Dia itu Daffa

854 31 0
                                    

Well, aku hanya sedikit mengenal Daffa.

Dibanding teman satu kelasku, hanya aku yang paling sedikit mengenal lelaki itu. Lelaki yang sering kali jarang masuk jam kuliah, jarang sekali duduk di depan, jarang sekali menfokuskan matanya pada papan tulis, jarang sekali menandatangi kehadirannya di jam kuliah, dan juga jarang sekali menegurku.

Aku hanya  sedikit mengenal Daffa, dan satu kelas mengetahui itu.

Bukannya pendiam atau bersikap acuh. Kami--aku dan Daffa--memang tak pernah saling menyapa. Pernah kami bertemu di rumah makan dekat dengan kampus, saat itu aku sedang bersama teman kampusku dari jurusan lain, anehnya Daffa malah menegur temanku, bukan diriku. Padahal jika dipikirkan dengan logika, kami sekelas, satu mata pelajaran dosen yang sama setiap hari. Anehnya, kenapa dia tak menegurku sama sekali?

Sebab itu ku katakan, aku hanya sedikit mengenal Daffa.

Lelaki yang selalu memakai kaos hitam serta dengan setelan celana jeans sedikit robek-robek sama sekali membuatku penasaran. Kadang, aku sering memerhatikan dia dalam diam. Bukannya suka ataupun jatuh cinta, rasa penasaranku ini ingin tahu banyak tentangnya. Pasalnya, Daffa adalah tipe seseorang yang cuek. Pernah ku dengar dia sangat kecil memiliki motivasi belajar.

Ah, aku ingat.

Ada cerita sedikit tentang lelaki itu. Dia rupanya menyukai tulisan. Apapun itu dia suka menulis. Pernah aku melihatnya diam di samping kelas sambil menunggu pintu kelas dibuka oleh office boy. Dia datang pagi kala itu. Dan aku, yang duduk cukup jauh darinya melihatnya diam-diam.

Biasanya Daffa selalu datang terlambat, tapi hari itu, dia bahkan lebih pagi dariku. Namun bukan hal itu yang menganggu pikiranku. Ada hal lain yang membuatku terkejut saat itu.

Daffa tengah menulis puisi. Lelaki itu tengah menuliskan apa yang ia pikirkan. Puisi yang juga ikut membuat rasa penasaranku semakin besar untuk mengenal lelaki ini.

Oh, untuk apa aku memikirkan lelaki sombong nan akuh seperti dia?

Namun ada hal lain yang lebih membuatku terkejut.

"Minjem penghapus ada?"tanya suara berat itu.

Aku menoleh, sekaligus mengerutkan keningku. Daffa yang semula serius disana dan sibuk sendiri dengan buku catatan kecil di tangannya kini menghampiri diriku. Sempat diam beberapa saat, lalu aku terkesiap lagi dengan pertanyaannya.

"Lo ada penghapus?"tanya Daffa lagi.

Aku mengangguk. Ku buka tempat pensil merah jambu ku ini lalu aku mencari benda kecil itu. Ku serahkan penghapus ini kepada Daffa yang sedang menunggu tepat di depanku.

"Makasih ya,"katanya dengan singkat tanpa mengucapkan nama ku sama sekali.

Dia kembali berlalu kesana. Sekarang tinggal aku yang dihinggapi rasa penasaran sendiri. Sebenarnya dia itu kenal denganku atau tidak sih? Kita ini sekelas, satu mata kuliah yang sama, tapi mengapa rasanya aku seakan tak dikenalnya sama sekali?

Ku tinggalkan pikiran tentang Daffa sejenak. Aku juga tak mau naluri keingintahuanku ini semakin besar. Ku coba pejamkan mataku, rasa ngantuk menunggu pintu dibuka memang membuatku ingin sekali tertidur. Namun seseorang itu kembali lagi.

Daffa kembali berdiri di depanku.

"Puisi buat lo,"katanya sambil menyerahkan buku catatannya itu ke arah telapak tanganku. "Sori kalo gue buat lo terkejut. Tapi serius deh, gue nggak pernah namanya suka sama orang sampe sebegininya."

Sejak saat itu, aku tau tentang Daffa. Dia cuek bukan karena menghindariku, dia acuh bukan berarti tak mau mengenalku, dia tak menegurku bukan berarti membenciku.

Tapi, dia suka padaku?

Ah ya, sudah kukatakan kepada kalian, kalau aku hanya sedikit mengenal Daffa bukan?

Karena Kita, Punya Cerita [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang