pagiku, apezku

285 42 32
                                    







•••

"Senin ke Minggu butuh waktu 6 hari, lah... Minggu ke Senin cuma butuh sehari doang, Tuhan... di mana letak keadilan ini?" Gadis berambut ikal itu menggerutu, ketika sinar matahari lembut menyapu wajahnya dan angin pagi berdesir pelan.

Mood-nya selalu buruk. Dibilang faktor usia pun masih 16 tahun.

Hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya, ia mengoceh sambil matanya terus celingak-celinguk mencari sesuatu. "Ini lagi, sepatu gue ngumpet di mana sih?" ketusnya.

Kakaknya, yang sedari tadi hanya menyimak sambil menyeduh segelas kopi, sekarang ikut menyahut, "Lu ini pikun atau gimana? Bukannya kemarin dicuci?"

Gdup! Suara benturan keras itu nyaris menumpahkan gelas kopi.

"Aduh sakit!" Gadis itu mengelus-elus kepalanya.

"Ah! Iya?" sahutnya sambil berusaha mengingat-ingat.

"Kalau gitu sepatu Alisa di mana?"

"Ya dipakai lah. Eh, lu kalau sama yang lebih tua tuh sopan dikit," tegur kakaknya.

"Dia tuh kakak lu juga. Jangan asal nge-!"

"Kakak mulai lagi deh, nggak usah ngurusin. Nggak penting banget!"

"Nih! Ngomong sekali lagi... Alisa, Alisa, kakak!" tegur Ricko.

Gadis itu menetap tajam ke arah kakaknya. Ia paling sensitif jika berhubungan dengan gadis yang terpaut usia 2 tahun darinya dan mulai membuat keributan.

Sebenarnya, ia sudah membenci gadis bernama Alisa itu. Ditambah, kakak laki-lakinya bersikap menjengkelkan, membuat rasa dengkinya sampai ke ubun-ubun.

"Apaan sih kak! Lagian juga dia bukan kakak kandungku. Ngapain bereaksi berlebihan sama si cupu itu! Udah dikasih hidup, makan, tempat tinggal, bahkan biaya sekolah, seharusnya untung, ck."

"Alena!!" bentak Ricko.

"APA!!" sentak gadis itu sambil berlalu pergi dengan tas punggungnya. Dia bahkan tidak sarapan pagi.

Ia menaiki sepedanya sambil menggerutu di setiap perjalanan. "Lebay banget! Lagian dia juga satu kelas. Beda 2 tahun aja sok-an pakai embel-embel kakak. Emang siapa dia, huh?"

Ia benar-benar ingin meluapkan emosinya karena sejak kehadiran Alisa di kehidupannya, kakaknya mulai berbagi kasih sayang. Sudah cukup kehilangan perhatian kedua orang tuanya yang bekerja di luar negeri.

Hidupnya sekarang sepenuhnya bergantung pada Ricko, dan sekarang kakaknya harus merawat orang lain juga? Mengurangi perhatian terhadapnya? Jangan salah jika nanti ia tumbuh menjadi gadis keras kepala dan arogan.

Baru ingin melangkah memasuki pagar sekolah, ia sudah ditahan oleh ketua OSIS yang mengalih peran pada saat itu.

Gadis itu melotot sambil menyingkirkan penggaris di depan dadanya. "Apa ini!"

"Sekolah tidak mengizinkan siswa memakai sandal."

Alena melihat ke bawah kakinya dan baru menyadari hal itu. "Hanya untuk kali ini, maklumi lah."

"Tidak, Alena, berdiri di sana."

"Sialan!" umpatnya. Meski begitu, ia tetap mematuhi aturan, berjingkat mengangkat satu kaki dan kedua tangannya di belakang kepala.

"Eh, tumben nih ketua kelas kita dihukum? Kenapa?" ledek Angel yang baru turun dari jet ayahnya.

"Panggil Alisa ke kelas, suruh gantiin! Capek banget nih."

Gadis bernama Angel itu pun langsung menuruti perintah Alena, dan beberapa menit kemudian, ia keluar bersama Alisa, seorang siswi bermata coklat yang selalu menundukkan kepalanya bila berhadapan dengan Alena yang menjadi saudaranya itu.

"Bengong aja, ganti nih!" pekik Alena, melemparkan sandal mengenai baju Alisa.

Meski tahu dengan kelakuan Alena yang seenaknya, ketua OSIS itu sempat berdebat memperingati agar Alena menjaga sikap. Dan pada akhirnya tak bisa berbuat apa-apa karena Alena menggunakan senjatanya dengan mengungkit-ungkit Alisa yang banyak berhutang terhadap kehidupannya.

"Udah cepetin buka," perintahnya. Alisa langsung menuruti tanpa membantah.

***

Di masa SMP, ia tergolong murid yang nakal, suka membully. Kejadian itu sebenarnya bisa berlanjut hingga sekarang. Namun, karena dia adalah ketua kelas, sudah seharusnya mencontoh hal baik kepada teman-temannya.

"Berdiri semua!"

"Beri salam!"

"Selamat pagi, Bu Guru..." jawab kompak semua penghuni kelas itu. Mereka kembali duduk setelah mendapat izin. Pelajaran dimulai, dan Alisa masih berjemur di lapangan. Begitu namanya disebut dalam absen, gadis itu terengah-engah di depan pintu masuk.

"Maaf, Bu. Saya terlambat," ujar Alisa sambil memegang dadanya.

Alena mengerutkan dahinya, matanya tertuju ke arah sepatu yang dikenakan oleh Alisa. Di mana ia mendapatkan sepatu itu?

"Tidak apa-apa. Silakan duduk."

Setelah mengucapkan terima kasih, Alisa berjalan ke arah tempat duduknya. Jangan lupa, hampir semua siswa menatapnya sinis, tidak suka.

"Alena, dia nggak bawa sepatu cadangan kan?" tanya Yuki yang berada di sebelah Alena.

"Anak itu emang nggak tahu malu," timpal Angel yang berada di depan bangku Alena.

Alena menghembuskan napas kasar sambil melipat kedua tangannya. Mata gadis itu mendelik tajam ke arah Alisa yang sibuk dengan buku pelajarannya.

"Aish, tahu ah! Males banget!" ia memutar bola mata malas sambil mengeluarkan buku pelajaran miliknya.

Alena tersentak menyadari sesuatu. Matanya kembali tertuju ke arah sepatu yang dikenakan oleh Alisa. Bukannya itu sepatu milik Arka?

Big Boss Vs Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang