~PROLOG~

29 3 7
                                    

Sepasang netra abu-abu itu menatap sendu peristiwa yang ada didepannya. Lagi dan lagi...

Orang tuanya bertengkar kembali. Sudah bertahun-tahun Sana menyaksikan peristiwa seperti ini. Dimana Ayah yang terlihat bodo amat dan Ibu yang selalu berusaha untuk mencari solusi dari masalah yang menyebabkan mereka berdua selalu berhadapan dengan situasi ini. Yah perihal Uang,Waktu, dan Kesempatan.

Uang selalu menjadi permasalahan utama di keluarga ini. Sebab Lara memiliki empat orang adik. Yang mana salah seorang adiknya mengidap penyakit kelainan jantung bawaan. Mungkin inilah faktor utama orang tuanya selalu bertengkar.

"Mas sudah berapa kali aku bilang Kamu bisakan cari kerja!!" Seru ibu dihadapan ayah.

"Kamu fikir aku gk berusaha buat cari kerja. Aku udah cari tapi gk ada yang sesuai buat aku." Tukas Ayah dengan tenang

"Kalau kamu selalu cari yang cocok buat kamu. Sampai ke ujung duniapun kamu gk bakalan dapet " Cerca ibu sambil membanting kertas hasil tes laboratorium adik.

"Buat apa aku kerja kalau gk sesuai sama diri aku. Aku gk bakalan nyaman" Kata Ayah yang masih mencoba untuk mengerti posisi ibu.

"Mas... kamu taukan biaya pengobatan Gema gk murah. Setahun lagi Lara butuh uang buat lanjut kuliah. Mana lagi Awan si anak kesayangan kamu yang selalu buat onar itu yang selalu pindah sekolah sana-sini. Kamu pikir itu gk pakai uang " ucap Ibu yang duduk di kursi meja makan sembari berusaha berfikir jernih.

"Ya terus aku harus gimana?" Ujar Ayah yang sudah putus asa.

"Mas selalu aja. Selalu kayak gini"

"Mas sudahlah.... Aku capek. Ini bukan satu atau dua kali kita gini. Tapi udah berkali-kali" Kata ibu dengan amarah yang tidak bisa ditahan lagi.

"Kamu pikir cuma kamu yang capek. Aku juga Ana. Kita sama-sama capek" Kata Ayah yang mulai lelah.

"Coba aja kamu ngelahirin anak yang sehat. Kita gk bakalan susah kayak gini" Lanjut Ayah

"MAKSUD KAMU APA!!! " Teriak Ibu yang tidak habis pikir dengan apa yang suaminya katakan.

"Selama ini aku udah berusaha sabar Mas dengan sikap kamu. Tapi untuk kali ini aku udah capek mas" Kata ibu dengan Air mata yang mulai membasahi pipinya.

"Maksud kamu apa ?"
"Maksud kamu kita cerai?" Tanya Ayah.

"Mas aku udah capek. Gk ada lagi harapan untuk kita." Kata ibu

"Itu bukan solusi Ana. Kalau kita cerai bagaimana dengan Anak-anak" Ucap Ayah yang berusaha menenangkan Ibu.

"Dan kamu punya solusi buat masalah ini? Gk kan? " tanya Ibu

"Ana kita pasti bisa cari solusinya kalau kita selalu sama-sama. Percaya sama Aku Ana" Tutur sang Ayah yang masih mencoba memperbaiki kesalahannya. Ya, ini semua salahnya dia tau itu.

"Sudahlah Mas. Aku akan bawa Gema dan Langit sisanya kamu yang atasi" kata Ibu yang sudah final.

Tidak aku tidak mau pisah..
Karena tidak tahan lagi aku keluar dari tempat persembunyianku.

"Yah ibu apa-apaan sihh" Ujarku dengan lantang.

"Ibu taukan kalau aku gk mau jadi anak broken home. Aku gk mauuuu" Teriak ku depan mereka. Mungkin terkesan kurang ajar tapi gk tau lagi harus gimana.

"Sana ini demi kebaikan kita semua, Sayang " kata ibu yang mencoba untuk menenangkan sana.

Mereka terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Sana yang notabenenya adalah anak yang paling pendiam di rumah ini

"BERHENTII" Tukas Sana yang sudah menangis tersedu-sedu.

"Aku gk mau jadi tambah di benci di sekolah Ibu " Kata Sana dengan lirih.

"Sana tenang dulu nak" Kata ibu yang masih mencoba membujuk Sana.

Kenapa? Kenapa harus Aku?. Itulah kalimat yang sedari tadi berulang-ulang terlintas di benak Sana.
Sana capek...

Ia  pun berlari keluar rumah tanpa tujuan. Yang Ia mau sekarang adalah pergi dari rumah itu secepatnya. Dan saat Ia berlari keluar dari daerah tempat tinggalnya.

Disaat itulah Sana merasa kalau ini lebih baik dari pada Ia harus menjalani hari-hari dengan caci-maki, tatapan kasihan, dan bullyan yang selama ini Ia hadapi.

●Salam dari pluto●

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 15, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I FOUND YOUWhere stories live. Discover now