"Mohon perhatiannya kepada seluruh siswa SMK Perwira harap segera memasuki lapangan upacara!" Perintah dari kesiswaan pun menggema di wilayah SMK Perwira dan sekitarnya, seluruh siswa pun bergegas menuju lapangan upacara. Lantas mereka berbaris berdasarkan kelasnya masing-masing.
Sedangkan, murid yang datang terlambat pun masih terus berbondong-bondong dari arah gerbang sekolah meskipun mereka tahu bahwa mereka tetap akan dibariskan terpisah dari kelasnya.
Upacara pun dimulai, teriknya mentari pagi ini mengiringi upacara hingga selesai. Banyak murid yang terlihat lelah karena kepanasan, tapi diantara mereka ada beberapa murid yang begitu menikmati detik demi detik upacara pagi ini. Alasannya simple, yaitu mereka bahagia melihat sosok orang yang dikaguminya. Meski harus ada jarak tapi mereka menikmatinya.
Seperti Nadira and the geng, terkadang mereka hanya bisa diam dan fokus saat penaikan bendera saja lalu untuk selajutnya entah mulutnya yang terasa geli saat tak bersuara, tangannya yang terus jahil, atau bahkan matanya yang kadang mencari-cari sosok yang mereka kagumi.
Nadira, gadis baik, cerdas, senang membantu, tidak terlalu cantik tapi manis. Dia gadis yang serba sederhana dan tidak pernah mau ribet. Gadis dengan sejuta senyum, baik itu tulus ataupun sekedar menyembunyikan rasa sakit dan masalah di hidupnya. Sulit baginya untuk mengijinkan orang lain mengetahui hiruk pikuk kehidupannya.
"Dir, coba lo tengok belakang deh." ucap Gita, sambil menepuk bahu Nadira yang berbaris di hadapannya. Gita adalah salah satu sahabat Nadira. Gadis cantik, baik, cukup cerdas tapi sedikit lemot dan asal bunyi.
"Iya Dir, coba deh lo nengok!" ucap Mira yang baris di samping Gita menyetujui. Mira, sahabat Nadira juga dia baik, cantik, gemar selfie, dan selalu menomor satukan sosial media.
"Apa sih?" tanya Nadira, menghadap ke belakang diikuti Naya yang berbaris di sampingnya. Naya, gadis cantik, baik, ceria, peka, cukup cerdas dan baperan serta mudah untuk jatuh hati.
"Tuh lo liat Kakak osis yang lo taksir ada dibelakang, pura-pura pingsan gih siapa tau digendong." jawab Gita.
Sejak beberapa bulan yang lalu Nadira sempat mengagumi sosok Revan, Revan Anggara anak kelas 12 yang notabenenya sebagai anggota pengurus osis. Sosok Revan mulai mengisi separuh hatinya saat ia sedang berusaha mengikhlaskan perasaannya yang tak terbalaskan, perjuangannya pun tak pernah dihargai. Baginya Revan adalah sosok yang dewasa, berwibawa dan keren tentunya.
"Ouh iya, kerennya doi." sahut Nadira dengan tersenyum menatap kakak kelasnya itu.
"Tapi buat penawaran lo, nggak deh. Iya kalo dia gendong gue, lah kalo orang lain yang gendong gue gimana? Big no!" lanjutnya.
Lalu Gita, Naya dan Mira hanya menanggapinya dengan tertawa. Lalu Nadira yang melihat bahwa Revan yang sedang dia bicarakan itu menghampirinya dia segera kembali menghadap ke depan, diikuti Naya.
"Apa yang kalian bicarakan? Ini waktunya upacara bukan gosip." ucap Revan, si kakak osis yang dikagumi Nadira itu.
"Udah tau kak." sahut Nadira tanpa merasa bersalah.
"Bagus kalo gitu." jawab Revan lalu ia berjalan kembali ke belakang.
"Yaudah sana, gatau apa jantung gue jadi kagak normal kalo lo deket-deket." Gerutu Nadira saat melihat Revan sudah kembali ke tempatnya.
"Lo aneh, dia jauh lo senyum-senyum dia deket lo malah gamau. Gimana sih?" bisik Naya, yang takut ditegur lagi karena berisik.
"Jelas lah gue gamau, bikin salting tau gak sih." jawab Nadira seadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADIRA (OnGoing)
Teen FictionNADIRA Seperti kisah anak remaja pada umumnya, percintaan, pencarian jati diri, persahabatan dan keluarga. Gue, Nadira Yasrina dengan kisah gue yang membosankan.