Chapter Dua

4 1 0
                                    

Pete's POV

Pukul 10 lewat.

Aku baru saja selesai mandi setelah mengerjakan peer. Sekarang aku hanya menatap lututku yang memar sambil mengeringkan rambut dengan handuk.

Memori selama makan siang tiba-tiba terkenang dalam ingatanku.

Ahh... Aroma manis musim panas...

Keringatnya, aromanya, dan kehangatannya yang aku rasakan saat lutut kami berbenturan bersama...

"Dasar kamu bayi, Ai'Pete." Aku memarahi diriku sendiri, menutup wajahku dengan handuk duduk di tempat tidur, memeluk kakiku. "Lututmu hanya bersentuhan sedikit dengannya dan kamu sudah tersipu?"

Pipiku terasa begitu hangat. Aku tidak mengerti kenapa aku bersikap begitu ketika aku seharunya meratap, menyembuhkan diri dari rasa patah hati sebelumnya.

Bajingan itu membohongiku dan jahat, dia bahkan membuliku. Berbeda saat aku bertemu Ae, aku langsung tahu dia tidak akan pernah menyakitiku, jauh dalam hati dan jiwaku. Aku sangat percaya dia tidak akan melakukan hal seperti bajingan itu lakukan padaku.

Ya... Mungkin dia tidak akan melakukan itu karena Ae berpikiran sederhana tentangku yang tidak lebih dari seorang teman.

Yeah, benar. Hanya sebatas itu.

Setiap pikiran itu tiba-tiba muncul dan menguapkan perasaan malu dalam diriku. Aku hanya tersenyum dan menghela nafas panjang.

Aku tidak ingin dia balik menyukaiku, sungguh, tapi paling tidak, aku harap dia bisa menerimaku sebagai temannya.

Aku tahu seharunya tidak pernah memikirkan tentang pria yang telah menyelamatkanku begitu, tapi bagaimanapun aku hanya ingin tetap harapan itu ada dalam hatiku.

Hanya tersimpan untukku sendiri.

Tok.. Tok.. Tok...

"Sayang, kamu sudah tidur?" Ibu bertanya dengan mengetuk pintu. Dia tidak menunggu jawabanku dengan langsung masuk ke dalam kamarku.

"Belum." Aku menjawabnya dengan senyuman.

Ibuku adalah wanita yang cantik. Kelembutan, rambut hitam berkilau menyempurnakannya. Dia selalu menyanggul rambutnya, senyum lembut dibalik tatapan matanya yang tajam selalu memberiku perasaan hangat. Dia mengendalikan hotel bintang tiga di tengah ibu kota, karena itu dia terlihat pintar sekaligus cantik.

Dia sangat mencintaiku, aku baru saja menyadari itu... Dan aku pun mencintainya.

"Ibu sangat senang melihatmu tersenyum."

"..."

Aku terpaku mendengarnya berkata begitu. Bahkan lebih dari itu, aku terkejut ketika dia mengambil handuk di kepala dan mengeringkan rambutku.

"Kamu terlihat begitu stres akhir-akhir ini dan Ibu khawatir. Tapi sekarang, kamu tersenyum, itu membuatku sangat lega melihatmu begini."

"Maafkan Pete karena telah mengkhawatirkan Ibu." Aku tidak bisa melihat wajahnya langsung karena handuk yang menutupi kepala menghalangi pandangaku darinya, tapi aku tetap menjaga suaraku setenang dan seriang mungkin.

Sejujurnya, aku masih merasa bersalah dengan pengakuanku padanya beberapa hari lalu. Dia begitu tercengang ketika aku bilang tentang itu. Dan sekarang, dia pasti membaca pikiranku karena sekarang dia duduk di sebelahku di kasur.

"Kamu tidak melakukan hal yang salah," kata Ibu lembut. "Itu bukan pilihanmu menjadi begitu. Kamu adalah kamu. Dan apapun yang kamu putuskan, Ibu akan mendukungmu seratus persen. Ibu tidak akan menyakiti atau kecewa padamu... Kamu mengerti?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 14, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cinta Kebetulanku Adalah Kamu - Buku 1Where stories live. Discover now