetap ingin. Selena memegang gelas dengan kedua tangan, meneguknya tanpa tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
STANDOFF
RandomBRUG. Seluruh orang menahan nafas ketika melihat seseorang menabrak Selena hingga ia terjatuh dan mengakibatkan ponselnya retak. Dan.., lihatlah si pelaku. Dia seorang perempuan. Murid-murid berdatangan, penasaran dengan kejadian selanjutnya setelah...