Mereka berjalan beriringan memasuki kelas, didalam kelas sudah ada siswa-siswi yang tengah menunggu bel masuk berbunyi sambil mengobrol.
Bising? Ya kata itulah yang bisa menggambarkan suasana kelas saat ini.
"Anjay bening bener"
"Beruntung banget gue sekelas sama mereka"
"Cute banget sih mereka, gak kuat gue"
"Cantik, kenalan dong?"
"Cantik udah punya pacar belum,"
Seru beberapa cowok yang membuat Dira risih, sedangkan Dara sedikit tebar pesona, seperti biasa Dinda tidak akan peduli dan tetap memasang wajah tanpa ekpresinya itu.
Dara dan Dira duduk di bangku ketiga, barisan kedua dari pintu. Sementara Dinda melenggang menuju meja paling belakang, meja yang berada di pojokan. Menghiraukan beberapa ocehan cowok yang mengajaknya berkenalan akhirnya Dinda sampai.
Cewek itu duduk di bangkunya, tak berapa lama Dinda berdiri lagi dari kursinya lantas melenggang pergi.
"Din, mau kemana?" tanya Dira yang melihat Dinda pergi.
"Toilet," jawab Dinda tanpa menoleh dan terus melanjutkan perjalanannya.
🎶🎶🎶
Dinda baru saja keluar dari toilet bertepatan dengan Bel yang berbunyi, pertanda untuk semua penghuni sekolah untuk masuk kelas. Dinda berjalan dengan tujuan perpustakaan untuk menghindari jam pelajaran pertama. Sekarang ia sedang malas untuk belajar karena tahu siapa guru yang akan mengajarnya di jam pelajaran pertama.
Sepanjang perjalanan Dinda mendengarkan lagu yang mengalun indah lewat earphone yang tertempel manis ditelinganya.
"Hey," panggil seseorang.
Dinda menghentikan langkahnya dan menoleh kesumber suara. Cowok dengan rambut acak-acakan berdiri disampingnya.
Dia Alan Alvarendra Gautama, temannya. Dinda dan Alan sudah berteman sejak satu tahun lalu. Mereka bertemu di arena balapan waktu itu, yang mana mereka sedang balapan liar dan Alan kehilangan motornya karena kalah balap motor dengan Dinda. Tapi Alan tidak sedih dan malah senang karena bisa berteman dengan Dinda. Setelah satu bulan berteman, Alan memperkenalkan Dinda pada adiknya, Indira. Tak hanya itu, Dinda juga di kenalkan dengan Dara, merekapun berteman sampai sekarang. Tidak! Lebih tepatnya Dinda di tugaskan untuk menjaga mereka saat sedang di luar oleh orang tua mereka.
"Apa mau gue gampar," ucap Dinda ketus.
"Ya elah baru juga ketemu udah mau digampar aja, entar muka gue gak ganteng lagi gimana," kata Alan membuat Dinda ingin muntah.
"Peduli amat," kata Dinda melangkah pergi.
"Kalau kegantengan gue ilang, nanti lo gak cinta lagi sama gue," goda Alan seraya berjalan mundur di depan Dinda.
Dinda bergidik ngeri mendengar kata-kata itu. "mit amit gue cinta sama lo," ucap Dinda lalu membesarkan volume suara dihandphonnya. Alan berbalik dan berjalan beriringan.
"Din, lo mau kemana? Kelas lo kan disana?" tanya Alan menunjuk kearah kelas Dinda, tapi tak direspon.
"Woy conge, lo mau kemana?" terikanya ditelinga Dinda.
Dinda melepas earphonnya,
"Perpus,""Lo mau bolos," tanyanya.
"Iya,"
"Dari pada keperpus mending ikut gue," usul Alan. Alih-alih menasehati adik kelasnya agar tidak bolos pelajaran, Alan malah mengajaknya bolos ke tempat lain.
"Kemana?" tanya Dinda.
"Ikut aja nanti juga tau"
🎶🎶🎶
Disinilah Dinda, di bangku penonton yang mengarah pada lapangan indoor yang begitu luas dengan beberapa siswa-siswi. Beberapa diantara mereka terlihat sedang menari, ada juga yang hanya menonton sama seperti dirinya dan Alan. Mereka yang di lapangan tengah mencover dance yang sedang populer di kalangan remaja saat ini. Di iringi musik dari dance itu sendiri.
Tepuk tangan riuh di berikan ketika dancer telah selesai menari. Saat mereka selesai tiba-tiba Alan menarik Dinda ke lapangan tanpa berkata apapun.
"Lan, lepasin" ucap Dinda, tapi tak di hiraukan oleh Alan. Alan terus menarik Dinda menuju lapang.
"Guys, ada yang nantangin kalian batle dance, nih." ucap Alan dengan senyum jahilnya ketika mereka sampai di tengah lapang.
"Lan, apaan sih, gila lo ya," kata Dinda sinis, tak tahu menahu cowok itu bilang ia menantang mereka. Alan cari gara-gara, apa dia sudah bosan berteman dengannya?
"Lo junior kan? Berani banget nantangin senior, gue mau tau seberapa hebat skil lo," seru cowok itu menatap remeh pada Dinda. Teman-temannya pun memandang sama.
"Sorry, ini salah paham." ucap Dinda memilih beranjak dari sana.
"Eh mau kemana lo, takut kalah. Pengecut lo, mendingan lo main berbie aja di rumah," ucap seseorang yang berada di sebelah cowok tadi. Mendengar suara itu, Dinda mengepalkan tangannya. Dinda tahu siapa pemilik suara itu, Nicholas Derbiando Castello.
Karena Dinda tidak suka di remehkan dan karena sekarang di lagi mood, jadi dia langsung berbalik dan menghampiri Nic.
Dinda menatap datar pada cowok di hadapannya. "Oke kita battle,"
"Kalau lo kalah jangan nangis, gak ada balon," ledek Nic dengan tersenyum mengejek.
"Harusnya lo siapin tisu yang banyak, biar air mata buaya lo gak basahin sekolah," Dinda meledek balik Nic.
"Lo kalo ngomong bisa gak tambahin intonasi, panjang pendek, naik turun, jangan lempeng kayak rel kereta, muka lo juga gak usah datar, tambahin ekpresi dikit kek," cerocos Nic.
Dinda acuh. "Gak usah cocot, bisa mulai gak?"
"Oke, gaes music,"
Setelah itu musik di nyalakan.
Pertama Nic maju untuk memperlihatkan gerakan dancenya, setelah selesai barulah Dinda. Mereka berdua bergantian untuk menunjukan skil dance yang mereka miliki, lantas di bagian akhir mereka berdua dance bersamaan.
Semua orang kembali bersorak setelah mereka selesai battle dance.
"Jadi siapa yang menang?" tanya Alan pada mereka.
"Oke, dua-duanya bagus dan kita sepakat keduanya menang biar adil," ucap Sam selaku ketua eskul Dance.
Setelah itu Dinda langsung pergi tanpa berkata apapun lantas Alan langsung menyusulnya untuk minta maaf karena pasti Dinda marah padanya.
"Din sorry ya, gue cuman iseng doang tadi, jangan marah ya,"
Dinda tidak menjawab, ia terus berjalan. Entahlah, Dinda tidak tahu apa dia marah atau tidak pada Alan.
"Din, jawab dong, please maafin gue," Alan menangkupkan tangannya.
"Hm," jawab Dinda tanpa melihat Alan.
"Kok, cuman hm doang, bilang gini kek," Alan lantas bedehem, "iya Alan sayang aku maafin kok, lain kali kamu jangan gitu lagi, ya," katanya menirukan suara perempuan.
"Kayaknya lo udah lama gak di jotos," Dinda mengeluarkan kata-kata mutiaranya membuat Alan langung menelan salivanya.
"Bercanda, gue pergi dulu ya din, babay," kata Alan langsung berlari meninggalkan Dinda yang berdecih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream & You
Teen FictionKetika cinta menyelami ke dalam hati yang hampa dan menemukan mimpi yang telah lama hilang. °°° Semenjak kecelakaan menimpanya, Lilac Adinda melupakan mimpinya, bahkan ia melupakan siapa dirinya. Kini ia hidup dengan arahan dari sang kakak. Namun, b...