2. Kinesisland

3 1 0
                                    


Suasana sunyi menyelimuti dua orang yang sedang mengendarai mobil van hitam. Laju kendaraan tersebut terlihat sedang dari ukuran yang ditunjukkan oleh spedometer yang berada di dekat kemudi. Roy yang duduk dikursi depan dekat  dengan kemudi hanya diam dan terus menatap keluar jendela. Sesekali ia melirik pamannya yang mengemudi mobil van hitam tersebut.

“Paman marah padaku?” tanya Roy sambil mengusap perban dipergelangan tangannya. Pamannya tidak menjawab dan tetap fokus dengan jalanan didepannya. “Maaf karena kau tidak bisa menjaga diri. Aku hanya tidak ingin teman baikku terluka.” Lanjutnya dengan memejamkan matanya.

“Aku sangat khawatir padamu. Bukan khawatir kalau kau akan kehilangan banyak darah. Tapi aku khawatir kalau mereka tahu apa yang kau miliki.”

“Maaf....aku tidak bermaksud melakukan itu.”

“Sudahlah kita bahas dirumah. Aku tidak mau membahasnya disini.”

Roy menggigit bibir bawahnya untuk meredam tangisannya yang sebentar lagi akan keluar. Roy adalah anak yang kurang peduli dengan keadaan sekitar tapi kalu sudah menyangkut tentang pamannya, ia bahkan bisa menangis seharian.                                                    

Mobil van hitam masuk ke kawasan perumahan elite. Mobil itu berhenti disalah satu rumah bercat putih. Mobil yang ditumpangi Roy dan pamannya tersebut memasuki halaman rumah bercat putih tadi.

“Cepat masuk dan ganti baju! Ada yang ingin kubicarakan setelah ini.” Ucap Paman Roy sambil menghentikan mobilnya.

Roy mengangguk dan berjalan menuju rumahnya. Ia membuka pintu utama dan masuk kerumah tersebut. Rumah itu tidak terlalu luas tapi sangat rapi dan nyaman untuk ditinggali. Ia menaiki tangga menuju kamarnya. Ia berhenti di kamar bertuliskan Dr. Yang berarti namanya Dor Leroy. Lalu ia membuka pintu tersebut dan memasukinya.

“Huh....” Gumam Roy  sambil merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur tanpa melepas atribut sekolahnya. “Kenapa harus diperban kalau sebenarnya lukanya sudah hilang?” Ucapnya sambil melepas perban yang melilit dipergelangan tangannya. “Huh....aku tidak mengerti kenapa harus aku yang berbeda dari orang lain. Aku ingin hidup normal seperti yang lainnya.” Lanjutnya sambil menatap pergelangan tangannya yang sudah bersih tanpa luka.

“Roy cepat turun!” Perintah pamannya yang sepertinya berada diruang tengah.

“Ya....” Jawab Roy sambil bangun dari tempat tidurnya dan melepas sepatunya.

*                               *                               *

Paman Roy melangkah menuju sofa diruang tengah. Disana terdapat sofa santai untuk  dua orang. Sofa berwarna biru tersebut digunakan untuk menonton bola bersama. Tapi akhir-akhir ini ia jarang pulang sore untuk menemani Roy. Ia sering lembur dan berakhir hdengan pulang larue malam.

Ia mengusap pegangan sofa tersebut. Terasa lembut namun juga dingin secara bersamaan. Ia teringat dengan moment-moment saat Roy masih kecil bercanda bersamanya di sofa tersebut. Ia beranjak menuju laci didekat rak penyimpanan vcd. Ia membuka laci tersebut dan mengambil sebuah kalung dengan bandul berbentuk bunga salju dengan hiasan kristal putih.

“Apakah aku harus menjelaskannya sekarang?” tanyanya pada kalung yang saat ini berada dalam genggamannya. “Aku pasti disangka orang gila karena bicara denganmu.” lanjutnya sambil meletakkan kembali kalung tersebut. “Apa yang dia katakan itu benar?”

17 tahun yang lalu.

“Kenapa anda bisa ada disini? Dan kenapa anda berbaring saat hujan deras seperti ini?” Tanya bros sambil duduk didekat orang tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Member's of KinesislandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang