New York City, Amerika Serikat
Kerumunan siswa di Trinity School semakin bertambah. Pagi ini, tepat pukul delapan, telah terjadi aksi pembunuhan. Tak di ketahui pasti bagaimana kronologinya. Yang jelas, terdapat luka pada tubuh korban yang apabila di telaah seperti luka tusukan senjata tajam.
Hiruk pikuk semakin ramai dengan kedatangan anggota kepolisian, tentu dengan anjing pelacaknya. Tak luput mereka juga membawa detektif untuk mencari tahu kronologi pembunuhan.
Leon yang pagi itu harus segera sampai kelasnya terhenti, menatap bingung kerumunan siswa-siswi lainnya. Sejenak ia lupa akan PR yang akan ia kerjakan pagi ini. Nalurinya mengatakan bahwa ia harus mencari tahu apa yang sedang terjadi. Dengan postur tubuh proposionalnya, disibaknya kerumunan tersebut demi memenuhi rasa ingin tahu nya.
Kini, di hadapannya tergeletak mayat seorang siswa yang memakai seragam yang serupa dengannya. Mayat ini tidak berceceran darah seperti kebanyakan korban pembunuhan yang sering ia lihat di televisi. Sepenglihatannya, hanya ada luka pada leher korban, seperti luka gores namun terlihat dalam. Hanya saja, satu hal yang membuat Leon bingung. Mengapa wajah korban menampakkan ekspresi ketakutan, dengan mata yang melotot dan mulut dalam keadaan menganga seolah-olah sang korban melihat sesuatu yang sangat mengerikan sebelum ia menemui ajalnya.
~☆~
Jam menunjukan waktu istirahat. Gerombolan siswa-siswi bergegas ke luar kelas mencari hakikat surga dunia, kantin. Tempat melepas lapar dan dahaga. Tempat dimana kita melupakan sejenak pelajaran-pelajaran yang terus kita geluti.
Leon dan temannya, Andi, bergegas seperti siswa lainnya. Sedari tadi perutnya sudah meraung-raung meminta di penuhi asupan gizi. Leon dan Jee sudah bersahabat sejak saat awal MOS (Masa Orientasi Sekolah), tidak ada kesan yang menyenangkan, pertemuan mereka tidak seperti persahabatan yang biasa terdapat pada cerita-cerita.
Yang jelas, semua orang tau , dimanapun Leon berada, dapat dipastikan Jee juga berasa di sekitarnya. Sudah seperti hukum alam.
Kantin tidak terlihat seramai biasanya. Leon menduga hal ini karena kasus pembunuhan tadi pagi. Sekolah memang tidak di liburkan. Hal ini karena tidak diketahui pasti apakah kasus tersebut bersangkutan dengan pihak sekolah atau tidak. Aneh bukan? Jelas-jelas siswa lah yang menjadi korban, bagaimana mungkin tidak ada sangkut pautnya dengan sekolah.
Mayat korban sudah di serahkan kepada para ahli forensik untuk di otopsi. Pihak keluarga korban sudah dihubungi, saat melihat jasad korban tadi, keluarganya menangis histeris.
Usai memuaskan cacing dalam perutnya, Leon dan Jee bergegas masuk ke kelas, lima menit lagi bel akan berdering jadi, lebih cepat lebih baik.
Siang ini, mata pelajarannya Pak Suryoto, Sejarah. Leon tidak terlalu tertarik dengan materi yang di ajarkan. Ia masih belum bisa move on dari kejadian tadi pagi. Ada sesuatu yang janggal, ekspresi korban tersebut masih terbayang di benaknya. Luka pada korban juga, bagaimana mungkin tidak ada darah yang berceceran pada luka tersebut.
Ditengah asiknya menelaah, Jee yang duduk disampingnya berdehem, memecah lamunan Leon.
"Lo kenapa?" tanya nya.
"Gapapa, cuma bingung aja sama kejadian tadi pagi" balas Leon.
"Hmm, yang pembunuhan tadi?" tanya Jee memastikan dan dibalas dengan anggukan oleh Leon.
"Sebenernya gue nemu sesuatu di lokasi pembunuhan, tadi saat korban dibawa ke mobil ambulance untuk diotopsi, di tangan korban ada kertas dan jatuh saat dia mau diangkat. Jadi gue ambil aja. Dan lu tau apa isi nya??" lanjut Jee.
"Apa?" tanya Leon antusias.
"Kosong"
Leon mendesah kecewa. Dia pikir akan ada sesuatu yang menarik dari kertas tersebut ternyata zonk.
