Kedua - Batavia dan Bandung

9 2 0
                                    

Seorang perempuan cantik dan anggun sedang duduk di dalam kereta kudanya. Dengan santai ia menikmati pemandangan yang ia saksikan dengan kedua matanya sendiri. Menikmati setiap angin yang menyentuh kulit putihnya dengan sangat dekat. Berulang kali mulutnya mengucapkan "Indahnya kota Bandung"

Setiap kali ia melewati orang pribumi yang sedang beraktivitas, ia selelalu menunduk kan kepalanya, begitupun sebaliknya. Ia begitu terhormat di daerah tersebut. Tetapi ia sangat ramah kepada penduduk sekitar. Menghormati penduduk yang tanahnya ia datangi dan ia pijak adalah salah satu prinsipnya. Dengan kata lain, ia adalah tamu yang seharusnya menghormati tuan rumah.

Gaun berwarna pink serta topi dengan warna yang sama membuatnya semakin tampil elok. Riasan tipis menghiasi wajahnya yang cantik dan manis.

Tujuannya adalah pergi ke stasiun kereta untuk pergi ke Batavia. Sebuah ibukota baru setelah Ambon yang diberi nama oleh VOC.

Ia tidak hanya berjalan - jalan ke Batavia, melainkan mengurus usaha sang Papa yang dipercayakan kepadanya. Sang Papa yang masih tinggal di Belanda bersama sang Mama, memiliki sebuah usaha di kota Batavia dan Bandung. Ia berpikir tidak bisa pergi bolak - balik dari Belanda ke Batavia dan Bandung. Jadi ia mengirim anak semata wayangnya untuk pergi tinggal disana dan mengurus usahanya.

Bagaimana bisa perempuan itu mengurus semuanya sendirian?

Ia telah di didik sejak dini oleh Papa nya, bahkan jika sang Papa sedang berbisnis ia juga turut serta.

"Apakah perjalanannya masih lama Pak Anto?" Tanya perempuan itu kepada Pak Anto, supir kereta kuda yang ia tumpangi.

"Sebentar lagi sampai Nona." Sahut Pak Anto.

Tidak lama kemudian, perempuan itu tiba di stasiun. Bibirnya tersenyum manis saat tiba dan melihat sahabatnya sedang menunggu dirinya.

"Ann!" teriak sahabat perempuan itu.

Ya, Annelise Henzie Boswel, nama perempuan tersebut. Boswel merupakan nama marga keluarga kecil tersebut yang diambil dari keturunan Papa. Sementara Henzie sendiri adalah nama tengah dari Mama nya. Ia lebih akrab dengan panggilan Ann.

"Ssttt! Pelankan suaramu! Ini tempat umum Belinda." Ucap Ann
"Mengapa? Kau malu? Lihatlah, mereka semua menatapmu karena kau begitu cantik." Sahut Belinda
"Tidak, mereka semua menatapmu karena kau sangat berisik."

"Kau sudah gila Ann? Bahkan jika aku tidak berbicara tempat ini sudah ramai dengan sendirinya." Ucap Belinda dengan sedikit nada kesal.

Ann tertawa lalu mencubit pipi sahabatnya tersebut. Memang benar, ini adalah stasiun dimana suara semua orang menggema dalam satu ruangan disertai dengan suara kereta asap.

"Sudah cukup Belinda, antarkan aku sampai disini saja." Ucap Ann saat kereta telah tiba.
"Apakah kau akan lama?" Tanya Belinda dengan gelisah
"Tidak, esok aku sudah kembali."
"Baiklah, aku akan menunggu. Jaga dirimu disana."

Ann berjalan menaiki kereta asap yang berwarna hitam itu. Seluruh mata tertuju padanya, melihat kecantikan dan keanggunan perempuan yang masih terlihat seperti remaja walaupun ia sudah berusia 22 tahun.

Ia tak sendiri, Tuan Garrit, asistennya juga turut serta dan telah tiba lebih dulu di stasiun. Tuan Garrit telah menemani Ann saat Ann masih remaja. Membantu Ann mengelola bisnis. Meskipun usia Tuan Garrit sudah berkepala empat ia masih belum memiliki istri dan anak. Bukan karena apa - apa, Papa Ann, Dedrick Adima Boswel memerintahkan Tuan Garrit untuk tetap setia menjaga anaknya tersebut.

"Nona, kita akan bertemu klien baru di Batavia yang nantinya akan bersama kita saat pulang." Jelas Tuan Garrit
"Hmm.. Baiklah." Sahut Ann saat selesai meminum teh nya
"Kabarnya ia lelaki yang masih belum memiliki pasangan." Lanjut Tuan Garrit
"Lalu apakah aku harus mencarikan jodoh untuknya? Dasar Tuan Garrit, ada - ada saja." Ucap Ann dengan sedikit tertawa.

Tuan Garrit pun tersenyum, rupanya Ann masih belum memiliki keinginan untuk berkenalan dengan seorang laki - laki lain. Tuan Garrit memuji kesetiaan Ann kepada pasangannya tersebut, meskipun keduanya bahkan belum pernah bertemu sekalipun. Hanya lewat sepucuk surat yang dikirimkan setiap bulannya.

Saat telah tiba di Batavia, beberapa orang anak buah Ann menyambut kedatangannya serta membawa Ann untuk pergi ke pabrik usahanya. Tidak terlalu jauh memang dari stasiun.

"Annelise!" Sapa seorang pegawai dengan gembira kepada Ann, saat Ann telah tiba.
"Tuan.. Bagaimana kabar Anda?" Tanya Ann
"Hahaha aku cukup baik - baik saja, kedua putriku memasuki masa sekolah saat ini."
"Wah.. Itu merupakan hal yang bagus." Puji Ann
"Ohh ya, Saya akan memperkenalkan Anda kepada klien kita yang kemarin malam datang dari Netherland."

Ann mengikuti langkah kaki lelaki tersebut kedalam sebuah ruangan yang cukup tertutup, mungkin hanya para petinggi saja yang dapat berada di dalam sana.

"Yah, perkenalkan Ann dia Gerald gotthardo dekker. Seorang bangsawan yang juga memiliki usaha di Bandung." Ucap lelaki itu

Ann membungkukkan badannya memberi salam, begitupun lelaki yang bernama Gerald tersebut.

Ann membungkukkan badannya memberi salam, begitupun lelaki yang bernama Gerald tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya telah mendengar diri Anda dari tuan Manajer." Gerald mencium tangan Ann sembari menundukkan kepalanya.

Mungkin bagi siapa saja Gerald sangat tampan, ia tinggi dan berpostur sangat bagus. Setiap perempuan yang tangannya dicium olehnya pasti akan terbius dan jatuh cinta seketika.

Tapi tidak dengan Ann, wajahnya menunjukkan senyum hambar saat Gerald mencium tangannya. Sejenak ia berpikir perilaku Gerald kepadanya sangat manis, tapi kembali ia berpikir bahwa ia telah memiliki kekasih

Haii! Thank you udah mau baca! Maaf yaa kalo ngga jelas ehe
Jan lupa vote dan comment yaa!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Redline in My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang