Bab1

85 3 0
                                    

Dia berjalan santai menuruni anak tangga dengan memakai kemeja putih yang dibalut blazer biru dan juga rok hitam selutut, kaus kaki dan sepatu hitam. Langkahnya membawanya ke meja makan. Meja makan yang akan digunakan oleh dirinya, kakaknya, dan juga adiknya.

Dia adalah Dinda. Lilac Adinda, gadis remaja yang menyukai musik dan angka.

Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, setelah menjalani MOS selama tiga hari, sekarang dia sudah resmi menjadi siswi di Estelle Internadiona School.

"Pagi bang," sapa Dinda kepada seorang pria yang sedang sibuk memasak. Cewek itu menarik meja dan menaruh tasnya di sana kemudian ia duduk.

"Pagi juga princessnya abang" sahut pria itu. Dia memasak dengan sedikit aksi layaknya seorang chef, dia melempar telur omelet dari pen keudara lalu menangkapkanya lagi, kemudian menyajikannya kepiring dan menaruh telur omelet itu diatas meja.

"Silahkan dinikmati princess," ucapnya manis. Pria itu adalah Deen seorang Detektif yang sudah memecahkan berbagai kasus kejahatan.

"Terimakasih chef tampan,"

Dinda tersenyum sebentar, hal yang sangat langka ia lakukan. Cewek itu, wajahnya benar-benar sangat datar tanpa ekspresi. Dan sangat jarang berbicara, ia akan berbicara seperlunya saja. Tapi jika bersama Deen, dia akan menunjukan sikap manjanya.

"Sama-sama," ucap Deen sembari duduk dikursi bersebrangan dengan Dinda. Deen melihat kearah pintu dan belum menemukan gadis lain yang muncul di sana.

"Dilla mana?" tanya Deen setelah duduk.

"Biasa," jawab Dinda sambil mengambil telur omelet buatan kakaknya.

Tak lama seorang gadis berseragam pink biru menghampiri mereka.

"Pagi kakak-kakaku yang ganteng dan cantik" Sapa gadis itu, lalu dia duduk disamping Dinda. Dia adalah Dilla adik bungsu mereka, gadis yang baru duduk di bangku SMP. Gadis yang suka sekali merias wajahnya di manapun ia berada.

"Pagi juga adik manisku," sahut Deen, Dinda tidak menyahut seperti yang di lakukan kakaknya. Melainkan mengacak rambut Dilla membuat sang empunya kesal.

"Yah kakak rambut aku berantakan lagi," Kesal Dilla mengerucutkan bibirnya.

Sementara sang pelaku tampak cuek dan terus melanjutkan sarapannya.

"Masih kecil udah dandan, mau jadi apa lo?" Tanya Dinda.

"Mau jadi manusia yang baik hati, pintar dan tidak sombong," jawab Dilla sambil merapikan rambutnya kembali.

"Bang gimana penampilan aku, cantikkan?" tanya Dilla menatap kakaknya, Deen.

Deen melihat ragu-ragu penampilan Dilla.

"Mm ... Cantik sih, tapi kayak ondel-ondel," ledek Deen.

"Iya tuh bener," sahut Dinda, Deen terkekeh sementara Dilla kembali mengerucutkan bibirnya.

"Ih abang sama kakak jahat, aku kan udah dandan cantik begini dibilang ondel-ondel," tutur Dilla tak terima.

"Emang bener lo tuh kayak ondel-ondel," Dinda terus meledek adiknya. Membuat Dilla kesal adalah kebahagiaan tersendiri untuknya. Tapi jika keduanya sudah saling ledek dan salah satunya marah maka mereka akan perang dingin karena tidak ada yang mau meminta maaf.

"Biarin, setidaknya gue bukan beruang kutub," ujar Dilla meliririk Dinda sinis.

"Tapi lo kan adeknya Beruang kutub," balas Dinda menekan kata beruang kutub seperti yang dilakukan Dilla.

Dream & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang