Dua

21 4 0
                                    

Tolong cek typo ya,good readers.

####

Aku menyampirkan jilbab,meraih tas lalu lari turun sambil menenteng sepatu,

"FATIN!! MAU BERANGKAT KAPAN LO!" Teriak Kak Medina,panggil saja Kak Mea.

Masih terengah,aku duduk di ruang makan,meneguk susu

"Sama adiknya jangan lo-gue,dong Teh.." tegur Ibu. Aku menyimpan tawa,Kak Mea hanya meringis.

"Teh Caca kapan pulang?" Tanyaku sambil mengenakan kaus kaki,

"Semalem telpon, bilangnya sih nggak pulang bulan ini. Naon atuh?" Tanya Kak Mea ganti

Aku menggeleng, "tanya aja..haram emang?"

Kak Mea mendesis,"nyolot sih?!"

"Yuk berangkat," Ibu menengahi sambil menenteng tas belanja dan kunci mobil.

....

Sesampainya di sekolah..

"Nanti mau dimasakkin apa?" Tawar Ibu sebelum pulang mengantar,

"Tempe penyet," jawab Kak Mea,membuatku memutar mata.

"Cah brokoli,Bu,"

Kak Mea menoleh cepat,"apa sih..sayur mulu?"

"Ya daripada sambel terus,"

Sebelum ia menyemprot,aku melambaikan tangan pada Ibu.

"Masuk dulu ya,Bu..doain ujiannya lancar, assalamu'alaikum,"

Aku mendahului nenek lampir satu itu. Sambil membuka tas, mengeluarkan buku,

BRUKK..

Salahku,tak memperhatikan jalan. Kulihat tumpukan buku tulis bercecer,
Please no drama FTV ..

Aku memungutinya cepat,mendongak. Fathur.

"Maaf mas,nggak ngeliat,"

Ia hanya mengangguk,menerima buku dariku. Melangkah berlalu, sesaat dia menoleh

"Fat.."

Aku mengedikkan alis,

"Ketua kelas jangan lupa ambil kartu ujian,"

"Oh..o.." belum selesai,dia sudah berlalu. Aneh,bodo amat.

:::__:::__:::

"Fatin!!! Kartunya!!" Teriak ketua kelas,aku yang duduk bersender tembok hanya mengulurkan tangan.

"Syukron,"

"Apaan tuh,"

"Makasih,lho ."

"Oalah..sama sama.."

"Kita sekelas sama kelas berapa?"

"12 IA-1,"

Apa? Nggak salah denger kan? Wah,bakal ketemu nenek lampir tersayang nihh..

Bel masuk ujian terdengar.
Terlihat anak kelas 12 masuk dengan sedikit songong. Maaf,mungkin merasa senior kali ya?

Arrum yang duduk di ujung melihat ke arahku

"Apa?" Isyaratku dengan alis,

"Fathur.."

Aku menoleh ke arah pintu. Ia berjalan tenang sambil membaca buku,lalu duduk di...sebelahku.
Tenang Fatin..Imam itu didepan kok,bukan disamping.

Dua jam berlalu tenang.
Sayangnya,hari ini malas sekali pergi ke kantin. Arrum sudah melayang bersama Ais. Aku membuka buku,memilih membaca materi untuk  ujian kedua.
Suara lembaran kertas membuatku menoleh.

"Eh,nggak ke kantin?" Pertanyaan itu lolos begitu saja. Fathur menggeleng. Fokus pada bukunya.

Sumpah,dia pantes buat Kak Mea.

Aku tertawa jahat dalam hati.

"Lha kok berduaan?!"

Aku menunduk lagi setelah melihat teman Fathur yang mulutnya penuh materi.

"Fat.."

Aku mendongak,cowok itu masih diambang pintu,tertawa.

"Ketika Fatin dan Fathur sebangku," komentarnya sambil terpingkal. Ia berlalu

"Nggak jelas sih,ngganggu doang," celetukku tak sadar

"Seandainya mengumpat itu diperbolehkan.." aku berdesis pelan,sambil menajamkan mata membaca materi

"Sayangnya enggak tuh," Fathur bersuara. Aku hanya mengangkat bahu,semoga segera berlalu ujian ini.

Yaa,semua ujian ini.

:::__:::__:::_:::

Sepulang sekolah,aku dan Arrum mampir ke pojok WiFi di dekat kompleks. Alasannya sederhana: belajar bareng.

Aku memilih duduk di bawah kipas angin,mengeluarkan bekalku.

Arrum memutar bola matanya,
"Sampe kapan mau minum susu sama makan batagor?"

"Ketika kamu suka,nggak ada kata bosen Rum.."jawabanku membuat Arrum memukul kepalaku dengan pena.

"Terserah deh,ajarin ini," pinta Arrum.

Aku mengangguk,lalu kami benar benar belajar. Tepat saat adzan Ashar,kami berberes. Mataku menangkap sosok lelaki yang duduk di bawah meja payung.

"Jangan diliatin mulu,ntar suka loh,"

Aku menatap Arrum, horor.

"Mana ada ngeliatin doang,jadi suka,"

"Cinta itu karena terbiasa,loh..itu pepatah lama. Tere Liye aja percaya pepatah lama itu benar,masa kamu enggak?"

"Wah, kiblat teori-mu Tere Liye ya? Pantes kamu bucin," aku duduk lagi,menghabiskan susu. Minum sambil duduk guys.

Mataku masih menatap heran lelaki itu. Biar ku tebak,mungkin dia seumuran Kak Caca,sekitar 20 sampai 22 tahun.

"Eh,inget! Yang ngasih setumpuk novel Tere Liye,trus maksa suruh baca siapa ya??" Sindir Arrum. Aku mengacungkan dua jari. Peace.

"Heran sama tuh cowok," ujarku tiba tiba saat kami sudah dekat dengan perumahan. Arrum bertanya,
"Kenapa? Cowok siapa?"

"Yang tadi itu loh,Rum. Masa ke WiFi corner,baca buku sama dengerin headset doang? Nggak niat cari gratisan,"

"Sejak kapan kamu suka berkomentar,"

Aku kicep. Nggak boleh Fatin,nggak boleh mengutarakan prasangka,paksa batinku

"Hehe..nggak sengaja. Thanks loh udah diingetin,"

Arrum menunjuk Mamanya yang sudah menunggu di pos satpam

"Duluan,Fat..makasih udah diajarin,"

"Oke,aku duluan juga yaa.."

"Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumussalam,"

:::__:::__:::

Sebelum tidur,aku membuka ponsel. Membaca postingan terbaru seorang blogger,

Tentang Manusia dan ragamnya
Aku membaca sebuah buku,
Penulisnya menyarankan untuk mencari siapa diri kita.
Mungkin terlihat klise,saat usia kita pada masa penguatan jati diri..
Tapi yang membuatnya sangat menarik adalah
Kita mencarinya pada ayat ayat Alquran. Kalam-Nya.
Mencocokkan diri kita dengan pribadi "perusak mengaku memperbaiki,"
Atau "rajin shalat tapi tak mengingat Allah sama sekali,"
Atau yang lainnya
Jujur. Itu sangat menantang.
Kalian,mau coba?

Aku mengernyit. Nyatanya,aku tertidur malah kemudian,karena terlalu berpikir.

Apa aku lupa bilang?
Aku perempuan yang senang berpikir tanpa sengaja.

--------------------------------------
790 kata. Semoga bermanfaat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang Bumi dan ManusianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang