"Hehe, Solar tidak bisa mengejarku! Larianku lebih cepat darimu!"
Anak kecil berusia 12 tahun berlarian sembari berteriak girang di sebuah taman besar milik sang Ibu.
Taman itu seluas lapangan voli, bunga hoya, bunga sepatu, bunga peace lily, bunga fuchsia dan lain sebagainya.
Semua jenis bunga itu tertata rapi, bersih dan enak dipandang, tempat khusus yang disiapkan sang Ibu ketika mengetahui anaknya hobi merawat tanaman.
Anak kecil itu kini berhenti berlari, memandang kejauhan keberadaan sahabatnya yang sudah sangat kelelahan.
"Solar, apa kau baik-baik saja? Aku terlalu bersemangat, maaf, hehe." Anak kecil itu merasa khawatir.
Dan anak kecil lainnya mencoba mengejarnya namun stamina miliknya tidak cukup baik untuk menyusul.
"Huftt..., Sepertinya aku terlalu banyak membaca buku akhir-akhir ini," ujarnya.
Manik emerald itu sedikit melayu, ia tidak bisa memaksa sahabatnya terus-menerus bermain kejar-kejaran, anak kecil itu tahu jika sahabatnya mempunyai stamina yang buruk sebab kesehariannya hanya membaca buku dan belajar.
"Baiklah, Thorn juga sedikit merasa lelah. Kita pergi ke rumah kaca saja, yuk." Ajak anak kecil tersebut.
Kini manik silver itu sedikit bergetar, mungkin sahabat anak kecil itu merasa sedikit bersalah.
Dua anak kecil itu berjalan sembari bergandengan tangan, anak kecil dengan mata berwarna emerald bernama Thorn, lalu sahabatnya yang memiliki warna mata silver bernama Solar.
Keduanya sudah berteman baik sejak mereka berumur enam tahun di waktu pertama kali mereka berdua memasuki akademi.
Bahkan orangtua mereka berdua dulu pernah berteman dengan sangat baik, maka dari itu keduanya sudah menjadi sahabat baik hingga sekarang ini.
Sesampainya di rumah kaca, Solar selalu merasa takjub dengan rumah kaca milik Thorn yang dihadiahkan oleh sang Ayah.
Terkadang ia menjadi iri dengan semua perlakuan orangtua Thorn karena orangtua Solar berbeda.
"Solar," panggil Thorn.
Lamunan Solar terpecahkan, ia menoleh ke sumber suara.
Thorn memainkan jarinya, ia seperti menginginkan sesuatu.
"Thorn ingin mendengar kisah bunga abadi yang sempat Solar baca di buku kemarin," pinta Thorn.
Solar tertawa kecil, ia selalu memahami sifat kekanak-kanakan Thorn, "Tentu. Kebetulan aku membawa bukunya."
Rumah kaca itu terlihat semakin indah, di dalamnya terdapat dua sahabat kecil yang sedang meluangkan waktu gembira mereka.
Beberapa menit kemudian, Thorn berdiri bangkit dari duduknya, ia merasa begitu puas mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan oleh Solar.
Tangan Thorn terulur, ia ingin Solar menyambutnya dan memegang tangannya.
Solar menghela nafas ringan lalu memegangi tangan sahabatnya.
Tetapi tubuh Solar yang belum siap berdiri sudah di tarik begitu saja oleh Thorn, Thorn dengan sekuat tenaga berlari-lari menuju keluar rumah kaca dan menuju taman besar milik Ibunya lalu mengelilingi sembari melihat-lihat bunga yang indah.
Berlari memang melelahkan namun Solar tidak selalu merasa begitu, ia kini melihat berbagai macam bunga-bunga yang indah dan angin yang menerpa wajahnya sebab ia berlari kecil bersama sahabatnya, sungguh kenangan yang tidak dapat dilupakan.
Mengetahui Solar sudah mulai tidak sanggup berlari lagi, Thorn melepas tangannya lalu ia mendekati sekumpulan tanaman rumput ekor kuda di taman tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
Short StoryThorn, pemuda berumur 12 tahun itu tidak berhenti-henti berlari kencang di sekeliling rumput ekor kuda yang tumbuh di taman khusus milik Ibunya. "Lihat! Rumput ini, Thorn sendiri yang tanam!" Girangnya. Sahabatnya menggelengkan kepala, "Kau harus b...