Setelah sekian lama hening, akupun kembali membuka obrolan.
“Ko jadi hening gini sih woy, taro yo hp nyaditengah. Kita mulai jujur-jujurannya.”
Semuanyapun menaruh Handphone nya dan mulai duduk melingkari meja.
“Bentar gua mau nanya ada apasih lu tadi Un?”tanya Gia. Selalu begitu, dia terlalu polos untuk membaca situasi kami. Namun akhirnya Aun pun
angkat bicara.
“Yaudah berhubung ini jujur-jujuran. Gua mau jujur sama apa yang selama ini gua pendem dan ga pernah diceritain ke kalian.”
“Gua tuh sebenernya iri banget sama kalian, masalah yang gua hadapi sekarang mungkin gapernah kalian rasain. Gua pengen banget punya
keluarga yang lengkap dan harmonis kaya kalian. Dan gua selama ini gapunya itu.”
“Maksud lu gimana sih Un, kita kan keluarga lu”Jawab ku
“Lu enak ngomong kaya gitu karna lu punya keluarga yang bener-bener rumah Yu! Sedangkan gua?”
“Gimana, gimana? Kan lu punya keluarga juga Un nyokap bokap lu masi ada kan.” Jawab Dimas
“Itu bukan keluarga gua.” Jawab Aun sambil menundukan kepalanya dan kami semua kebingungan mendengar jawabannya itu. Aun pun bercerita tentang apa yang ia alami selama ini.
***
Nama ku Malik Al-harun, Aku dibesarkan dikeluarga yang sangat baik namun mereka berbeda. Tidak, mereka bukan hantu. Mereka manusia, namun aku dan mereka berbeda. Selama ini aku selalu bertanya-tanya, mengapa aku berbeda? Mengapa aku tak sama?Aku tumbuh dikeluarga yang sangat
harmonis, damai dan saling menyayangi. Aku sangat bahagia dan tak ada kesusahan yang mampu menggores kebahagiaan dikeluarga ku. Se-sedih apapun se-bingung apapun se-sulit apapun kehidupan pasti akan sirnah jika sudah kembali ke rumah dan berpelukan dengan keluarga ini. Aku ingin selamanya begini. Hingga akhirnya hari itu pun tiba, hari pengakuan yang tak pernah ku bayangkan. Setelah sekian lama aku menanti moment ini, tapi hari ini rasanya aku tak tahan untuk menghadapinya.Kami sekeluarga berkumpul diruang keluarga. Aku, Ayah, Bunda dan Kakak-kakak ku semuanya berkumpul untuk membahas pertanyaan yang ku lontarkan pada Bunda.
“Bun, jujur deh selama ini ada yang
disembunyiin dari keluarga ini ya? Aku udah tau semuanya ko ceritain jujur dong” Tanyaku pada Bunda yang sedang asik menonton televisi. Bunda hanya menatap heran ke arahku. Dan ya niat ku hanya bercanda saat itu,
aku ter-inspirasi tweet-an yang sedang ramai ditwitter yang menjebak kekasih-kekasihnya untuk
jujur, tapi ini ku coba aplikasikan pada Bunda karna kalo pada kekasih nanti malah aku yang terjebak hahaha. Baru saja aku hendak tertawa karena pertanyaan konyol ku tiba-tiba Bunda menyuruhku untuk memanggil Ayah dan Kakak-kakak ku. Aku semakin heran, “ko jadi serius gini ya.” Ucapku pelan sambil berlalu.Semuanyapun berkumpul di ruang keluarga kecil ini. Wajah semua yang ada di ruangan ini jadi sangat serius dan itu membuat ku terheran-heran.
“apaan nih? Ada apa? Mau debat capres? Hahaha”tanyaku dengan maksud mencairkan suasana.
Namun ternyata itu tidak merubah situasi. Semuanya terasa semakin creepy.
“Jadi gini Run, sebetulnya apa yang selalu orang-orang katakan tentang kamu yang berbeda itu benar adanya.” Ayah yang memulai membuka topik serius ini.
Aku masih belum mengerti apa yang
dimaksud Ayah. Aku tak ingin banyak menjawab, hanya menatap agar Ayah melanjtkan ceritanya.***
Dulu aku ditemukan disebuah keranjang kecil depan pintu rumah keluarga yang saat ini beradabersama ku. Ya, aku anak pungut. Kalimat-
kalimat penenang tentang bantahan bahwa aku berbeda dengan saudara-saudariku itu menusukku dari belakang. Rasanya seperti tertusuk tombak besi panas tepat dari punggung menembus dada. Ini menyesakkan, rasanya perih dan panas.
Bunda dan Ayah merasa iba dan
memutuskan untuk merawatku hingga saat ini. Saat itu kakak-kakak ku pun setuju untuk memiliki
adik baru. Merekapun merawatku tanpa pernah mencari tahu siapa orangtua ku sebenarnya. Selama ini keluarga ku memang tak pernah memperlakukanku berbeda. Namun candaan orang di sekitarku-lah yang selalu membuatku tersadar bahwa aku berbeda dari keluarga ku. Meski setiap kata itu terlontar keluarga ku selalu mengelak dan ku percayai itu benar. Tapi ternyata, itu hanya
kalimat penenang saja.
Dan aku baru ingat bahwa pernah saat aku duduk di kelas 5 sekolah dasar. Ada perempuan paruh baya menghampiriku, dia tersenyum manis dengan mata berkaca-kaca, ia menyapa dan memelukku. Aku yang masih kecil saat itu kaget dan meronta dari peluknya. Karna ku pikir dia orang gila atau mungkin penculik.Sial, aku baru tersadar sekarang. Mungkin itu adalah Ibu kandungku. Namun aku terlambat. Saat ini bagaimana cara aku mencari nya? Lagipula aku sudah tak ingat wajahnya seperti apa, tak sempat bertanya namanya siapa, apalagi menanyakan tempat tinggalnya dimana. Andai saja keluargaku jujur lebih awal. Mungkin aku akan lebih beruntung karna bisa balas memeluknya dan tak melepaskannya.
Ini benar-benar mengganggu pikiran ku. Harun yang biasa kalian lihat ceria, saat ini benar-benar sedang rapuh. Bagaimana aku harus ber-
reaksi atas kisah yang telah lama tertimbun ini.Saat ini aku sedang sibuk bergelut dengan pikiran ku sendiri. Ada rasa benci dan terimakasih disatu waktu yang membuatku frustasi. Meski
terimakasih ku takan usai untuk keluarga yang sudah dengan senang hati menyambutku dengan baik dan hangat. Namun ada rasa benci yang juga menyertai karna mereka tak jujur lebih awal. Itu yang membuatku melewatkan kesempatan terakhir ku agar dapat bertemu dengan keluarga asli ku.Setelah aku hidup di dunia selama 22 tahun aku baru tahu bahwa aku ini sebenarnya Anak pungut. Eh tidak, anak angkat saja agar lebih terdengar manusiawi. Inilah kenapa aku iri pada kalian. Karna kalian tak pernah merasakan apa yang aku rasakan.
Setelah sukses mendapat gelar sarjana. Ternyata aku tetap payah karena tak pernah peka dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada ku dalam keluarga ini. Ini memalukan. Ini lah mengapa saat itu kalian dengar bahwa aku mogok di jalan hidupku setelah lulus.
Ayu sang motivator yang keluarganya selalu harmonis. Dimas fotografer handal dengankeluarga kaya raya yang selalu saling melindungi,
menyayangi, dan selalu hadir lengkap menemani perjalanannya. Gia sang desainer bersama keluarga taat agama yang selalu menopang perjalanannya. Sedang aku? Aku bahkan tak tahu siapa keluarga ku yang sebenarnya.
Dan setelah 3 tahun aku mencoba berbagai cara untuk menemukan keluarga kandungku. Aku menemukan mereka. Namun sayang aku terlambat. Kabar yang baru saja ku dapatkan adalah fakta bahwa orangtua kandungku sudahmeninggal dan aku tak memiliki saudara kandung yang bisa ku temui.
***
Kamipun hanya terdiam dan saling tatap usai mendengar cerita yang cukup pahit dari Harun. Tak
ada kata sahutan yang ingin terungkap. Semuanya sepakat agar berdialog pada cerita kami masing-
masing.
Jadi, mari bercerita. Selanjutnya kami ikuti arah jarum jam. Dan artinya ini adalah giliran Gia yang bercerita.“Kita semua tak pernah tahu dan mau mengerti atas apa yang terjadi dibalik cerah yang bergemuruh.
Ada gelap yang tertumpuk dan ada duka yang terselimuti langit biru.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me the Truth
Teen FictionAku adalah kamu yang tak pernah terungkap. Kini, mari saling terbuka dan merangkul. Jangan lagi ada luka karena menerka. Aku ingin kita bersama dan berbagi cerita. Karena kita, Adalah KELUARGA .-Prnmrn