Prolog

15 3 2
                                    

"Selamat good pagi morning cintaku, eh typo ngomongnya, cintana hehehe," ucap lelaki yang tiba-tiba berada di depanku saat ini.

Aku berdecih, menepis tangan kanannya yang merapikan rambut pendekku.

"Ayo, bentar lagi telat."

Dia Reynal. Laki-laki yang sering membuatku tersenyum walau hanya 2 detik. Mungkin bahan lawakannya tidak terlalu lucu, tapi ketika dia tersenyum matanya ikut melengkung sipit, itu yang membuatku tersenyum.

Pagi ini seperti biasa, aku dan dia hanya naik angkutan umum ke sekolah. Sebenarnya, Reynal memiliki 2 mobil di rumahnya tapi tidak tau kenapa dia memilih bersamaku, biar kaya anak kembar katanya apa-apa bareng.

Begitu sampai depan kelas, biasanya Reynal menunggu sampai aku benar-benar meletakkan tas dan duduk manis disana. Aku dan dia beda kelas. Kelasku ini, kelas unggulan sedangkan dia kelas yang termasuk anak-anak favorit guru bk, apalagi dia.

Reynal itu brandalan, tapi kalau tauran sama sekolah lain dia tidak mau, lagi. Dulu waktu smp pernah ngelakuin hal itu sampai ibunya memarahinya, aku ingat sekali dia pergi ke rumahku hanya untuk meminta nasihatku dan tidur dipangkuan ibuku, manjanya sama orang lain wkwk.

Ngomong-ngomong soal sahabat, aku tidak punya. Ya, Reynal itu sahabatku dari kecil, dia juga merupakan tetanggaku. Murid-murid tidak suka kepadaku karena masa lalu ibuku. Itu selalu menjadi bahan ejekan terhadap diriku sampai detik ini. Tapi, jika Reynal mendengarnya dia tidak segan menghabisi nyawa si pelaku.

"Awss.."

Aku merintih kesakitan, berlari meninggalkan kelas untuk pergi ke kamar mandi.

Bagian bawah perutku sangat sakit, meninggalkan jejak keringat di sekujur badan. Aku menutup pintu kamar mandi, memastikan tidak ada darah lagi yang mengalir disana.

Lonceng sedari tadi telah berbunyi, aku perlahan masuk ke kelas dan mendapati bu Kus disana sedang menerangkan sistem pendengaran pada manusia.

Tok tok tok

"Dari mana aja kamu?!"

"Da-dari kamar man.." Pandanganku tiba-tiba saja menjadi hitam, menyisakan suara jeritan seluruh kelas.

Mataku terbuka perlahan, tercium aroma obat-obatan disana. Aku melihat sekeliling, mencoba duduk menetralkaan keadaan.

"Eh, uda bangun. Sini kubantu."

Ahh, ternyata Reynal ada disini, di ruang uks sekolah. Membantuku duduk lalu mengambilkan minum untukku.

"Udah mendingan?" katanya dengan wajah khawatir.

"hmm" aku tersenyum dan sedikit menganggukkan kepala. Itu kebohongan, nyatanya rasa sakit masih menghantam tubuhku.

"Mau diantar pulang nggak?" dia kembali bertanya. "Kamu gak sarapan tadi pagi ya?"

"Aku sarapan kok," ucapku dengan suara pelan.

Diam, seperti biasanya. Aku itu model anak yang kalau tidak ditanya ya diam, tak berkutik.
Tiba-tiba Reynal mengambil tanganku, mengusapnya dan menatapku sangat dalam.

"Cinta. Besok aku mau ke Jaksel."

"Mau ngapain?"

"Aku diterima buat training gratis disana. Hanya dua hari. Katanya harus membawa model sendiri, aku mau membawa kamu. Tapi-"

"Aku sakit," lirihku.

"Nggak, bukan begitu. Modelnya sudah disediakan ternyata. Padahal aku uda seneng banget bakal ngajak kamu, biar kita jalan-jalan hehehe."

Dia selalu tertawa saat bercerita denganku. Pernah kutanya kenapa, dia cuman senyum.

"Yaudah, hati-hati. Kelasku ada ulangan sejarah besok. Tidak apa-apa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang