dua

26 3 0
                                    

Selamat pagi Yogyakarta!

Ku sambut pagi dengan riang gembira, ingin rasanya aku menyibakkan selimutku dan bangkit dari kasur dengan wajah ceria segar sambil menyanyi dan menari!

Tapi sayangnya aku sadar kalau ini bukan Film Petualangan Sherina.

Seperti yang papa katakan semalam, hari ini Kak Wira akan mengajakku jalan-jalan. Iya, jalan-jalan setelah Kak Wira bangun tidur nanti. Ternyata Kak Wira sangat manis kalau sedang terlelap seperti ini. Terakhir kali melihatnya sebelum tidur dia berada di depan komputer miliknya sambil berinteraksi dengan teman-temannya melalui video call.

Sebenarnya aku masih cukup canggung satu kamar dengan Kak Wira. Dengar-dengar dari papaku Kak Wira itu orangnya pendiam. Aku juga sempat merasakannya sewaktu di mobil berdua dengannya saat menjemputku. Tak ada obrolan berarti sebelum aku memutuskan untuk tidur.

(09.02)

Dan Kak Wira masih belum terbangun setelah sekitar 2 jam aku bermain ponsel di ranjang yang sama dengannya. Apa sebaiknya aku bangunkan? Eh, jangan lah, kurasa tak perlu. Lalu kapan aku diajak jalan-jalan dengannya?

Oke, bagaimana caraku untuk membangunkannya? Emm, ... apa aku panggil saja?

"Kak Wira?" jangan, jangan, jangan. Nanti pasti aku terlihat bodoh dimatanya.
Oke, cari cara, cari cara, cari cara ...

Lebih baik aku menonton televisi dengan volume yang keras, atau menjatuhkan sesuatu?

Tidak-tidak, akan sama terlihat bodohnya.

Kenapa aku tidak bermain gitar?

Aksa, kamu lupa kalau tidak bisa bermain gitar? Akan jauh lebih bodoh kalau kakakmu melihatmu memetik gitar dengan suara sumbang.

Bagaimana dengan membunyikan alarm? Emm ... Kurasa tidak, aku tidak mungkin membuka ponselnya dan memasang alarm untuknya .... Tunggu, ada jam beker disampingnya, biar aku lihat. Kurasa dia sudah memasang alarn jam 6 tadi, tapi dimatikan lagi.

Oke, Aksa yuk dipasang jam 09.10

(09.09)

Satu menit lagi Aksa!, saat dia bangun nanti aku sedang apa?! Apakah kamu mau dia melihatmu dalam keadaan ...

Kriiiiing!

"Aksa kok nggak bangungin? Baca apaan?" tanya Kak Wira mendapatiku sedang membaca buku di meja belajarnya setelah sibuk mengotak-atik jam bekernya.

"Baca novel aja kak, gabut sih. Jadi aku ambil aja," sambil menunjukkan novel yang aku ambil random di rak kecil atas mejanya, "oh iya, kita nanti pergi jam berapa?"

"Agak siangan aja mungkin, kamu mau kemana?" tawarnya padaku dengan nada masih bangun tidur begini

"Yah Kak Wira, kan aku nggak tahu banyak tempat-tempat disini," kututup novel yang kubaca tadi dan memutar kursi menghadap Kak Wira

"Iya juga ya, kamu suka apa? Maksudku suka alam, atau apa?" tanyanya kepadaku lagi sambil merubah posisinya menjadi duduk bersandar di kepala ranjangnya yang dibalut oleh ... entah lah aku tidak tahu.

"Alam atau culture kayanya boleh deh kak, di Jakarta nggak ada soalnya,"

"Oke deh, coba nanti aku tanya ke temen-temenku."

Seketika Kak Wira bangkit dan merenggangkan tubuhnya yang hanya dibalut singlet abu-abu dan celana pendek. Astaga, betapa seksinya kakakku ini.

Oh, shit!

Jangan terlalu diperhatikan Aksa, lagipula dia sekarang adalah kakakmu.
Sulit rasanya bagi seorang gay seperti aku yang memiliki kakak seksi, ganteng, dan aduhai. Setiap hari hanya ada godaan, godaan, dan godaan. Tidur satu kamar, bahkan satu ranjang. Ini baru satu hari, bagaimana kalau sampai aku menikah dengan Sang Pangeran pujaanku kelak.

Petikkan OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang