1. Nightmare

4 1 0
                                    


MIMPI BURUK

Tetes-tetes air menggema di sepanjang ruangan gelap. Seorang anak laki-laki berjalan menyusuri ruangan gelap tersebut. Sesekali terdengar bisikan lirih bahkan teriakan seseorang yang membaur dengan suara tetes air. Ia melihat sekeliling tempat yang dia tempati tersebut,tapi hanya kegelapan yang ia lihat. Ia bingung kenapa ia bisa berada di tempat seperti itu. Ia terus berjalan berusaha mencari penerangan. Namun langkahnya terhenti saat merasa sesuatu yang dingin dan basah menyentuh telapak kakinya yang tidak beralaskan apapun.
Ia merasakan air menggenang di kakinya. Air tersebut terasa lebih pekat dari air biasa. Kemudian tercium bau besi bercampur dengan bau amis yang masuk ke hidungnya. Iapun reflek langsung menutup hidung dan mulutnya. Samar-samar terdengar suara seseorang yang memohon dan selanjutnya suara tersebut menjadi suara ringisan. Tanda orang yang memohon tersebut sedang menahan sakit yang dialaminya.
Anak laki-laki itu berjalan mengikuti suara tersebut. Suara tersebut semakin jelas seiring dengan langkah anak tersebut. Ia melihat sekilas cahaya remang-remang dinujung ruangan yang baru saja ia lalui. Iapun memutuskan untuk berjalan mendekat ke ruangan itu.
“Dimana healer terakhir itu?” Suara seorang laki-laki dengan nada tinggi.
“Aku....tidak tahu dia ada....dimana.” Jawab orang lain tetapi suaranya lebih lirih karena seperti sedang menahan sakit.
Anak laki-laki itu terpaku dan membulatkan matanya saat sampai di depan ruangan yang memiliki cahaya remang-remang tersebut. Disana terdapat dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Perempuan tersebut terkapar tak berdaya dengan darah mengalir dari pergelangan tangannya. Salah satu dari laki-laki yang berada di ruangan tersebut berbaring dengan mata terpejam di tempat seperti ranjang hanya saja dipenuhi dengan sulur-sulur menyerupai tumbuhsan. Laki-laki yang satunya berdiri di sebelah perempuan yang terkapar tadi. Ia memegang kalung berbandul bunga salju berhias kristal hitam.
“Siapa kau? Kenapa kau bisa ada disini?” Tanya laki-laki yang memegang kalung itu saat melihatnya berdiri di depan pintu.
Laki- laki yang berbaring di ranjang penuh dengan sulur tadi terbangun. Saat matangya terbuka terlihatlah bola mata sewarna darah. Laki-laki itu duduk dan menoleh ke arah pintu dimana terdapat anak laki-laki yang memasang wajah ketakutan. Ia memandang anak itu tanpa berkedip.
“Tuan Duke kenapa anda terbangun? Anda harus istirahat. Biarkan saya yang mengurus anak tersebut.” Ucap laki-laki yang memegang kalung.
“Vitakinesis!” Ucap laki-laki yang dipanggil Tuan Duke tersebut sambil tersenyum.
Laki-laki yang memanggil Tuan Duke itu menoleh mengikuti arah pandang Tuan Duke. Dan pandangannya berhenti pada anak laki-laki yang masih berdiri mamatung di depan pintu ruangan tempatnya berdiri.
“Anda memanggil dia vitakinesis?” Tanya laki-laki itu sambil menunujuk ke arah anak laki-laki yang terpaku didepan pintu.
“Edsel Baryl! Dia memang vitakinesis yang aku cari-cari selama ini.” Ucap Tuan Duke bangkit dari tempatnya dan mulai berjalan menghampiri anak laki-laki di depan pintu tersebut.
Laki-laki yang dipanggil Edsel Baryl hanya diam ditemapat sambil memperhatikan tuannya. Tuan Duke terus berjalan semakin mendekati anak laki-laki tersebut. Merasa berada dalam bahaya anak tersebut mulai berjalan mundur. Ia semakin takut saat merasa Tuan Duke semakin dekat denganya. Samar-samar ia dapat melihat senyum mengerikan milik Tuan Duke.
Iapun berbalik dan berlari semampu yang ia bisa. Ia mengabaikan rasa dingin dan genangan air yang menembus kulit telapak kakinya. Ia terus berlari sambil sesekali menoleh ke belakang berharap Tuan Duke sudah tidak mengejarnya lagi.
Tuan Duke sudah hilang dari pandangan matanya. Meskipun ruangan yang ia lalui itu gelap,tapi ia bisa melihat bagaimana menyeramkannya wajah laki-laki yang mengejarnya tadi. Kulit laki-laki tersebut atau yang ia ketahui bernama Tuan Duke itu berwarna putih pucat,bahkan hampir tidak memiliki pigmen kulit. Badannya bisa digolongkan sebagai monster karena tubuhnya tinggi besar dan  yang paling menakutkan adalah matanya yang berwarna merah darah.
Ia berhenti berlari dan mengatur nafasnya yang sedikit tersengal akibat insiden lari tadi. Ia membungkuk sejenak untuk mempermudah mengatur nafasnya. Saat ia merasa nafasnya sudah mulai teratur,ia menegakkan badannya. Perasaan lega tergambar di wajahnya.
“Mau lari kemana kau vitakinesis?” Tanya suara baritone yang berasal dari depannya.
Iapun mendongak untk melihat siapa pemilik suara baritone tersebut. Ia membulatkan matanya saat melihat orang yang ternyata Tuan Duke sedang  berdiri angkuh di depannya. Ia mundur secara teratur menghindari tatapan lapar Tuan Duke. Ia semakin ketakutan,terlihat dari tubuhnya yang gemetar dan keringat yang muncul disekitar pelipisnya.
“K-kenapa kau mengejarku? Sebenarnya siapa dirimu? Apa salahku?” Tanya anak laki-laki itu terbata sambil terus mundur.
Tuan Duke masih memandang anak itu,Tuan Duke hanya tersenyummiring saat melihat mangsanya ketakutan. Tuan Duke melangkah maju mengikuti langkah anak tersebut yang semakin mundur ketakutan
“Kau ingin tahu,kesalahanmu adalah KAU PERGI DAN LARI DARI KENYATAAAN.” Jawab Tuan Duke dengan suara yang sangat keras. Bahkan suaranya terdengar dan menggema di seluruh ruangan.
“A-apa maksudmu?” Tanya anak laki-laki itu sambil terus berinsut mundur. Anak laki-laki itu panik saat merasa punggungnya menabrak sesuatu. Tanda kalau ia tidak bisa lari lagi.
“Kau tahu segala sesuatu ada batasnya,termasuk tempat ini. Dan batasnya adalah dinding dibelakangmu.” Ucap Tuan Duke angkuh sambil terus berjalan mendekat kearah anak tersebut.
“Jangan mendekat!” Ucap anak itu panik.
“Kau tahu aku sudah menunggu saat-saat seperti ini sejak lama.” Ucap Tuan Duke lalu menghempaskan tubuh anak itu ke dinding.
Anak laki-laki itu meringis sakit saat  punggungnya menghantam dinding dibelakangnya. Ia memejamkan matanya untuk mengurangi rasa sakit yang ia rasakan pada punggungnya. Matanya terbuka dan membulat saat merasakan kedua pergelangan tangannya dicengkaram kuat diatas kepalanya. Iapun meronta-ronta berusaha melepaskan cengkraman tersebut.
“Lepaskan! Apa yang akan kau lakukan?” Tanya anak itu sambil terus berusaha melepaskan cengkraman ditangannya.
“Apa yang aku lakukan. Huh....tentu saja mengeluarkan kemampuan vitakinesis yang kau miliki.”
“Aku tidak akan pernah melakukan itu untukmu. Jangan berharap karena kau pasti bukan orang baik. Aku tidak sudi mengobati orang sepertimu.”
“Oh jadi kau tidak mau mengeluarkannya untukku?” Tanya Tuan Duke dengan intonasi tinggi sambil mendekatkan wajahnya ke wajah anak itu. Reflek anak itu memalingkan wajahnya. Melihat tingkah anak itu, Tuan Duke menjadi geram. Ia memegang dagu anak itu. “Aku akan memaksamu. Bahkan kalau perlu aku akan mengambilnya sendiri secara paksa.”
“Aarrrrgh......” Pekik anak itu lalu meringis sakit saat Tuan Duke menggores telapak tangannya menggunakan kuku Tuan Duke  yang panjang. Setelah itu munculah luka berbentuk bunga salju di telapak tangannya.
“Itu sebagai tanda kalau aku sudah menemukanmu. Tinggal menunggu pengawalku membawamu kepadaku.”  Ucap Tuan Duke sambil melepaskan tangannya.
Dan seketika itu juga muncul cahaya yang sangat terang. Anak itupun menutupi matanya untuk menghindari silau dari cahaya terang tersebut agar tidak masuk ke pandangan matanya.
“Hah....hah....hah....” Anak itu terbangun dari tidurnya. Dia duduk di tepi ranjangnya. Terlihat keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Bahkan piyama tidur yang ia kenakan juga basah terkena keringat yang keluar dari tubuhnya.
“Kau kenapa Roy?” Ucap seorang laki-laki berumur sekutar 33 tahun yang menghampirinya dengan panik. Anak yang dipanggil Roy itupun menoleh ke arah laki-laki yang menghampirinya dan duduk di sebelahnya.
“Aku...........” Jawabnya lalu menunduk.
“Kau kenapa? Apa ada yang sakit? Dimana? Katakan sekarang Roy!” Ucap laki-laki itu lafi sambil mengguncang-guncangkan tubuh Roy.
“Aku tudak apa-apa,Paman. Aku hanya mimpi buruk.” Jawab Roy datar.
“Tapi teriakanmu sangat keras tadi.  Bahkan teriakanmu mampu membangunkanku. Apa kau mau minum.” Tanya laki-laki itu lagi. Roy hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Kalau begitu cepat mandi dan bersiap! Hari ini kau sekolahkan?” Ucap laki-laki itu sambil berdiri dan meninggalkan Roy dikamarnya.
* * *
Aroma manis dari selai tercium oleh indra penciuman Roy saat keluar dari kamarnya. Ia sudah rapi dengan seragam jemeja putih polos dan celana kotak-kotak panjang berwarna merah dibalut sepatu merah bercorak hitam. Ia mulai berjalan menuruni tangga dengan blezer dan tas punggung yang menyampir dipundaknya.
“Kau sudah siap?” Tanya paman Roy saat ia sudah sampai di dapur.
“Hm....” Jawabnya singkatlalu duduk di salah satu kursi meja makan.
Roy meletakkan tas dan blezernya dikursi yang berada disebelahnya. Ia duduk di kursi dengan meja berbentuk persegi berukuran 2 x 2 meter  tertutup kain hijau muda. Diatas meja tesebut terdapat beberapa selai dengan macam-macam warna. Disekeliling meja tersebut terdapat empat kursi. Ia melihat pamannya yang masih sibuk dengan spatula, wajan, dan kompornya.
“Kau mau makan apa Roy?” Ucap paman Roy sambil melirik sejenak kearah Roy.
“Terserahlah.” Jawab Roy datar.
Paman Roy mematikan kompornya dan mulai roti tawar berwarna putih diatas nampan kayu dengan motif ukiran kayu di masing-masing sisinya. Ia membawa nampan berisi roti tawar tersebut ke meja makan dan meletakkannya di depan Roy.
“Makanlah roti dengan selai. Tidak baik kalau pagi-pagi harus makan makanan berat.” Ucap Paman Roy sambil menarik kursi dan duduk didepan Roy.
Roy mengikuti perintah pamannya. Ia mengambil piring menggunakan tangan kanannya dan mengambil satu lembar roti. Karena masih meletakkan roti diatas piring menggunakan tangan kanannya, ia menggunakan tangan kirinya untuk mengambil pisau makan. Tapi baru saja menggenggam pisau tersebut ia sudah meringis kesakitan. Segera ditariknya tangan tersebut dan  menggenggam telapak tangan kiri tersebut. Seketika pisau itupun jatuh diatas meja makan.
“Kau kenapa Roy?” Tanya pamannya khawatir.
Roy tidak menjawab pertanyaan pamannya. Dia semakin kesakitan bahkan ia tidak menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan oleh pamannya tersebut. Melihat Roy yang semakin kesakitan dan tidak kunjung menjawab pertanyaannya, dia berlari menghampiri Roy.
“Roy ada apa? Mana yang sakit?” Tanya pamannya semakin khawatir.
Roy mendongakkan kepalanya dan menatap pamannya. Terlihat raut wajah pamannya yang sangat khawatir. Iapun mencoba tersenyum meski rasa sakit di telapak tangannya semakin terasa sakit.
“Kau kenapa?” Tanya pamannya sekali lagi. Kali ini dengan nada lembut. Roy masih memegang telapak tangan kirinya. Terlihatlah air keluar dan turun dari mata bulat beriris coklak terang tersebut. “ Ada apa dengan tangan kirimu?” Lanjutnya sambil menarik tangan kiri Roy dan melihatnya.
Roy gelisah saat telapak tangannya dilihat oleh pamannya. Ia takut kalau pamannya semakin khawatir padanya. Iapu menundukkan kepalanya dan berusaha untuk  tidak mengeluarkan suaranya sedikitpun.
“kapan kau mendapatkan luka ini?” Tanya paman Roy terkejut saat melihat luka berbentuk bunga salju yang berwarna merah terang.
Roy mendongak menatap pamannya. “A....aku tidak tahu. Aku bahkan ....tidak sadar kalau aku punya luka ini.” Jawab Roy masih menahan sakit di telapak tangannya.
“Siapa yang melakukannya? Jujur pada paman!” Ucap paman Roy sambil menyentuh pundak Roy.
“Aku tidak tahu paman. Aku tidak ingat kalau aku punya luka serapi ini. Dan luka ini kemarin belum ada.”
“Apa teman-teman yang sering membulymu yang melakukan semua ini?”
Roy menggeleng. “Tadi malam aku mimpi buruk. Aku bermimpi kalau ada seorang laki-laki seumuran paman yang mengejarku. Lalu dia menekan tanganku. Dan inilah yang terjadi.” Jelas Roy sambil mengingat-ingat mimpinya semalam.
Paman Roy tercengang mendengar penjelasan dari Roy. Pikirannya  menerawang jauh dan ia teringat kejadian 17 tahun lalu.
17 tahun lalu.
Seorang bayi berjenis kelamin laki-laki bersurai coklat terang dan iris senada dengan surainya, menangis dalam balutan selimut tebal berwarna biru terang. Bayi itu semakin mengeraskan tangisannya kala seorang laki-laki paruh baya dengan balutan pakaian khas seorang prajurit kerajaan mendekapnya sambil berlari.
Bros Domos Demitro laki-laki yang baru duduk di tingkat dua Sekolah Menengah Atas swasta sedang berlari mencari tempat teduh untuk menghindari hujan yang turun di sore hari itu.
“Aduh....Kenapa sore-sore seperti ini harus hujan sih?” Keluhnya sambil menggosokkan kedua tangannya yang mulai terasa dingin.
Ia mengerutkan dahinya saat mendengar suara tangisan bayi. Ia menajammkan pendengarannya dan menengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber suara tersebut. Ia tercengang saat pandangannya berhenti di tanah lapang. Ia melihat seorang berpakaian prajurit kerajaan jaman dahulu sedang berbaring di tanah lapang tersebut sambil mendekap balutan kain berwarna biru terang yang mulai basah terkena guyuran air hujan. Iapun berlari menghampiri orang tersebut.
“Kenapa anda bisa ada disini? Dan kenapa anda berbaring saat hujan deras seperti ini?” Tanya bros sambil duduk didekat orang tersebut.
“Tolong.....bawa anak ini bersamamu! Rawatlah dia!”
*                                   *                              *
“.....man.....paman!” Panggil Roy sambil menggerakkan tangannya didepan mata pamannya.
“Ada apa Roy?” Tanya pamannya saat sadar dari lamunanya.
“Paman kenapa melamun?” Tanya Roy.
“Tidak......tidak ada apa-apa. Ehm.....apa tanganmu sudah tidak sakit?” Jawab paman Roy mengalihkan pembicaraan.
“Masih. Tapi sudah tidak sesakit tadi.” Ucap Roy sambil memeriksa tangan kirinya.
                                *                                   *                                    *
“Paman jemput seperti biasa.” Ucap paman Roy saat ia turun dari mobil pamannya.
“Ya....” balas Roy datar lalu berjalan masuk ke arah sekolahnya.
Roy berjalan menuju pagar sekolahnya. Suasana sepi adalah pemnadangan pertama yang dirasakan Roy. Hari ini ia bangun terlalu pagi karena mimpi buruk yang menimpanya semalam.
“Mimpi tadi malam apa maksudnya ya? Dan kenapa luka ini nyata?” ucap Roy pada dirinya sendiri sambil melihat telapak tangan kirinya. “Dan apa maksudnya vit...vita...ah apalah itu.” Ia mendongak menatap langit. Terlihatlah awan putih dan langit biru menghias pemandangan disana. “Huh....aku menjadi takut tentang mimpi semalam. Apa jangan-jangan ada hubungannya dengan kemampuan penyembuh yang aku miliki?”
Tanpa ia sadari tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang. Iapun terlonjak kaget. “Hai Roy tumben pagi-pagi begini sudah berangkat?” Tanya laki-laki yang memiliki tinggi badan diatas Roy dengan balutan seragam yang sama seperti Roy.
“Kau bisa tidak datang dengan cara normal?” Ucap Roy kesal sambil berjalan meninggalkan anak tersebut.
Anak laki-laki itu menahan salah satu tangan Roy. “Ayolah Roy, jangan marah. Kau tambah manis kalau marah.” Ucap anak itu menggoda Roy sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ceh....” Desis Roy sambil memutar bola matanya. Ia melepaskan tangan anak laki-laki itu menggunakan tangannya yang bebas. Lalu ia melanjutkan langkahnya menuju gedung sekolah.
“Roy jangan masuk sekarang! Kita ke kafetaria saja dulu.” Usul anak laki-laki itu sambil berdiri di depan Roy. Roy mengabaikan anak tersebut. Bahkan ia mendorong anak laki-laki itu agar menyingkir dari depannya. Roy kembali berjalan menuju gedung sekolah.
“Roy ayo kita ke kafetaria saja!” Bujuknya sambil mengatupkan kedua tangannya dan berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Roy.
Merasa diabaikan anak itu berhenti di lobi depan sekolah menengah atas tersebut. Sementara Roy terus berjalan masuk kedalam gedung sekolah.Panggilan demi panggilan terus dilontarkan anak tersebut agar Roy berhenti berjalan dan berbalik menghampirinya. Merasa jengah dengan panggilan anak laki-laki tersebut, Roy berhenti berjalan dan berbalik menatap anak tersebut.
“Hah....memangnya ada apa Reynand?” Tanya Roy sambil menatap anak laki-laki yang bernama Reynand tersebut.
“Oh...hari ini kau berangkat pagi sekali. Apa kau salah makan?” Tanya suara baritone dibelakang Roy. Roy membulatkan matanya saat suara baritone yang ia kenal tersebut masuk kedalam indra pendengarannya.
“Hai Raid ada apa?” Tanya seorang lagi yang datang menghampiri laki-laki pemilik suara baritone tadi. Roy hanya bisa membeku ditempat tanpa bergerak sekalipun. Fikirannya masih lambat dalam mencerna perkataan dua orang yang berada dibelakangnya.
“Lihatlah! Siapa ini?” Ucap anak laki-laki pemilik suara baritone yang bernama Raid sambil membalik tubuh Roy menghadap ke laki-laki yang bertanya tadi.
“Oh...anak itu? Tumben dia sudah berangkat?” Tanya anak dengan surai hitam legam dan memakai seragam yang sama dengan Roy.
Roy merasakan cengkraman di tangannya. Ia baru sadar kalau sekarang kedua teman laki-lakinya sedang menyeretnya menuju ke lapangan sekolah. Iapun menarik tangannya agar terlepas dari cengkraman kedua temannya.
“Sebenarnya apa mau kalian?” Tanya Roy sambil berontak dari cengkraman kedua temannya.
“Kau akan tahu saat kita sudah sampai nanti.” Jawab Raid sambil tersenyum simpul dan tetap menyeret Roy.
“Huh....lepas! Kalian fikir aku binatang apa? Kalian seret-seret seperti ini.” Ucap Roy kesal.
“Sudahlah ikut kami saja.” Sahut anak laki-laki yang satunya.
Roy terus berontak. Bahkan ia sengaja berhenti dan menari tangannya agar terlepas. Tapi semua itu tidak ada gunanya karena tubuh Roy lebih kecil daripada tubuh kedua laki-laki yang menyeretnya. Akhirnya Roy pasrah diseret oleh kedua laki-laki tersebut.
“Adelardo! Ini kami bawakan seseorang.” Ucap Raid sambil mendorong tubuh Roy. Roy tersungkur didepan kaki seseorang. Orang tersebut memakai sepatu Snikers coklat.
“Darimana kalian memungutnya?” Tanya seseorang yang berada didepan Roy.
Roy mendongak dan terlihatlah seorang laki-laki bersurai hitam sedang berdiri angkuh didepannya. Roy membulatkan matanya karena melihak seseorang yang tidak ingin dilihatnya bahkan selalu dihindarinya selama ini. Roy berdiri dan menatap tiga orang yang mengepungnya secara bergantian. Ia melihat celah dibelakangnya. Ia memutuskan untuk berbalik dan bersiap untuk berlari. Tetapi dengan cepat raid menahan pergelangan tangannya.
“Mau kemana manis? Kita belum selesai bermain. Bahkan kita belum memulainya.” Ucap Raid sambil menyeringai.
Roy meronta-ronta berusaha melepaskan cekalan tangan Raid. Tetapi tenaganya tidak cukup untuk melawan Raid yang memiliki tenaga lebih besar darinya.
“Raid, Arsenio kita mulai sekarang!” Ucap Adelardo selaku ketua genk.
*                                *                                 *

The Member's of KinesislandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang