Prolog

64 14 11
                                    

   Tidak lama, kemudian terdengar suara langkah kaki dari belakang Dika, langkahnya terdengar begitu mewah. Mungkin dari seseorang yang bersepatu dengan harga yang tidak murah. Sebatas urusan kaki bisa jadi menjadi prioritas untuk sebagian orang kan?

   Lalu dipanggilnya seorang Dika.

“Dika, udah lama nunggu disini? Tanyanya pada Dika dari belakang.

Dan tibalah, seorang perempuan dengan glamornya menghampiri Dika. Tika, seorang kekasih Dika yang perawakan cantik bagai bidadari. Tubuhnya tertutupi aroma parfum yang jarak jauh saja sudah tercium aromanya. Pantas, orang kaya raya semacam Tika pasti serba lengkap. Sebatas kukupun harus melewati perawatan yang terbilang tak murah.

Timbul sebuah pertanyaan dari Dika, untuk apa malam-malam jam segini Tika meminta bertemu di sebuah taman kota. Bukankah ia tak doyan dengan suasana outdoor yang katanya banyak nyamuknya?Bukankah ia hanya mau bertemu jika diajaknya dalam sebuah restoran mahal atau semacam mall? Pertanyaan demi pertanyaan menghantui benak Dika.

   “Hai Tika, belum kok. Mau minum apa? Mau wedang ronde tuh diseberang?” tawaran untuk Tika sambil menunjuk bapak-bapak penjual wedang ronde di seberang jalan.

“Aku mau kita putus, maaf” langsung timpal Tika tanpa menjawab tawaran wedang ronde dari Dika. Kata-katanya tegas, tak ada keraguan dalam ucapannya. Seketika runtuh mimpi-mimpi Dika untuk bersama lagi dengan Tika.

   Belum dijawab Dika, seketika Tika melangkahkan kakinya menjauh. Tidak ada penjelasan lebih detail mengenai apa yang terjadi di benak Tika sehingga memutuskan hubungannya dengan Dika. Hubungan yang hampir dua tahun dibangun dan runtuh seketika, Tepat di taman kota ini, asmara yang didamba-dambakan harus lenyap.

   “Kenapa? Kamu malu punya pacar anak orang yang baru jatuh bangkrut? Kamu malu punya pacar orang miskin? Tak semewah lagi kayak pakaianmu yang berjuta-juta itu?" Teriak Dika yang mampu membuat langkah Tika berhenti sejenak. Terlihat Tika menengok sekilas ke arah Dika, wajahnya tetap konsisten pada pilihannya. Kemudian ia melanjutkan langkahnya untuk menemui taksi yang sudah menunggu disana.

   Tetiba muncul peristiwa di pikiran Dika, dimana itu kisah-kisah tentang Dika dan Tika. Cukup! Semakin dalam menjelajahinya semakin dia tenggelam pada arusnya. Arus yang menyebabkan Dika harus kehilangan senyumnya malam ini? Arus yang menyebabkan Dika  frustasi karena patah hati? Cukup!

   Ia tak percaya omong kosong perihal cinta, sungguh!

   Adakah yang mampu mendefinisikan cinta jika kenyataanya banyak luka yang berceceran atas nama cinta? Banyak tangis yang disebabkan karena cinta. Bukankah jatuh cinta membuat kita jatuh? Bagaimana dengan tololnya cinta mampu membutakan segala apa yang buruk terlihat baik karena hati berkata itu cinta.

   Kali ini malam yang indah di taman kota tak mampu menghibur Dika. Alunan pengamen jalananpun tak mampu merasuk ke telinga Dika. Pikirannya hanya terngiang-ngiang ucapan Tika. Seremeh itukah cinta jika diukur tentang harta?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rongga-Rongga JemariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang