Sejujurnya, Sefan tidak banyak berharap dengan kehidupan universitasnya. Baginya, yang penting ada gelar sarjana sudah sangat cukup. Yah, jika saja orang tuanya bukan kelompok konservatif tipe penuntut kehidupan personal dan status anak-anaknya Sefan mah ogah kuliah. Jika pun harus, ia akan lebih memilih nembak kampus sederhana.
Sayangnya, Sefan lahir dari keluarga yang enggan kompromi dengan pendapat anak-anaknya. Alasan mereka sama dengan semua omongan klise orang dewasa di luar sana—ini semua untuk kebaikan Sefan sendiri.
Kebaikan yang bahkan tidak memerlukan pendapatnya di dalam. Omong kosong.
Sefan meneguk gelas kopinya tenang; merasakan cairan dingin dengan rasa pahit yang kuat menyebar di lidahnya. Alisnya tertaut samar, entah karena rasa yang dikecapnya atau bayangan yang terlintas tentang masa depan tertata nan melelahkan yang telah dipersiapkan oleh orang tuanya untuk ia jalani.
Menggunakan tangan kiri, Sefan menutup pintu mobil dengan helaan napas pelan. Tangan kanan membawa gelas kopi, sedang tangan kirinya mengapit jadwal kelas barunya.
Dalam perjalanan meninggalkan tempat parkir, Sefan merasakan ikatan tali sepatu kanannya terbuka. Namun, memikirkan kedua tangannya yang penuh ia merasa malas untuk berhenti dan memperbaikinya. Jarak kelasnya seharusnya tidak jauh, tidak masalah jika ia mengikatnya saat tiba di kelas nanti.
Setidaknya itu yang dipikirkan Sefan sebelum netranya membulat terheran-heran pada lingkungan sekitarnya, ia akhirnya tersadar kalau koridor depan gedung fakultasnya lebih padat arus dibanding yang diingatnya terakhir kali.
Dalam setengah perjalanan, sudah dua kali bahunya disambar orang lain. Sialnya, semua yang menyambarnya justru menyalahkan dirinya karena tidak berhati-hati. Jika tidak ingat statusnya sebagai mahasiswa baru, Sefan sudah ingin berteriak, "Woi ngaca! Gue udah nepi di pinggir, lo aja semua yang nggak punya mata!"
Tarik napas—dan lupakan.
Sefan meyakinkan dirinya sendiri, ia adalah cowok dengan hati yang besar. Pastinya tidak akan terbawa emosi untuk masalah sepele kayak gitu.
Atmosfer koridor terasa sesak dengan banyaknya napas yang menarik oksigen, obrolan turut memenuhi udara, teriakan di ujung koridor juga terus saling menyahut. Dari sana, Sefan tahu penyebab jalan ini memadat. Para senior sedang mengumpulkan beberapa perwakilan mahasiswa baru dari beragam fakultas entah untuk apa. Sefan tidak mau tahu.
Fokusnya hanya segera mencapai kelas. Mengikuti pikirannya, Sefan tidak menunda langkahnya dan memacu tungkainya dengan cepat, lupa kenyataan bahwa tali sepatunya masih dalam keadaan terbuka dan seperti yang diharapkan; di detik selanjutnya ... yang Sefan tahu kaki kanannya tiba-tiba tertahan dan ia tidak punya kesempatan menyeimbangkan tubuhnya lantas jatuh mengikuti gravitasi.
Kertas yang terapit di bawah lengannya berderak jatuh dan tersebar di lantai diikuti serangkaian suara terkejut dan seluruh pandangan yang segera melayang ke arahnya.
Koridor yang berisik mendadak sepi.
Sungguh, tidak ada yang lebih buruk untuk mengawali hidup Sefan di universitas, selain kesialannya tersandung jatuh di koridor setelah tali sepatunya yang terlepas justru tidak sengaja terinjak oleh mahasiswa lain.
Walaupun begitu, berita terburuknya bukan rasa malu dilihat terjungkal di depan umum dengan posisi memalukan, tapi—hanya saja, nasib kopi dingin dalam gelas styrofoam yang telah diteguknya sekali, baru saja melayang tumpah menyiram langsung pada wajah cantik seorang mahasiswi yang kebetulan berjalan berlawanan arah dengannya alias sial-nya mahasiswi itu berdiri tepat di depannya.
Gelas styrofoam berlogo cafe ternama itu berguling di lantai sejenak sebelum berhenti perlahan.
"I ... itu gue ga sengaja." Sefan menenggak salivanya dengan jantung yang berdebum kencang. Ia lekas melompat berdiri dan menghampiri cewek itu, melupakan rasa nyeri di lututnya dan kertas jadwalnya yang berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Hold Us Together
Teen Fiction❝Semesta itu penuh kerahasiaan, seringkali ia menyatukan kita dalam jejak yang tak terduga.❞ Dan ini tentang apa yang menyatukan kita bersama. -What Hold Us Together-