Harusnya Hanung bahagia.
Di hadapannya duduk seorang gadis yang amat ia cintai. Wajah itu masih tampak sama seperti beberapa tahun lalu. Masih terlihat cantik meski sekarang ada sedikit lingkaran hitam di bawah matanya. Rambutnya yang dulu tampak rapi di atas bahu sekarang mulai terurai panjang hingga menyentuh pinggang nya. Tapi gadis itu masih tampak cantik, bahkan lebih cantik bagi Hanung.
Semilir angin yang menyapa dan menggoyangkan anak rambut gadis itu membuat pemandangan di depan Hanung tampak lebih menawan. Ia terpesona untuk kesekian kalinya pada sosok Nuri yang hanya duduk sembari sibuk dengan catatannya.
Hanung mengulurkan tangannya dan menyelipkan rambut yang tampak menganggu wajah gadisnya.
"Kenapa?" tanya Nuri.
Hanung menggelengkan kepalanya lalu tersenyum, "udah selesai belum?" tanya nya.
Nuri menghela nafas panjang lalu menggeleng, "masih banyak."
Tanpa berkata apa apa lagi Hanung membereskan barang barang milik Nuri lalu berdiri sembari mengulurkan tangannya. Gadis itu mengerutkan alisnya melihat tingkah Hanung yang sangat tiba tiba.
"Jalan jalan yuk." Ajak Hanung.
Nuri tersenyum kecil lalu meraih tangan Hanung.
Harusnya mereka bahagia.
Hari ini bisa di bilang salah satu hari yang membahagiakan untuk keduanya. Menghabiskan waktu dengan membolos kelas dan memilih kabur untuk melakukan apa yang harusnya di lakukan oleh sepasang kekasih, berkencan.
Menonton film di bioskop, pergi ke sebuah café hanya untuk berfoto, bookstore date, pulang dengan sebuah boneka beruang cukup besar – hasil kerja keras mereka di Timezone - dan berakhir dengan makan malam berdua. Mungkin bisa di anggap sebagai satu hari sederhana yang biasa di lakukan oleh sepasang kekasih.
Tapi untuk keduanya, hari itu adalah hari terbaik yang pernah mereka lalui berdua setelah beberapa tahun menjalin hubungan. Hari itu mereka bahagia dan sudah seharusnya seperti itu.
Malam datang dan di sini lah mereka, duduk bersisian di salah satu bangku taman. Hanung menyandarkan badannya dan menatap ke arah langit malam. Gelap dan tak berbintang.
"Nggak ada bintang." Gumam Hanung.
Nuri yang mendengar itu ikut mengalihkan pandangannya ke atas. Benar, malam ini gelap. Hanya ada bulan yang menyinari tanpa di temani bintang bintang yang biasanya bertaburan di atas sana.
"Cuma ada bulan. Sendirian." Kali ini Hanung menoleh ke arah Nuri.
Nuri mengangguk, "Kasian. Bulannya kesepian."
KAMU SEDANG MEMBACA
100 Days Project
General Fictionin 100 days I'll be challenge my self to write any kind of stories.