Dialog oleh: Erga A Irsyad
Ditulis oleh: MumuAskdr_Gadis ini terlihat murung. Berjalan melalui orang-orang yang sedikit menatapnya aneh. Kepalanya tertunduk. Dia barusan dari tempat tongkrongan biasa mereka berkumpul. Sayang, yang ia temui hanya kedua temannya. Dia tidak menemukan Reanata. Kedua temannya juga tidak tahu. Reanata benar-benar tidak memberi tahu alasan dia tidak ikut hadir.
Sampai di pembatas pagar, mendadak hatinya kalut. Menatap malas seorang pria yang tengah duduk bersama mamanya.
Dilihatnya pria itu berdiri dan tersenyum kearahnya. Iya, dia pria hari kemarin yang sok-sokan ikut sarapan di rumahnya.Kembali Kirana berjalan menunduk untuk menghindari tatap dengan pria itu. Terus berjalan menuju pintu masuk. Sebelum masuk Kirana berhenti lalu mengatakan,
"Ran, lagi ngga mau diganggu, ma."
Mamanya setengah kaget mendengar penuturan putrinya. Biasanya Ran pasti antusiasnya berlebihan jika menyangkut pria ini. Memang, sudah beberapa bulan yang lalu Ran tidak lagi membahas pria itu. Tapi mamanya tidak pernah berani menanyakan perihal itu. Karena Ran pasti akan terkesan dingin jika sudah membahas pria ini.
______Ran membuka knop pintu kamarnya, lalu masuk–menutup kembali pintu kamar.
'Huuuffh' Ran membuang nafasnya kasar. Mendongakkan kepalanya, disusul memejamkan matanya. Menikmati rasa aneh dan tidak menyenangkan yang bersarang dihatinya untuk sekarang.
Diraihnyanya handphonenya dari nakas. Lalu merebahkan tubuhnya keras-keras di atas ranjang.
Ran akan menanyakan kepada Reanata sekarang. Kemana ia hari ini.Reanata Prathadirgha
[Lu, tadi kemana?]
[Sory, gw tadi buru-buru diajak mama kerumah Tante, dan hp gw ketinggalan.]
[Ini baru balik.]Ran bernafas lega. Setidaknya An baik-baik saja. Ia merasa cukup dengan jawaban Reanata. Karena menanyakan kepada hal mengapa kerumah Tante, itu bukan haknya.
[Ran?]
[Iya?]
[Kalau misalkan gw pergi, lu boleh?]
[Hah?]
Belum habis rasa tidak enak ini bersarang, sekarang An mengatakan itu. Hatinya tidak bisa menerima kaliamat yang menurutnya terlalu berat untuk dipahami.
[Ngga jadi, lupain.]
[Kenapa sih, An?]
[Ngga kok, bukan apa-apa.]
[Mandi Sono][Lu, ngomong setengah2, ngga ngerti gw]
[Bodo, tau dari mana lu gw belum mandi?]
[Lu di kamar gw ya? Ngintip ya?]Disana Reanata terkekeh. Setidaknya gadis itu masih sama. Masih selalu mengenyahkan sebentar masalah dipikirannya. Sepertinya soal yang tadi, ia merasa perlu mengatakan dan menggantungkannya kepada Ran. Bukan karena apa. Ia hanya berharap, setelah ia mengatakan yang sesungguhnya, Ran tidak terlalu terkejut.
[Ngga papa, yang full kan rasa cintaku padamu]
[Gw kan cenayang][🤮 Buset]
[Iya yang cenayang. Pengen gw injek lehernya masa?]Reanata kembali terkekeh. Ia tidak tahu, bagaimana cara Ran membalas pesannya. Apakah sama-sama tersenyum seperti dirinya ini, atau dengan raut datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay or Leave
Non-FictionBukan tentang kehidupan cinta yang religi, tapi author menceritakan sebuah kisah, dimana seorang gadis dihadapkan dengan sesuatu yang sulit untuk dipilih. Atau tepatnya dihadapkan dengan dua pilihan. Tinggal atau pergi.