Anggun Brevia Anderson

29 3 3
                                    

Mentari mulai memasuki celah jendela kamar yang di tempati Anggun, membuat sang empunya mengerjapkan mata. Sadar dengan apa yang terjadi membuat Anggun kembali menghela nafas pasrah.

Anggun mulai merapikan tempat tidur, lalu menuju kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi, setelahnya ia akan pergi ke dapur untuk membuat sarapan pagi buat Edsel. Eits, sejak kapan ia memikirkan Edsel? Tidak, tentu saja sebagai bentuk ucapan terimakasih.

Pagi ini Anggun hanya menyiapkan susu, roti, dan juga selai, itu saja. Anggun kini mengelilingi apartemen yang di tempatinya saat ini, melemparkan pandangan keseluruh penjuru,  hingga pada akhirnya matanya menangkap sebuah pintu bercat hitam dengan papan tulisan bergantung, disana tertera jelas sebuah nama "Edsel Reinard Prasa".

Anggun memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu itu.

Tok tok tok

Tok tok tok

Ketuknya sekali lagi. "Edsel, apa kau didalam?" panggil Anggun dari luar. Hasilnya sama saja tetap tidak ada jawaban. Anggun memegang kenop pintu dan membukanya perlahan.

Di sebuah sofa Anggun melihat tubuh tegap Edsel meringkuk seperti menahan dingin, iapun menghampiri dan mengguncang tubuh terlelap itu.

"Edsel" panggil Anggun lirih. Ia takut mengganggu istirahatnya.

"Edsel.... "

Panggilan itu membangunkan Edsel dari bunga tidurnya. Ia mengerang dan membuka matanya perlahan, menyipitkan matanya, melihat siapa yang berani masuk keruangannya tanpa izin.

Edsel mengerutkan keningnya. "siapa yang menyuruhmu masuk?" tanya nya dingin dengan tatapan menusuk.

"maaf, aku hanya ingin membangunkanmu  untuk sarapan" ungkap Anggun jujur.

"hanya itu?" tanya nya lagi. "kamu tahu dimana arah pintu keluar" usir Edsel halus.

"tadi malam dia seperti malaikat penolong yang tanpa alasan membawaku kesini, paginya seperti es batu, tahu akan seperti ini akan ku biarkan dia tetap bersama mimpinya" gerutu Anggun dalam hati.

Anggun berbalik dengan menghentakkan kakinya kesal, meninggalkan Edsel yang masih mengumpulkan kesadarannya.

Drrt.. Drrt

Setelah kepergian Anggun handphone diatas meja kerjanya bergetar, hal itu membuat nya bangkit dari sofa.

"bagaimana, sudah dapat?" tanya Edsel to the point.

"kerja yang bagus Zack, segera kirim ke email saya" perintahnya tegas, lalu memutus sambungan.

_____

Jam menunjukkan pukul 07.00 saat Anggun masih sibuk didapur, entahlah Anggun hanya ingin punya kesibukan seperti memasak, nyuci piring, membuat kue, daripada melamun yang ujung ujungnya akan berakhir dengan meratapi nasibnya yang malang saat ini.

Suara pantofel membuat Anggun menoleh, Anggun terpukau melihat ketampanan Edsel pagi ini, dengan kemeja putih, dibalut jas berwarna hitam, lilitan dasinya yang rapi, semakin membuat dirinya terlihat lebih cool, sebelah tangannya ia masukkan kedalam celana nya, dan satunya lagi memegang handphone. Rahangnya yang tegas dihiasi bulu bulu halus di sekitarnya, hidungnya mancung, alisnya tebal, bola matanya cokelat dan bibirnya merah, seakan itu adalah daya tarik dari seorang Edsel untuk memikat wanita, satu kata buat Edsel pagi ini. "PERF___"

"khem" suara Edsel membuyarkan lamunan Anggun, sehingga Anggun salah tingkah.

"mengagumiku nona?" tanya Edsel

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ConscienceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang