satu

40 3 0
                                    

Perhatian, para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA328 tujuan Yogyakarta dipersilakan naik ke pesawat udara pintu A12.

Nah, itu yang aku tunggu dari tadi. Aku langsung beranjak menuju pintu yang ditandai dengan nomor A12. Yang menghubungkan antara Gedung Bandara Soekarno Hatta dengan pesawat yang akan membawaku ke Jogja.

Cukup bingung mencari seat yang tertera di boarding pass untuk aku yang pertama kali naik pesawat sendirian. Tapi tak lama kemudian aku berhasil menemukan kursiku yang letaknya tepat di samping jendela.

Oh iya, perkenalkan aku Aksa, Aksa Gandhi Aiswaryan. Remaja gagah usia 15 tahun yang sama sekali belum pernah bertemu dengan ibu kandungnya sendiri. Ibuku meninggal ketika melahirkan aku di usianya yang ke 20 tahun. Ya, kedua orang tuaku nikah muda yang alasannya belum bisa aku uraikan untuk saat ini.

Aku tinggal berdua dengan papaku di salah satu apartemen daerah Kebon Jeruk sebelum akhirnya papaku memutuskan untuk pindah lebih dulu ke Jogja untuk tinggal bersama orang yang aku sebut sebagai mama tiriku.

Bukannya aku enggan untuk tinggal bersama keluarga baruku. Tapi aku harus rela tinggal di Jakarta beberapa minggu setelah pernikahan mereka untuk menyelesaikan UNBK di SMP lamaku. Itu sebabnya lah aku baru menyusul setelah selesai UNBK dan mungkin suatu saat nanti harus kembali lagi untuk urusan-urusan penting lainnya termasuk kelulusan esok.

Setelah sesampainya aku di Yogyakarta International Airtport yang merupakan bandar udara baru di Jogja, aku langsung menyalakan ponsel milikku kembali yang sedari tadi aku matikan di dalam pesawat. Sambil mencari keberadaan papa di terminal tapi tak kunjung kutemukan. Lebih baik aku duduk dan menelpon papaku.

"Assalamualaikum Pah, papa dah nyampe bandara belum? Aksa udah sampe pah"

"Oh iya Aksa, kakak udah berangkat buat jemput kamu. Kamu tunggu ya nak, mungkin sebentar lagi sampai."

Terkejutnya aku setelah papaku berkata demikian. Bagaimana tidak? Asal kalian tau, kakak tiriku ganteng banget gila. Kalau kalian tau Prince Mateen, dia versi Indonesianya. Warna kulit sawo matang yang agak gelap dengan tubuh atletis dan tinggi sekitar 180 cm. Mungkin seharusnya aku bersyukur punya abang ganteng, seksi, aduhai. Tapi kalian juga harus tahu dong, bagaimana rasanya kalau salting setiap ketemu sama Prince Mateen Junior.

Baiklah, aku lupa memberitahu kalian. Sejak aku umur 12 tahun menginjakkan kakiku di kelas 1 SMP, aku mulai merasakan ketertarikan yang biasa disebut asmara. Di SMP ini aku menyukai beberapa orang, ... sesama pria. Aku selalu merasa kalau ini hanyalah rasa kagum yang biasa.

Tapi sulit untuk dipungkiri, ini lebih dari rasa kagum itu. Aku menyukai teman-teman priaku. Hanya beberapa sih, kiper pemain sepak bola di klubku, wakil ketua OSIS berwajah Arab-Indonesia, dan salah satu pemain voli andalan sekolah yang mempunyai tahi lalat di samping mata kirinya.

Sepintas, kalian mungkin berfikir bahwa aku adalah seorang gay. Mungkin kenyataannya begitu. Tapi aku tak akan pernah berpikir kalau aku gay. Aku yakin kalau nantinya aku akan sembuh. Tapi, bagaimana jika aku semakin ...

"Maaf mas, ada yang bisa saya bantu? Kok keliatan bingung," tanya seorang wanita yang aku tidak tahu sejak kapan dia duduk di sampingku.

"Oh, engga ada apa-apa mbak. Cuman kakak saya baru berangkat untuk jemput saya aja," jawabku agak gelagapan karena memang aku seperti wajah-wajah bingung untuk saat ini.

Petikkan OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang