Anindyaswari anna, gadis yang selama hidupnya hanya dianggap bayangan oleh keluarganya. Gadis periang, memiliki perasaan, dan cinta. Tapi untuk saat ini gadis itu tidak pernah mengenal arti kata bahagia bahkan beberapa kosakata maupun deskripsi cinta dari balik sampul buku majalah yang akhir-akhir ini sering ia baca. Ia tak paham.
Dia bukan trauma karena sesuatu yang menimpanya sehingga ia tak mengenal hal yang menurut kebanyakan orang wujud dari hidup bahagia tersebut, semua itu karena anna tak diberikan kesempatan bahkan tidak diajarkan bagaimana cara merasakannya.
Gadis itu hanya membutuhkan cahaya agar ia bisa ada, tanpa cahaya ia mati, yang gadis itu butuhkan sekarang adalah wujud baru, orang baru, dan cahaya yang baru agar ia bisa keluar dari kelelahan yang ia rasakan selama ini, semoga.
-Yogyakarta, 20 November 1992
Sore itu aku dipertemukan dengan seorang lelaki, yang bernama Jino, Diwangkara Jino, Lelaki tampan, dengan tinggi badan kurang lebih 178cm, awal yang aku tahu vino jago basket dan mempunyai bakat seduhan kopi terenak yang pernah aku coba.
Angin sore kala itu menerbangkan beberapa helaian rambutku. Aku tak menghiraukannya dan kubiarkan berterbangan begitu saja. Saat itu, aku sedang menangis dan berjalan tanpa tau arah.
Tepat saat itu juga seseorang menabrakku dari arah berlawanan. Aku hanya menunduk diam ditempat ku berdiri saat itu, lelaki itu terkesan cuek dan meninggalkan aku disana tanpa mengucapkan satu patah kata maaf sekalipun.
Aku ber-umpat kecil dalam hati.
Yogyakarta sangat dingin, langit terlihat sangat mendung pertanda akan turunnya hujan. Sesekali aku memeluk tubuhku karena merasa kedinginnan.
Seseorang menyodorkan secangkir cup coffe dari arah depan. Aku mendongak karena lelaki ini jauh sangat tinggi dibandingkan dengan tubuhku yang pendek bahkan seperti kurcaci. Perlahan ku rasakan aroma kopi itu, benar saja espresso americano dari baunya saja aku tahu. Aku sangat menyukainya, sangat hangat jika meminumnya sekarang.
Aku menyeruput espresso americano itu sampai habis. Aku mengatakan pada Jino bahwa aku pernah melihatnya menyeduh kopi tepatnya berada di cafe shop seberang jalan sana. Aku memberitahu Jino arah cafe shop dengan menunnjukkan jari telunjukku.
Jino juga mengatakan untuk tidak membayar nya dengan kata lain ia memberikan itu dengan gratis sebagai rasa bersalahnya telah menabrakku tadi. Dengan santai, aku hanya tersenyum. Setelah itu aku dan Jino saling berbicara basa-basi saja diawal temu, katanya ia sedikit heran kenapa ia tidak mengenali ku sedangkan aku mengenalinya. Bukan berarti Jino orang yang sombong, lelaki itu tidak pernah mengenali seseorang jika tidak memperhatikannya secara detail.
Setelah setengah jam kita berbicara, aku terpikat padanya. Lebih tepatnya aku terpikat dengan cara ia berbicara.
Vino memiliki pengucapan kata yang sangat baik. Sampai sesaat gemuruh terdengar. Jino menyuruhku untuk segera pulang sebelum hujan benar-benar membasahi tubuhku dan kota Yogyakarta.Jino juga langsung kembali pergi dan yang kulihat ia memasuki cafe shop itu. Ya, cafe shop disebrang jalan sana. Sebelum Jino pergi ia sempat berbisik padaku. "Jangan suka sedih, gabaik. Mending suka sama Jino, itu jauh lebih baik."
Aku pikir pertemuan ku dengannya hanya sebatas dihari itu saja, ternyata tidak.
Dua kali ditempat yang sama. Jino melayani ku di cafe itu, kebetulan teman karibku Jihan bekerja paruh waktu disana. Jadi tidak salahnya aku sering mengunjungi dan menunggunya selesai bekerja usai aku pulang dari sekolah.
Jihan orang yang ramah, dia mudah sekali mencairkan suasana dan juga mudah akrab pada siapapun. Apa saja ia pertanyakan, ruangan tidak akan sepi jika ada dia.
Tidak banyak yang kita bicarakan hari itu, Jino hanya menanyakan bagaimana dengan sekolahku. Karena saat itu Jino masih jam kerja, jadi kita tidak memiliki waktu yang cukup luas untuk duduk dimeja dan berbincang seperti hari sebelumnya.
Aku sangat kaget saat perjalanan pulang Jihan mengatakan bahwa seorang lelaki yang duduk bersama ku tadi ialah pemilik cafe shop tempat ia bekerja. Yang dimaksud Jihan ialah Jino.
Jino menjalankan usaha orangtuanya, oleh karena itu disela waktu ia menyempatkan untuk datang dan sekedar membantu meracik kopi buatannya dengan sentuhan yang luar biasa.
Bisa dibilang Jino bukan orang yang pelit akan ilmu, dia juga mengajari aku dengan sangat detail dan benar. Seiring waktu aku semakin dekat dengannya, tetapi saat itu aku belum memiliki rasa spesial untuknya.
Aku melakukan kesalahan saat sedang diajari, posisi tangan ku selalu salah saat memegang alat Tamping Espresso. Tamping cara barista untuk memadatkan bubuk kopi ( untuk menghasilkan espresso) agar menyatu erat ke dalam portafilter.
Jino bergegas membenarkan posisi tangan ku yang salah, telapak tangannya yang lembut menyentuh tangan ku. Aku selalu merendahkan diriku yang bahkan terlampau jauh sangat pendek darinya. Aku hilang kendali entah kenapa aku merasa senang detik itu.
Kami semakin dekat bahkan Jino juga mengutarakan perasaannya padaku. Aku benar-benar sudah gila. Aku mengharapkan ia membacakan proklamasi cinta seperti yang ada pada film di televisi . Percuma saja itu akan membuat semuanya menjadi aneh, bahkan untuk membayangkan saja pipiku sudah sangat memerah.
Kami berpacaran.
Aku menjatuhkan ponselku dikamar saat aku selesai mendengarkan suara seseorang disana. Sahabat Jino yang memang juga mengenalku memberitahu bahwa Jino mengalami kecelakaan dan sedang dirawat dirumah sakit. Aku bergegas keluar rumah dan mencari bus untuk mengantarkanku menemuinya.
Pikiranku sangat kacau, yang ku pikirkan hanya Jino. Apa kabarnya? Apa dia tidak kenapa-napa? Aku sangat merindukannya.
Air mataku jatuh saat itu juga, aku memegang knop pintu dan kututup lagi dengan perlahan. Jino yang menyadari kedatanganku dengan cepat memanggil namaku. Terlihat Jino mengejarku bahkan akupun tau ia benar-benar tidak sangat kuat untuk mengejarku dengan kondisi seperti itu. Aku sempat menolehkan kepala ku untuk melihatnya.
Hari itu, aku benar-benar diterbangkan dan dijatuhkan sejatuh-jatuhnya sebelum tahu arti kata cinta dan bahagia. Aku sudah menetapkan hati namun semuanya hancur begitu saja. Saat itu juga aku mengakhiri hubunganku dengan Jino melalui telepon ku.
Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, bahkan terakhir kali dirumah sakit. Yang kudengar dari sahabatnya ia dipindahkan melanjutkan sekolahnya diluar negeri. Dan saat itu juga aku semakin yakin Jino tidak serius bahkan terlihat biasa-biasa saja setelah kejadian dirumah sakit 3 tahun terakhir.
Aku merasa lelah saat dipaksa untuk bahagia padahal aku tak pernah bisa merasakan itu sendiri, aku lelah saat dipaksa untuk mengeluarkan emosi walau sebenarnya aku tak memiliki emosi, aku lelah saat melihat orang tertawa karena aku tanpa bisa ikut merasakannya. Bahkan setelah hari ini aku sangat lelah hingga satu rasa yang disebut sesak muncul saat aku dipaksa untuk merasakan cinta.
Karena didalam hidup ku aku tak pernah di ajarkan bahkan diberi kesempatan untuk merasakan semuanya, aku hanya di kendalikan seperti robot, ya aku hanya bayangan.
Apakah cinta yang sempat tumbuh diantara Jino - Anna, dan apakah luka terpendam yang ada pada diri keduanya akan sembuh sehingga seseorang dapat merasakan cinta dan kebahagiaan bukan hanya ilusi dan kekosongan, dan yang lainnya dapat merasakan bagaimana perasaan dicintai tanpa ada penghianatan yang menoreh luka lama?
__________
Hai semua, sebelum lanjut membaca cerita ini, aku ingin menginformasikan bahwa ada banyak kekurangan di dalam cerita ini, mungkin ada banyak sekali kata-kata yang salah penulisan. Jadi mohon untuk tidak menjudge karena aku membuat cerita ini di saat ilmuku masih benar-benar sedikit tentang menulis,
di mohon untuk pengertiannya, dan di mohon untuk tidak memberikan komentar yang menjatuhkan, terimakasih, selamat membaca kisah Jino dan juga Anna, selamat datang di dunianya!
KAMU SEDANG MEMBACA
...
Teen Fictionwait for the cover... Apakah cinta yang sempat tumbuh diantara Jino - Anna, dan apakah luka terpendam yang ada pada diri keduanya akan sembuh sehingga seseorang dapat merasakan cinta dan kebahagiaan bukan hanya ilusi dan kekosongan, dan yang lainnya...