Cage

17 2 3
                                    




Tes... tes... tes....

Kau tersadar dari lelapnya tidur, tetapi enggan membuka mata yang terpejam. Telingamu menangkap suara, seperti tetes air jatuh dari keran yang tidak tertutup rapat. Menyelinap lewat celah yang terbuka, menimbulkan gema nyaring dan kau tidak bisa lagi untuk melanjutkan tidur, meski rasa kantuk menggodamu untuk kembali terlelap.

Rasa dingin menyelinap di kulitmu yang tidak terlindungi pakaian. Ujung kaki, jemari tangan, hidung, pipi, dan telinga. Kau mencoba meringkukkan badan, mencari sedikit kehangatan. Mengusap-usap bagian yang terasa semakin dingin, tetapi tangan kirimu berat saat coba diangkat. Sesuatu melingkar di sana, dingin dan bergemerincing. Tangan kananmu meraba-raba, menemukan benda yang keras seperti besi yang tebal. Saat itulah kau memutuskan untuk membuka mata.

Gelap. Matamu mengerjap-ngerjap pelan. Samar-samar, dari cahaya seadanya, mulai menangkap siluet yang ada. Tak jauh, sekitar satu meter darimu, ada meja persegi empat, berukuran pendek. Lalu, sekitar tiga meter dari meja, kau menemukan sumber suara yang mengganggu tidurmu. Siluet wastafel dapur dengan keran air berleher panjang seperti leher angsa. Tanganmu saling meremas satu sama lain, gelisah karena tidak mengenali ruangan ini. Bukan kamarmu, bukan rumahmu, bukan pula ruangan yang pernah kau lihat selama hidup.

Gemirincing besi-besi yang berbenturan kembali kau dengar. Suara yang berasal dari rantai yang saling terkait dan tersambung pada besi yang melingkar seperti gelang di kedua tanganmu. Kau menatap pergelangan tangan, berusaha mengangkat dan merenggangkannya. Mengukur seberapa panjang rantai tersebut. Kurang sedikit dari kedua lebar bahumu.

Lampu tiba-tiba menyala. Otomatis matamu memejam, tidak kuat mendapati perubahan mendadak. Setelah menyesuaikan, kau mendapati pemandangan tidak mengenakkan dari pakaian yang kau kenakan. Kaus tipis yang robek di area perut, celana pendek yang tampak kotor oleh tanah yang menempel. Kaki kanan yang hanya memakai kaus kaki dan kaki kiri yang terlanjang. Degup jantungmu semakin cepat. Keringat dingin mulai mengucur. Perutmu melilit. Kau segera duduk dan mengamati ruangan ini dengan panik.

Suara pintu berderik dari arah belakang punggungmu. Kau bergidik, tidak berani menoleh. Detak jantung memenuhi gendang telinga, saat kau mendengar langkah kaki yang berat, sedikit menyeret, mendekat ke arahmu.

"Ah, kau sudah bangun. Waktunya sangat pas, aku baru akan menyeretmu kalau saja kau masih teler karena obat bius." Suaranya berat, khas lelaki dewasa.

Kalimat yang dia ucapkan membuat tubuhmu gemetaran. Kau memberanikan diri melihat siapa yang berbicara. Saat menoleh, dia menjambak rambutmu dengan kasar. Tubuhmu tertarik ke arahnya. Kau menatap wajahnya yang bengis, rahang yang kokoh, dan tubuh yang kekar. Seluruh tenagamu hilang.

"Ayo, kau berikutnya" ucapnya menarik tubuhmu yang masih terduduk lemas, "pelelanganmu akan segera di mulai. Berdoalah kau dihargai dengan mahal atau kau hanya akan berakhir di pasar organ."



Fin.


Tema: Bebas
Genre: Bebas
POV: 2
Syarat: 300-500 kata; figur tokoh adalah anggota Teras Kata;
DL: 13 Mei 2020
Post: 14 Mei 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Words CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang