Jam menunjukkan pukul 06.35 WIB
Ibu sudah pergi kerja setengah jam yang lalu.Ibu kerja di SD tempatku sekolah dulu dan tempat ibu menimba ilmu dulu. Iya aku dan ibuku menuntut ilmu di sekolah yang sama.
Bukan, ibu bukan bekerja sebagai guru apalagi kepala sekolah.
Ibu disana berjualan di kantin sekolah, menjual makanan ringan yang untungnya hanya seribu dua ribu.
Setelah istirahat pertama selesai ibu akan pulang bukan pulang kerumah, tapi kembali bekerja ditempat lain.
Tidak jauh dari rumah, masih satu desa. Ibu bekerja membantu bosnya membuat makanan yang dipesan oleh pelanggan. Bosnya tidak membuka restoran atau cafe ia berjualan secara online.
Dan alhamdulillah selalu ramai pembeli.
Jam 5 bahkan kadang jam 6 ibu baru pulang kerja. Ibu lah yang menjadi tulang punggung keluarga kami.
Kenapa bukan ayahku? Mungkin pertanyaan itu terlintas dibenak kalian.
Aku tak mau menjawabnya sekarang, nanti kalian juga pasti mengerti.
Aku membersihkan sepatuku, sebentar lagi aku akan pergi sekolah. Kedua adikku sudah pergi sekolah sedari tadi.
Iya, aku masih seorang pelajar. Masih menjadi siswi putih abu-abu di salah satu SMA kecamatan tetangga.
Ini tahun terakhirku menjadi anak EsEmA , lagi lagi tebakan kalian benar aku kini kelas 12. (Siapa coba yang nebak thor wkwk)
Sambil membersihkan sepatu aku melihat ayah yang kembali merapikan jemuran pakaian yang aku jemur tadi pagi.
Balik sini, balik situ akhirnya posisi jemuran pakaian kembali seperti semula.
Tentu saja sambil merapikan pakaian mulutnya tak berhenti mengoceh mengeluarkan kata demi kata yang begitu menusuk.
Aku berusaha menulikan telingaku, untungnya aku sedikit kebal karena ucapan kasar dari mulut ayah sudah terlalu sering kudengar.
Bertahun-tahun ucapan dan kata-kata kasar menemaniku, semenjak aku kembali lagi bergabung dengan keluarga ini aku harus terbiasa menahan semua rasa sakit.
Aku berusaha menahan emosi agar tak tersulut oleh perkataan ayah.
Setelah selesai memakai sepatu aku langsung pergi ke sekolah tanpa berpamitan.
"DASAR ANAK KURANG AJAR! PERGI SEKOLAH NYELONONG AJA! NGGAK PAKAI PAMIT" teriak ayahku.
Airmataku menetes, aku cengeng bukan?
Bukan! Bukan aku tak ingin berpamitan dengan ayah tapi setiap ingin salam ayah seakan tak sudi mengangkat tangannya.
"Kalo mau pergi ya pergi aja! Nggak usah salaman terus" itu yang biasanya ayah ucapkan.
"Yah aku pergi sekolah dulu yaa"
Dulu, iya dulunya aku pernah berkata seperti itu. Tetapi yang kudapat hanya keheningan tak ada jawaban.Sampai akhirnya aku memutuskan untuk tidak berpamitan apalagi bersalaman.
Tetapi tetap saja kena omel.
Oh iya aku lupa, aku kan selalu salah dimata ayah. Emang kapan aku pernah benar?
Aku menghapus air mataku , aku menyalakan handphone dan melihat jam yang masih menunjukkan pukul 06.50 WIB
Kakiku berjalan santai, butuh waktu kurang dari sepuluh menit untuk sampai kedepan gang.
Kalau dipikir-pikir harusnya aku tidak berjalan kaki. Harusnya ada yang mengantar , tapi siapa? Mengharapkan ayah? MANA MUNGKIN!
Kenapa tidak aku saja bawa motor sendiri ke sekolah? Jawabannya karena aku tidak bisa. Kalau bisa pun sudah tentu tidak diizinkan oleh ayah.
Kalau yang tak terbiasa jalan jauh sudah pasti mengeluh. Jalan yang berkelok-kelok membuat perjalanan terasa dekat padahal kalau seandainya jalan diluruskan duhhh dibayangkan saja sudah lelah rasanya.
Setelah sampai di depan gang aku menunggu angkot.
Ahh lega rasanya selama beberapa jam kedepan aku terbebas dari rumah.
Aku sangat berterimakasih kepada pemerintah yang menerapkan sistem fullday.
Jadi aku bisa lebih lama terhindar dari ayah.
Sekolah tempat yang setidaknya sedikit lebih baik dari rumah.
Bagi mereka rumah adalah tempat ternyaman untuk pulang tapi bagi diriku rumah bagaikan neraka yang harus kujauhi.
Nyatanya tak bisa, itu hanya harapku saja.
💪💪💪
Hallo haloo readersku!😋
Udah part tiga nihh, Gimana? Makin suka atauu sebaliknyaa?Kritik dan sarannya dong?
Seperti biasa jangan lupa votment, kalau ada typo jangan lupa beri tahu yaa.See you next chapter!😚
Bengkulu, 8 Mei 2020.
Deanti Putri Rania
Ig : deantiputriraniaa_
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Musuh Ayahku
RandomHidup yang kelam tak ada setitik cahaya yang menerangi. Masalah silih berganti mendatanginya seakan enggan untuk pergi. Bahagia tak kunjung datang jangankan menetap , singgah saja seakan tak sudi. Tinggal serumah dengan ayah kandung tapi jahatnya me...