Si Brandalan

10 2 0
                                    

"Woi! Bisa minggir nggak!" teriak seorang pria berjaket kulit sambil menyandang tas ransel di bahu kirinya.

"M-maaf!"

Kedua pria yang sedang mengobrol di lorong itu langsung berlari terbirit-birit melihat si brandal SMA Mulia 2 tersebut. Namanya Raden, siswa yang baru saja menerima skorsing dari sekolahnya karena terlibat tawuran. Raden adalah brandal sekolah yang sangat disegani seluruh siswa SMA Mulia 2. Bahkan, dia tak segan-segan memukul jika ada yang mengganggunya. Wajahnya yang sangar dan cara ia berjalan merupakan ciri khasnya. Rambutnya klimis, namun terlihat rapi. Setiap berada di sekolah dia selalu mengenakan jaket meskipun berkali-kali ia sudah ditegur oleh guru. Tetapi bagi Raden, itu bukanlah hal yang perlu ditakuti.

Raden berjalan menyusuri lorong kelas 2, menuju ke ruang BK untuk melapor. Namun tiba-tiba saja seorang gadis dengan rambut sebahu tak sengaja menabraknya. Buku yang gadis itu bawa jatuh berserakan.

"Lo jalan pake mata gak sih?!" umpat Raden kepada gadis itu.

"M-maaf, gak sengaja!" ucap gadis itu sambil menunduk, mengambil buku yang berserakan itu.

Raden pun tak menghiraukan gadis itu dan kembali berjalan. Namun ketika ia melangkahkan kakinya, Raden berhenti sejenak. Dia melihat catatan gadis itu yang terbuka dan membacanya sekilas. Raden terdiam, lalu ia menunduk untuk mengambil buku itu. Tetapi sebelum Raden mengambilnya, gadis itu dengan cepat menutup buku catatannya dan membawanya pergi. Raden hanya mengamati gadis itu berlari, setelah itu dia melanjutkan berjalan menuju ruang BK.

Dua puluh menit di ruang BK, Raden akhirnya bisa bebas dari ceramah si guru killer, Pak Yono. Bagi Raden, hanya Pak Yono lah guru yang paling ia takuti. Karena beberapa minggu yang lalu ketika Raden terlibat tawuran, Pak Yono lah yang melerai perkelahian mereka. Raden terkena "tendangan" Pak Yono, mengenai perutnya hingga ia pingsan dan di bawa ke UKS. Sungguh memalukan bagi brandalan yang langsung pingsan karena tendangan seorang guru. Wajar saja, siapapun yang terkena tendangan Pak Yono akan pingsan, karena beliau lah yang membina ekstrakurikuler Taekwondo di SMA ini.

Raden menghela nafas panjang, dan berjalan pelan menuju kelasnya, Sebelas IPS. Sepanjang perjalanan ia hanya memikirkan perkataan Pak Yono. Pak Yono mengatakan, jika Raden berulah lagi, maka ia akan di keluarkan dari sekolah. Tentu saja, Raden langsung diam tak berkutik. Ia sekilas memikirkan apa yang akan terjadi jika dia terus-terusan menjadi seorang brandal. Tapi, otaknya yang sudah nge-blank itu tak dapat memikirkan apa-apa. Secara tak sadar, ia malah berjalan ke kelas Sepuluh.

"Lah! Kok gua disini!?" gumam Raden.

"Gua harus cepet balik," Raden pun kembali dengan langkah cepat. Namun, untuk kedua kalinya dia menabrak seorang gadis.

"Woi! Lo kalo jalan pake mata ga-," Raden terkejut karena yang ia tabrak ternyata gadis tadi, "Lo lagi?"

"M-maaf kak! Gak sengaja!" Gadis itu bergegas masuk ke kelasnya, Sepuluh MIPA. Raden terdiam, mengamati gadis itu. Ia seperti sedang memikirkan sesuatu. Tetapi, tak lama Raden pun segera bergegas menuju kelasnya.

Pelajaran dimulai, Raden yang sudah tiga hari diskors tidak tau jika ada tugas rumah yang harus dikerjakan. Semua teman-temannya mengumpulkan, kecuali Raden. Zaki yang melihat Raden hanya diam saja, mencoba mendekatinya.

"Woi Raden, mana tugas lo?" tanya pria berkacamata itu.

"Gua gatau. Mau gimana lagi."

Zaki tertawa, "Yah, gue sih udah menduga. Nih!" Zaki menyodorkan buku tugasnya.

"Apaan nih?"

"Ini tugas gue, cepet salin. Biar lo dapet nilai."

"Wah! Thanks broh."

Raden dengan segera mengambil pulpen dan menyalin tugas Zaki dengan cepat. Sudah kebiasaan Raden tidak mengerjakan PR, dan selalu Zaki lah yang memberinya contekan. Bagi Raden, Zaki adalah sahabat terbaiknya. Meskipun penampilannya culun, Zaki juga termasuk komplotan dari Raden. Hanya saja, Zaki lebih rajin dibandingkan Raden.

"Jadi, gimana rasanya diskorsing 3 hari? Pasti lo seneng kan?" Tanya Zaki membuka percakapan.

"Yah, gak enak banget Zak. Gue disuruh bantuin ortu mulu. Gaada waktu buat nongkrong."

"Tapi tadi malem lo nongkrong kan?"

"Soalnya gua udah bebas, ya nongkrong lah." Jawab Raden sembari menulis.

"Haha, untung cuman 3 hari. Gimana kalo seminggu, pasti lo bakal stress."

Raden berhenti menulis. Ia langsung teringat tentang ucapan Pak Yono tadi. Pandangannya menunduk, tak seperti Raden yang biasanya.

"Lo kenapa? Gak kayak biasanya?" Tanya Zaki menepuk pundak Raden.

"Gapapa kok, Zak. Cuman kepikiran aja." Jawab Raden sambil tersenyum tipis.

"Tumben kepikiran sesuatu."

"Lo pikir gua gak pernah mikir?"

"Bu-bukan gitu, maksudnya-,"

Di tengah percakapan mereka, Bu Irma yang sedang mengajar memotong percakapan mereka dan berteriak, "Hei kalian berdua! Kalau tidak niat belajar tidak usah sekolah! Segera kumpulkan tugas kalian!"

"B-baik bu!" jawab mereka bersamaan.

Bel pulang sudah berbunyi menandakan pelajaran telah usai. Raden membereskan bukunya dan langsung berjalan keluar kelas. Saat melewati kelas sepuluh, ia berhenti untuk mengamati sejenak. Ia mencari seorang gadis yang menabraknya saat pagi hari tadi. Bagi Raden, ada sesuatu hal penting yang perlu ditanyakan pada gadis itu. Karena dalam catatan gadis itu, Raden sempat membaca sesuatu.

Tak lama Raden berhenti, sang gadis itu akhirnya keluar dari kelasnya bersama satu teman wanitanya. Raden yang melihat gadis itu segera berlari dan bertanya pada gadis itu.

"Hei!" Panggil Raden sambil berlari ke arah gadis itu.

"Ke-kenapa kak?" jawab sang gadis agak ketakutan. Memang, Raden sudah terkenal karena aksi perkelahiannya dengan kelas dua belas. Tak banyak yang tau tentang masalahnya, tetapi Raden sudah menghabisi kakak kelasnya itu. Sehingga membuat Raden sangat disegani semua siswa di SMA nya.

"Boleh tanya sebentar?"

"I-ya, silakan kak! Amel, kamu tunggu di gerbang aja, nanti aku nyusul."

"Ya-yaudah, kalo gitu aku tunggu ya Bela. Hati-hati!"

Amel, teman gadis itu pun bergegas pergi meninggalkan mereka.

"Jadi, namamu Bela?" tanya Raden dengan serius.

"I-iya, kenapa kak?"

"Aku ingin bertanya. Tentang catatan yang ada di bukumu itu."

"A-ada apa kak?"

Raden mengernyitkan dahinya, menatap dalam-dalam mata Bela, dan mulai membuka mulutnya untuk bertanya, "Kenapa di catatanmu tertulis namaku?"

Catatan PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang