Pagi buta embun bertetesan dari daun menuju tanah,aku Fiko umurmu 18 tahun.Menurut ibuku yang bernama Tisa, aku adalah lelaki yang tampan,gagah perkasa.Sejak duduk di kelas 4 sekolah dasar,ayahku Broto meninggal akibat kecelakaan saat menuju ke kantornya yang membuat ibuku harus menjadi seorang ayah pula.Aku mengimpikan seorang wanita yang kelak akan menemaniku hingga maut adalah dia yang memiliki sifat seperti ibuku yang baik hatinya,soal fisik semua ciptaan Allah akan kuterima.
Aku beranjak mengambil telefon yang berdering.
"Halo,Assalamu'alaikum."Ujarku memulai obrolan.
"Wa'alaikumussalam,saya ada perlu dengan ibu Tisa."Jawabnya.
"Saya anaknya ada apa ya?."Tanyaku dengan alis yang sedikit mengkerut.
"Tolong berikan handphonenya kepada ibu Tisa."Pintanya sedikit memaksa.Aku menyimpan telepon dan beranjak untuk memanggil ibu.
"Bu,ibuuuu,ib-."Suaraku terpotong akibat sautan dari ibu.
"Ada apa sih teriak-teriak."Saut ibu dengan lantang dari jauh.
"Ini ada telepon,bu."
"Iya nih kamu lanjutin nyucinya dulu."Pinta ibu.
"Iya-iya."Jawabku,dengan nada agak menentang.Aku menyerahkan telepon rumah kepada ibu dan beranjak melanjutkan pekerjaan ibu di kamar mandi yakni nyuci baju,tapi aku menyimak pembicaraan ibu dibalik tembok kamar mandi.
"Iya,saya Tisa ini siapa ya?."Tanya ibu heran.
"Ibu saya dari bank,apakah ibu sudah memiliki uang untuk membayar pinjaman yang ibu pinjam?."Tanya penelpon yang ternyata ingin menagih pinjaman.Sontak mataku membesar dan tak terasa air mata mulai jatuh bertetesan seakan tak percaya akan apa yang terdengar,ibuku meminjam uang kepada bank?sekritis itukah keuangan keluargaku.Namun,aku harus berlagak tidak tahu akan apa yang kudengar agar tidak menjadi beban untuk ibu.Usai mencuci baju aku bergegas pergi kekamar karena tak sanggup membendung cairan yang ada dimataku.
"Fik,udah nyuci-."Saut ibu terpotong karena aku tak menghiraukannya.
"Ibuu,kenapa ibu minjem uang sama bank sihh."Gumam hatiku sembari tetap berlinangan air dimataku.Aku memang lelaki tapi akupun berhak untuk menangis bukan?.Kadang beban keluarga adalah salah satu dari banyaknya masalah yang orang lain pikul,mulai dari Broken home,sampai masalah keuangan sepertiku.
"Fiko,kamu gak papa?."Tanya ibu sayup-sayup terdengar.
"Fiko agak papa bu."Ujarku,"Ibu udah makan belum?."Tanyaku menahan isak.
"Udah kok,kamu yakin gak papa."Tanya ibu membuat air mataku perlahan mulai hilang.
"Gak papa bu,ibu istirahat aja ya."Luluhlantak hatiku hancur menjadi kepingan koral yang keras seperti hidup,rumus-rumus hidup yang kudapat hingga kini memanglah tidak mudah.Hidup tanpa panutan seorang ayah hingga ibu yang harus berkorban banting tulang,terngiang dipikaranku"anak macam apa aku inu,lelaki lemah,yang hanya bisa bergantung pada orang tua"Kalimat itu sangat berkecam diotak dan hatiku.Akibar kata itu yang hari demi hari selalu muncul membuatku berfikir.
"Aku harus kerja,ya kalau enggak kasian ibu berjuang sendiri."
"Tapi aku kerja apa?,argghhhh..besok ajalah dipikirinnya."Jam menunjukan pukul 06.20,yang artinya aku harus mandi untuk bergegas kesekolah.
Sesampainya disekolah jam telah menunjukan pukul 07.30 bersamaan dengan bunyi bel.Trengg trengg..
Aku bergegas pergi kekelas untuk menghindari amukan dari guru-guru,setibanya di kelas kulemparkan tas dan mengaitkannya dibelakang kursi dan langsung berbaur dengan semua murid yang ada di kelas karena guru belum tiba.
Saat wali kelas,kelas IPA XI yakni kelasku dia bersebelahan dengan siswi perempuan entahlah dia siapa aku tak pernah melihatnya selama ini."Perhatiannya sebentaarrr."Ujar Bu susi Wali kelasku.
Semua murid sontak terdiam dan fokus mengarahkan wajah,mata dan telinga kewajah bu susi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separation is the best way
Novela JuvenilHii!!ini cerita pertamaku,jadi para reader yang budiman nan cerdik tolong tinggalkan komennya yaa.. Aku masih belajar jadi mohon maaf kalau ada salah dalam kepenulisannya yaa kakak sekalian.😉 Cerita ini menceritakan tentang kisah kasih anak remaja...