Bab 1

23 4 14
                                    

Cahaya putih mulai mengusikku. Aku tahu persis, aroma tidak asing ini langsung menyeruak ke dalam hidungku, rumah sakit.
Kupandang sekitarku, sudah pukul 3 dini hari, dan aku baru selesai dioperasi oleh dokter ternama di Singapura. Haha, lucu.

Kenapa Tuhan masih memberiku kehidupan, padahal aku sangat ingin menemuinya saat ini.

Aku merasa kesal, kenapa operasiku berjalan lancar, padahal hanya ada kemungkinan 0,5 persen untukku sembuh, hanya keajaiban yg mampu membuat semua ini menjadi nyata.

Seorang dokter datang, memberiku senyuman hangatnya, dia menyapaku. "Hi, Miss Three", aku tak bersemangat membalas sapaannya, dia yang telah membuatku kembali hidup, aku tidak suka dokter ini, kupalingkan wajahku untuk menghindari dokter paruh baya itu.

"Alright, this is a miracle, God hears all the prayers and your family's hard efforts to keep seeing you smile again. Okay, i'll take you to your room" lalu dokter bernama sam itu membalikkan badan, nampak sedang memanggil seseorang di sana, orang orang berbaju serba hijau mendatangiku dan mendorong dipan rumah sakit yang sedang kutiduri ini.

Kulihat wanita itu menangisiku, hhh.. untuk apa dia begitu, bukankah dia yg membuat kekacauan ini, kenapa dia sekarang berakting seperti dialah korbannya. Dasar, aku benci melihat wajahnya dan orang-orang yg ada di sekitarnya–ayah dan kakakku.

Semuanya sama saja, mereka hanya sedang bersandiwara. Aku memutar malas bola mataku ketika orang orang yang sekarang kuanggap orang asing itu menghambur mendatangiku saat sampai di ruang perawatan.

"Kamu gak papa kan? Ada yang sakit? badannya udah enakan? Nafasnya udah gak sesak kaya biasanya kan?" beragam pertanyaan dilontarkan begitu saja dari mulut wanita tua itu. Padahal dia tidak pernah sama sekali tahu akan penyakit yang selama ini kuderita.
'Arrrgggh aku pusing terus berada di dekatnya, aku merasa sangat, sangat, sangat tidak nyaman, aku membenci keluargaku sendiri. Mereka neraka bagiku, aku benci, aku muak, aku sudah muak dengan segala sandiwara mereka, enyahlah kalian dari hidupku!'

Batinku terus meronta ingin mengatakan itu semua, untunglah Dr. Sam masuk disaat emosiku sudah memuncak dan akan melontarkan kata-kata untuk wanita ini.

"Hello, sorry to interrupt, I just want to see Miss Three, after the miracle that happened, I really feel amazed at your struggle". Dia tersenyum ke arahku, kualihkan pandanganku menatap layar televisi yang menampilkan warna hitam.

"Tomorrow I will return to visit, have a good rest, excuse me", dokter itu pergi.
"Keluar, aku mau istirahat di sini sendirian" kataku datar, tanpa berekspresi sedikitpun.
wanita itu menatap ke arah suami dan anak lelakinya, dia memasang wajah sedih.

Untuk apa sih dia melakukan itu, toh kata-kataku ini kan jelas sangat baik, mempersilahkan dia pulang bersama keluarganya, dan kembali tertawa tanpa aku. Akting mereka sungguh luar biasa.

***

Pagi ini aku berinisiatif untuk keluar kamar, setelah berminggu minggu kuhabiskan untuk mengikuti kemoterapi dan latihan berjalan, sudah dua bulan berlalu aku hanya terbaring di rumah sakit, kakiku rasanya benar-benar mati rasa saat aku menginjakkannya ke pualam putih rumah sakit.

Aku terjatuh sewaktu pertama kali mencoba berdiri, tidak ada siapapun di sana, aku sendirian, tidak apa sebab ini memanglah kemauanku. Aku meminta kepada Dr. Sam agar dia tidak mempertemukan aku dengan keluarga sok dramatis itu.

Dokter Sam datang bersama beberapa perawat, dia terkejut melihatku yang sudah meringis karena tersungkur, dan.. infusku lepas begitu saja menggantung ke udara, darah mulai mengalir di tanganku, kecerobohanku masih belum hilang.

"Oh my god, Miss, what are you doing, this's so dangerous" kata dokter sam sambil membopongku bangkit untuk duduk di atas tempat tidur berwarna biru itu.

FlatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang