Banyak hal menyebalkan di dunia ini. Salah satunya adalah mengerjakan tugas sekolah. Tugasnya sih tidak terlalu sulit tapi gangguan ketika mengerjakan tugasnya lah yang menyusahkan.
Untuk kesekian kalinya Yashinta membuang napas. Headset dari Mp3 player sudah menyumpal telinganya, tetapi benda itu belum cukup membantu.
Pekerjaan rumah yang dikerjakan hanya tinggal 2 soal lagi. Yashi memilih bergegas memasukan buku dan alat tulisnya ke dalam tas gendong. Dirasa semua yang dibutuhkan sudah terangkut Yashi keluar dari dalam kamarnya.
"Terserah kamu lah gimana juga salah terus aku dimata mu itu!"
"Susah apanya simpan handuk di jemuran bukannya sembarangan basah yang ada."
"Salah kan?!"
"Aku kasih tau bukan nyalihin, kamunya aja yang berlebihan."
Lagi-lagi Ibu dan Ayah bertengkar. Kali ini apalagi? Hanya selembar handuk?
"Ibu, Ayah, Kaka pergi keluar dulu mau ngerjain pr di rumah temen."
Tanpa repot menunggu izin keluar rumah. Yashi melengos begitu saja mengabaikan Papa yang bertanya khawatir--karena ini sudah malam, dan Mama yang masuk ke dalam kamarnya sendiri, jangan lupakan bantingan pintu yang dilakukan beliau.
Yashinta bersenandung kecil selagi proses menjauh dari keributan. Langkahnya akan membawa dia menuju sebuah rumah yang terletak tidak jauh dari tempat dia tinggal, mungkin jaraknya hanya beberapa puluh meter saja. Rumah yang lebih sederhana daripada rumahnya.
Tapi dalam setengah perjalanan. Tiba-tiba kakinya berhenti melangkah, lalu kepalanya tertunduk dalam. Yashi mengeratkan pegangan pada kedua tali tas gendongnya.
Sesak sekali..
Yashi rasa sudah cukup untuk berpura-pura semuanya baik-baik saja. Di luar sini, dia bisa meluapkan sedikit emosinya. Tidak akan ada yang tahu, jadi detik berikutnya kedua mata Yashi mulai basah. Gadis kurus itu menangis tanpa suara, hanya air mata yang berjatuhan dari kelopak indahnya.
Nyatanya masih sesakit ini mendapati Mama dan Papa yang kembali bertengkar. Pertengkaran yang terjadi setiap hari, di setiap malam bahkan. Yashi benci suara tinggi itu, dia benci cara mereka saling menyalahkan, benci sekali karena keegoisan berkuasa dengan membiarkan anak sendiri tahu kalau keadaan rumah tangga mereka sedang tidak baik-baik saja sekarang.
Selain hatinya yang terluka. Yashinta juga ketakutan. Dia sangat takut sekali bila hal seperti dulu terulang lagi. Bagaimana pun Yashi pernah berjanji pada adiknya. Dia janji untuk menjaga Mama dan Papa dari segala keburukan, janji yang dibuat sebelum Salman pergi.
Yashi tidak ingin mengecewakan Salman. Tapi apaboleh buat, dia sendiri menjadi lemah bila Mama dan Papa sudah berselisih. Ketakutan itu muncul dan memaksa Yashi untuk tidak perlu tahu, memintanya lari menyelamatkan hatinya yang tidak ingin merasakan sakit.
Dia memang lemah. Salman pasti kecewa bila adik kesayangannya itu tahu hal ini. Yashi mengecewakan, sosok yang tidak bisa diandalkan. Payah.
Puas menangis sambil berjongkok di pinggir jalanan yang sepi. Gadis itu berusaha menguatkan diri. Menghapus jejak air mata di wajahnya dengan selembar saputangan.
Yashi kembali melanjutkan perjalanan ketika sudah merasa lebih baik. Rumah yang menjadi tujuan adalah rumah dimana Bibi tinggal, rumah adiknya Mama. Yashi berbohong perihal rumah teman. Mana ada Yashi punya teman dekat. Status pertemanan hanya di sekolah saja, di luar itu Yashi anggap orang asing.
Sebelum sampai rumah Bibi-nya, Yashi mampir dulu di warung pinggir jalan. Dia mau membeli beberapa makanan ringan dan juga minuman seduh. Tidak enak kalau terus-terusan disediakan oleh Bibi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[6] 2KIM
Short StoryBenar apa yang pernah dibilang oleh Papa padanya, bahwa Yashinta tidak boleh terlalu membenci seseorang karena Tuhan adalah maha pembolak-balik hati umatnya. Bisa jadi hari ini Yashinta sangat benci, tapi keesokan harinya dia akan cinta. Tidak ada y...