"Lu masih simpan kertas nya?" tanya Leon.
Jee mengangguk kemudian membuka tas ranselnya dan mengeluarkan secarik kertas putih bersih.
Diambilnya kertas tersebut dari tangan Jee dan dilihat memang kosong. Tapi, apa maksudnya? Apa mungkin cuma kertas biasa? Tapi Leon ingat dalam film-film detektif yang pernah ia tonton. Jangan pernah menyepelekan benda-benda yang bersangkutan dengan korban, apalagi kalau benda tersebut ditemukan di sekitar TKP ( Tempat Kejadian Perkara).
"Boleh gue bawa?" tanya Leon.
"Bawa aja, buat bikin contekan. Besok kan ulangan Matematika." ujar Jee cengengesan, yang kemudian ditoyor kepalanya oleh Leon. Sekedar informasi, walaupun Leon suka malas mengerjakan PR, dia anak yang pintar, berbanding terbalik dengan Jee yang sering berulah dan nilainya anjlok. Mungkin karena perbedaan itu lah mereka jadi berteman.
~☆~
Saat tiba di rumah nya yang megah, Leon dengan segera memasuki kamarnya yang terletak di lantai dua. Sebelum itu, ia sudah menyiapkan berbagai cemilan untuk menemaninya dalam penelitian. Ya, penelitian kertas kosong yang diberikan oleh Jee.
Ia menaruh kertas tersebut di atas nakas, tepat disamping king size nya. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di atas kasur, masih dengan seragam sekolahnya.
Hatinya mencelos, betapa sepi sekali isi rumah ini. Ia bahkan tak ingat rupa kedua orang tuanya. Sudah sejak lama ia hidup seorang diri. Mungkin 10 tahun yang lalu. Saat ini ia sudah berusia 16 tahun.
Yang dia ingat, Leon kecil terbangun dari tidurnya dan semua orang hilang. Di rumah itu sudah tidak ada seorang pun kecuali Leon. Bahkan asisten rumah tangganya pun hilang. Pamannya lah yang membiayai hidupnya sampai saat ini. Pamannya pun tak mengetahui prihal hilangnya anggota keluarga Leon. Semuanya lenyap. Seolah-olah ditelan bumi dan tak meninggalkan celah sedikitpun.
Sekarang, dia hanya ingin fokus pada karirnya. Ia tidak mau mengecewakan pamannya yang telah membantu merawatnya.
Paman nya tidak tinggal di New York, tetapi ia tinggal di Tokyo, Jepang. Ya, meniti karirnya sebagai pengusaha kaya raya. Saking gila kerjanya, dia bahkan belum memiliki pasangan hidup di usianya yang telah genap 30 tahun.
Suara jam dinding memecahkan lamunan Leon. Dia menuruni kasurnya dan mengambil handuk serta pakaian ganti di lemari. Kemudian ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.
~☆~
Mentari mulai turun ke peraduannya menampilkan siluet oranye dan hembusa angin yang terasa damai membelai kulit.
" Hmm.. " gumam Leon yang sudah satu setengah jam waktunya ia habiskan untuk membaca berbagai artikel dari internet.
Tangannya sibuk mengotak-atik keyboard, mengetikan huruf demi huruf pada bilah pencarian.
"Akhirnya!" ia berseru senang seraya meraih kertas kosong yang ada di samping komputer.
Dicelupkannya kertas tersebut pada segelas air putih yang baru saja ia bawa.
kemudian pada kertas tersebut tertera tulisan " Καλό παιχνίδι ". Bahasa apa itu? Apa maksudnya? Leon pun tak tau.
Sedari tadi ia mencari di berbagai situs tentang makna kertas kosong dan hubungannya dengan pembunuhan. Namun, tidak menemukan titik terang.
Ternyata itu hanyalah kertas yang ditulis menggunakan invisible ink (tinta tidak terlihat), biasanya menggunakan air lemon yang ditulis dengan catton bud. Yang kemudian di torehkan pada secarik kertas.
Tetapi, apa arti dari tulisan tersebut?
~☆~
Hai! Vote + commentnya jangan lupa ya! Share juga kalo bisa. Makasih udah mau baca .
Salam hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystikó
FantasyNamanya Leon, usia 17 tahun yang selalu sibuk menggeluti sesuatu yang berbau teknologi. Hari demi hari ia lalui dengan penuh tanda tanya. Namun ada satu hal yang membuatnya berpikir kritis, yaitu tentang dunia ini dan tentang 'MEREKA' yang berhasi...