Prolog - Secuil Kisah

17 3 1
                                    

Wanita itu menangis dengan sesenggukan di pelukan seorang pria yang tidak lain adalah suaminya sendiri. “A-Aku… Aku sudah tidak kuat lagi…”

“Aku tidak bisa menghadapi sifatnya itu..” Lanjut wanita tersebut dengan masih menangis sekeras - kerasnya. Pria yang dipeluknya itu hanya bisa diam.

Tidak, dia tidak hanya berdiam diri. Ia memikirkan sesuatu yang dapat ia lakukan untuk menenangkan istrinya tersebut.

“Tenang saja istriku.. Tenanglah.. Aku akan mengurus ini semua esoknya jika kau berhenti menangis.” Ucap pria tersebut untuk menenangkan istrinya. Pikirannya berkecamuk, ia bimbang terhadap apa yang akan ia lakukan esok harinya ini merupakan hal yang benar atau tidak. Tapi sudah tidak ada jalan lagi, ia sudah tidak bisa menahan semuanya.

Suara tangis sang istri masih saja memenuhi isi kamar. Bahkan jauh di depan pintu, seorang gadis kecil berdiri mendengarkan percakapan kedua orang dewasa dari luar kamar.

“Apa yang akan Papa lakukan padaku?” Tanya gadis kecil itu. Tanpa sadar sebuah air mata jatuh ke pipinya. Matanya terasa panas. Tidak ada celah untuknya kembali tersenyum seperti sedia kala.

30 Menit yang lalu

“Apakah Mama tidak kemari?” Gadis kecil itu bertanya pada pengasuh yang mengantarkannya tidur.

Awalnya pengasuh itu hanya diam, matanya seperti berlinang air mata. Tetapi kemudian ia menjawab “Mama Nona sedang sibuk, begitupun Papa Nona. Jadi saya yang akan membacakan dongeng untuk Nona.”

Pengasuh itu pun membacakan dongeng kepada gadis tersebut, hingga tertidur. Saat pengasuh itu pergi, gadis kecil itu merangkak turun dari ranjangnya. Perlahan - lahan membuka pintu, lalu berjalan sambil berjinjit ke arah kamar kedua orang tuanya. Tempatnya sedikit jauh dari kamar gadis kecil itu. Maklum, rumah mereka sangat besar seperti istana.

Gadis kecil itu berniat memeluk Mama dan Papa nya untuk mengucapkan selamat malam.

Tapi saat ia tiba di depan pintu, ia mendengarkan sesuatu yang seharusnya tidak ia dengar.

30 Menit setelahnya

Rasa takut menyelimutinya. Ini terlihat wajar, ia masih gadis kecil ketika mendengarkan kedua orang tuanya sudah tidak tahan dengannya lagi. Ia takut, terlaku takut. Padahal ia tidak tahu apa yang akan terjadi esoknya.

Ia bertanya - tanya dalam hati. Apa yang kulakukan hingga Mama dan Papa tidak tahan kepadaku?

Ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Untung, kakinya itu masih kuat menopang tubuhnya berjalan walaupun tubuhnya sudah lemas. Ia mengubur jauh - jauh niatnya untuk memeluk sang Mama dan Papa sambil mengucapkan selamat malam.

Mungkin bukan waktu yang tepat untuk ucapan selamat malam, pikirinya.

Haiii!!
Salam kenal ehe, monmaap kalo berantakan:)
Jan lupa vote dan comment yaa:*

Redline in My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang