Juan melangkah masuk ke salah satu café yang tengah sepi tak banyak pelanggan, mencari sebuah kursi yang seseorang bilang menjadi tempat pertemuan mereka.
Mendapati sosok yang tengah duduk memainkan ponselnya dengan seorang teman lain duduk di samping, Juan tahu mereka yang dirinya cari. Maka, tak butuh waktu lama dia menghampiri mereka lalu langsung menyapa.
"Halo, udah lama nunggu?" tanyanya basa – basi. Dua orang yang duduk menoleh,"Enggak kok, santai aja." Jawab satu yang lain, di samping yang memainkan ponsel.
Yang barusan menjawab mengulurkan tangan.
"Gue Reno, masuk tim juga."
Juan menyambutnya dengan ramah.
"Gue Dirga," sahut yang lainnya. Juan mengangguk.
"Semua orang udah dapet pengumuman, dan udah gue kasih kabar buat ngumpul di sini atas titah Doyi," jelas Reno. Kening Juan berkerut bingung, siapa pula Doyi?
Mengerti atas kebingungan itu, Reno tertawa kecil. "Dirga itu panggilannya Doyi."
"Weitss, sorry An, baru bubar kelas gue. Kaget anjir, lu tahu gak si Rendy ternyata lulus masuk Tim!" cerocos seorang lelaki bertubuh tinggi yang tahu – tahu duduk di samping Juan.
"Iya, santai Kal."
"Gue dikabarin sama inih, ussernamenya Reno anak kampus sebelah, berasa pernah denger gue namanya, tapi gue inget – inget tetep aja gak inget. Gercep banget tuh orang ngeshare hasil, bikin grup, bahkan ngajak ketemu. Padahal kan lu udah ada rencana atur pertemuan? Gue udah nyusun jadwal nih," cerocos Marcello Kalla, yang dipanggil 'Kal' oleh Juan. Temannya di BEMU.
Lelah bicara terus seorang diri, Kalla melirik ke samping, di mana sudah ada dua orang lelaki lain.
"Kita dari Universitas B. Gue Reno si gercep yang bikin grup dan ngajak ketemu. Ini Doy—"
"Dirga" potong Doyi atau kita sebut saja Dirga di sini.
Kalla menatap Juan tanya, Juan mengangguk mengerti tatapan Kalla.
Wah, dalam hati Kalla sudah mewanti – wanti akan ada perang apa nantinya antara Juan dan Dirga dengan kekuasaan yang mereka miliki.
Setelah kedatangan Kalla, berturut – turut datang beberapa orang.
Hoshi yang baru dateng langsung rame, Dania yang juga ramai menyapa Kalla teman sekampusnya, Rama yang sedari tadi diam dengan earphonenya, Rendy yang datang dengan tenang sambil cengengesan, Lino datang tanpa banyak suara, Yerin, dan Joy yang sudah akrab bergosip ria. Mereka duduk melingkari sebuah meja panjang.
"Siapa yang belum datang? " tanya Juan menghitung satu persatu.
"Wendy sama Arin, dari kampus kalian," jawab Reno cepat.
"Tuh Wendy," sahut Kalla, melihat ke arah pintu masuk di mana seorang gadis tersenyum ramah pada mereka, langsung menyapa dan duduk dengan tenang.
Reno melihat catatannya. "Tinggal Arin yang belum."
"Ck, baru kumpul pertama udah telat," gumam Dirga.
Selang lima menit, mata Yerin tak sengaja bertemu pandang dengan seorang gadis yang berlari – lari kecil dari pintu masuk café. "Itu bukan sih orangnya?"
Semua orang sontak menoleh.
Yang ditunjuk akhirnya sampai di meja, melihat gadis itu yang ngos – ngossan menetralkan nafas.
"Maaf yaa, Arin gak telat kan? Janji jam 16:00, ini baru 15:55. Tepat waktu," cerocos gadis itu lalu mendudukan diri di satu – satunya kursi kosong yang tersisa, samping kiri Rama yang hanya diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTIGABELAS | 47 Days With Them✔ [OPEN PO check IG allyoori]
General Fiction[B E R T I G A B E L A S] ▪︎selesai▪︎ • College but not about collegelife in campus • Semi-baku • Lokal AU 13 orang terpilih dari dua perguruan tinggi berbeda, untuk hidup bersama selama 47 hari kedepan dalam sebuah rumah yang terletak di dusun terp...