Knock

233 32 19
                                    


London, United Kingdom.

Sosok mungil berbalut mantel tebal dan beanie gelap itu melangkah di trotoar yang bersalju. Uap keluar dari mulutnya saat dia mengembuskan napas. Rambut coklatnya tergerai bebas menutupi sebagian punggung mantelnya yang berwarna krim. Dia menatap ke sekelilingnya, tidak menemukan siapapun kecuali beberapa bayangan dari rumah yang lampunya menyala. Lagipula, tidak banyak orang yang akan berkeliaran di komplek perumahan pukul dua pagi begini. 

Dia berhenti di depan salah satu rumah, menatap kotak surat berhiaskan nama yang amat dikenalnya. Sosok itu tersenyum samar dalam keremangan malam, senang akhirnya dia mencapai tujuannya. Dia melangkah menaiki anak tangga yang hanya sedikit, berhenti di depan pintu merah yang tertutup rapat.

Tangannya terangkat, mengetuk pintu dengan irama pelan.

Tok tok!

Park Sooyoung menggeram, merutuki suara ketukan yang kerap mengganggunya akhir-akhir ini. Setengah mabuk, dia mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk. Sofa tempatnya merebahkan diri tak begitu empuk, membuat wanita itu mengeluh punggungnya sakit. 

Suara ketukan itu terdengar lagi.

Sooyoung mengumpat, berusaha mengumpulkan kesadarannya yang dicuri oleh minuman keras tadi. Jemarinya menyingkirkan kaleng-kaleng bir di atas meja, mencari letak pistolnya. Begitu mendapatkannya, Sooyoung memeriksa pelurunya.

Suara ketukan itu terdengar, kali ini tidak sabaran.

"Berisik, sialan!" Wanita itu memaki, berjalan ke arah pintu dengan agak sempoyongan.

Dia melirik sekilas dari lubang kecil di pintunya, hanya disambut sosok berambut panjang yang menunduk. Entah karena Sooyoung terlalu mabuk atau memang tamu tak diundang di balik pintu itu enggan menampakkan wajahnya 

Sooyoung mempersiapkan diri, membuka berbagai kunci yang sudah di pasangnya dengan gesit. Begitu tangan kirinya menekan kenop pintu, tangan kanannya yang memegang pistol dengan cepat bersiaga. Udara beku musim dingin menyambutnya begitu pintu terbuka.

"Akhirnya kau menunjukkan dirimu." Sooyoung menyeringai, menatap sosok depannya yang lebih pendek darinya.

Kening Sooyoung berkerut saat sosok itu mengangkat wajahnya, tersenyum manis dengan kerlingan mata yang sudah terlalu dia kenali. Beanie gelap di kepalanya dilepas, dan Sooyoung mendecih seketika.

"Kau rindu padaku, Joy?"

Sooyoung mengenali siapa yang datang malam-malam begini. Pandangannya beralih pada tangan kanan orang itu yang sudah menodongkan pistol ke arah perutnya.

"Keluar dari militer tidak membuat kewaspadaanmu menurun." Sooyoung menurunkan senjatanya, berbalik masuk ke dalam rumahnya. "Jangan lupa kunci pintunya, Kim."

Kim Yerim tertawa mendengar penuturan temannya. Wanita itu masuk dan membuka mantel yang dikenakannya, menggantungkannya di dekat pintu. Sarung tangannya juga dilepas, suasana di dalam apartemen Sooyoung cukup hangat. Yerim berjalan ke ruang tengah setelah mengunci pintu terlebih dahulu. Pistolnya diletakkan di saku belakang.

"Wow, tempat ini bahkan lebih berantakan ketimbang medan perang."

Mengabaikan sarkasme Yerim, Sooyoung menyingkirkan beberapa gelas bir dari atas meja dan sofa. Dia pergi ke dapur untuk mengambil kantung sampah. Mengatakan Yerim bisa duduk di mana pun dia mau.

Yerim duduk di atas sofa yang sudah dibersihkan, menatap miris pada seisi ruangan. Dia tahu Sooyoung sangat kacau semenjak kejadian satu tahun lalu. Bisa dilihat dari kaleng-kaleng bir dan bungkus makanan yang berserakan di mana-mana. Yang paling mencolok adalah tatapan Sooyoung saat Yerim memandang kedua matanya lekat-lekat. Mata yang sedih itu masih sama meski sudah satu tahun berlalu. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AtlanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang