Terik mentari mulai menyengat. Para santriwati bukannya berteduh masuk kedalam asrama, malah menantang panasnya matahari, demi melihat para idaman mereka.
Ya, disinilah rutinitas santriwati setiap Jum'at siang. Berjajar di pagar dinding perbatasan, antara santriwati dan santriputra. Apalagi kalau tidak demi melihat para kaum Adam berangkat Jum'atan.
Alya, yang notabenenya masih santri baru, tidak begitu tertarik dengan aktivitas kawan-kawannya. Ia lebih memilih menyalin beberapa pelajaran yang tertinggal seminggu terakhir, didalam kelasnya.
Tempat favorit kedua, setelah kamarnya."Al, ternyata kamu disini?" Ucap suara seorang gadis mengalihkan perhatiannya. Ternyata Naifa.
"Nggak ikut cuci mata?"
Alya hanya tersenyum.
"Ayolah, Al!"
Alya menghela nafasnya. Mau tak mau menghadap sahabatnya yang ingin diperhatikannya itu.
"Buat apa, Nai? Ntar baper, loh. Kalo baper, tuh bikin cepet laper" balasnya cuek.
Alya bangkit, dan membereskan beberapa tugas yang telah ia selesaikan.
"Kamu mah nggak asik"
Naifa mengerucutkan bibirnya. Menurutnya Alya selalu menghindar dalam segala hal yang berbau Ajnabi. Berbeda dengan Naifa, tanpa komando pun, semangatnya langsung naik 45."Aku mau turun, ikut nggak?" Ucapnya, seraya meninggalkan kelas, tanpa menunggu persetujuan Naifa.
"Loh kok aku ditinggal. Alya! Tunggu Al !" Naifa segera menyusul Alya, karna sejujurnya ia tidak terlalu berani, seorang diri di dalam kelas.
"Apalagi, Nai?" Akhirnya Alya menghentikan langkahnya, tepat di kelas lantai bawah.
"Nanti anterin aku ke ndalem ya" Alya memutar bola matanya.
Sedikit tentang Naifa. Naifa adalah santri asal jawa tengah, tepatnya Demak. Ibunya telah meninggal semenjak Naifa lahir. Sedangkan Ayahnya, yang seorang petani, baru meninggal setahun yang lalu.
Sejak saat itu, ia memutuskan untuk menghabiskan separuh hidupnya untuk mengabdi di pesantren. Naifa berkhidmah, meskipun masa sekolahnya belum usai.
"Tumben?"
"Katanya penasaran"
Jujur, memang Alya sedikit penasaran. Karna sejauh ini, ia belum pernah memasuki ndalem utama. Selain para khadimah, Alya yakin, tak ada yang berani berseliweran disana, ataupun sekedar lewat. Karna Kiai sepuh. Kiai Muhammad, orangtua kiai Ahmad. Sering menghabiskan waktu di ndalem utama dengan para cucu-cucunya.
Saat mereka berdua akan menuju asrama, tiba-tiba salah seorang santriwati histeris, di pagar pembatas. Dan membuat para santriwati yang lainnya ikut berkerumun.
"Eh Nai, ada apa?" Tanya Alya ikut penasaran.
"Biasanya kalo ada yang histeris kek gitu, pasti ada Zuhaira" Jawab Naifa bersemangat.
Alya menautkan kedua alisnya.
"Jangan bilang kamu nggak tau Zuhaira" tebaknya, Alya hanya menggeleng. Naifa menghela nafasnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qishotuna
Teen Fiction"Menurutku, tidak ada hal yang lebih penting daripada sebuah kebahagiaan" Zulfan Ahmad "Menurutku, tidak ada hal yg lebih indah, daripada teriakan mendambakan para kaum hawa" Raihan Muhammad "Dan, menurutku, tidak ada hal yg patut diperjuangkan, kec...