Bunderan HI Jakarta, Tahun Baru
Kota yang tak pernah tidur. Jakarta hampir saja menyaingi New York ataupun Tokyo. Pukul 23.00, dan kota ini masih saja ramai oleh manusia ataupun kendaraan bermesin. Ya, tentu saja. Justru kehidupan malam baru akan dimulai di kota ini. Gedung-gedung bertingkat mulai bernyawa dengan cahaya lampu di tiap lantainya. Pub, cafe, ataupun club malam mulai riuh dengan musik yang menyentak-nyentak telinga. Beginilah kehidupan malam kota metropolitan, yang tentunya bukan hanya di Jakarta.
Lelaki muda bertubuh kurus tinggi menekan pedal gas kuat-kuat. Berharap ada mobil lain yang akan menabrak atau ditabrak olehnya.
Ia ingin mati!
Ya, mati saja! Ia benci pada hidupnya. Juga pada Tuhan. Cih! Apa yang mereka sebut Tuhan? Toh selama ini ia berjuang sendiri untuk dapat bertahan di tengah rimbanya kehidupan. Ia menelan lukanya sendiri, menyeka darahnya sendiri, memulihkan sakitnya sendiri. Lihat saja, kalau benar Tuhan itu ada, mengapa Ia membiarkan makhluknya menderita lantas menyuruhnya menyelesaikan segalanya seorang diri?
'Drrt..' ponselnya berdering.
Lelaki kurus itu tak menggubris. Wajahnya merah murka. Rahangnya menegang. Ia semakin meningkatkan laju mobilnya.
'Drrt..' ponsel itu berdering lagi. Alih-alih dijawab, ia justru melempar ponselnya ke kursi belakang.
"Diaamm! Gue mau matt..."
'TEEET!' truk container dengan kecepatan normal melaju dari persimpangan jalan. Alunan musik dangdut membuat si supir lengah dari mobil lelaki kurus-tinggi yang melaju bak kesetanan, menerobos apapun di hadapannya. Dan Tuhan memang Maha Pendengar, dengan sedikit sentilan, apa yang diharapkan oleh lelaki itu nyaris terkabul. Pajero hitam miliknya menabrak truk container dengan sangat tragis. Mobil mewah itu terguling dua kali, sebelum akhirnya mengeluarkan percikan api yang kemudian membesar. Sementara lelaki malang itu terjepit di dalam mobil yang terguling. Airbag mobil sudah tak berguna lagi, wajahnya penuh darah akibat tusukan kaca. Sementara itu, supir truk yang hari ini hendak mengambil cuti demi bertemu anak dan istrinya di kampung, terbentur setir mobil yang berputar tanpa kendali. Truk itu oleng, sehabis menabrak pajero hitam, mobil bermuatan besar itu menuju sisi jalan, tepat di jarak satu meter dari arah datangnya truk, seorang wanita muda yang baru saja dibuat kaget oleh peristiwa di hadapannya, kini panik menyadari moncong truk mengarah kepadanya. Dan..
'Brukk!'
Tubuh itu ambruk. Terkulai penuh darah di bawah kolong truk yang tertahan dinding jalan. Seketika tempat kejadian perkara tersebut ramai oleh massa yang hendak menolong ataupun sekedar ingin tahu belaka.
Sirine ambulans dan beberapa mobil polisi menyeruak diantara kendaraan-kendaraan yang terparkir asal di tepi jalan. Jumlah massa yang penasaran semakin bertambah. Membuat sesak serta kondisi jalan menjadi sangat padat. Cekatan, para pegawai rumah sakit berusaha untuk menyelamatkan ketiga korban. Sementara polisi membagi tugas, ada yang mengondisikan massa, bertanya pada saksi mata, dan ada yang turut membantu pegawai rumah sakit.
Langit mengelam malam itu. Bulan seolah takut melihat pemandangan di bawahnya, perlahan mengumpat di balik awan gelap. Begitu pula dengan gemintang yang sebelumnya tampak cantik gemerlapan bagai lampu-lampu disko tempat hiburan.
Memang antara hidup dan mati itu setipis kertas. Tubuh lelaki muda tak bergerak di dalam mobil yang setengah terbakar. Masyarakat berbondong-bondong membantu petugas medis mengeluarkan tubuhnya dari dalam mobil. Entah ia sudah mati atau Tuhan masih memberinya hidup. Yang jelas, ditengah ketidaksadarannya itu, sekelebat scene dalam hidupnya berpilin menjadi sebuah jalinan cerita. Cerita-cerita usang yang selama ini hanya ia simpan dalam kitab sejarahnya. Ada cerita yang begitu ia rindukan, namun ada pula yang tak ingin ia ingat kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Kembali-Kumpulan Cerpen
Teen FictionKumpulan cerita pendek tentang kehidupan.