Mendung. Hujan berjatuhan perlahan membasuh keringnya jalanan, sesekali angin memukul ranting membuatnya berserakan dijalanan yang sepi itu. Reza mengusap matanya yang sesak dengan airmata. Hari ini adalah hari patah hati baginya. Setelah melalui cinta yang panjang akhirnya ia harus merelakan bahwa sungguh takdir memiliki dua jalan. Pertama, takdir baik. dan yang kedua sebaliknya. Airmatanya terus saja runtuh memenuhi ruang pipi yang menampakkan kesedihan. Bukan kali ini tapi acapkali, cinta selalu menjadi senjata paling ampuh untuk menaklukkan seseorang.
Langkahnya lunglai dengan tatapan kosong ia menyusuri kesepian bersama hujan yang menuntunnya berjalan. Penyesalannya adalah terlalu bodoh untuk percaya bahwa cinta yang dijalaninya ialah kepastian. Sayangnya, tidak ada yang menjamin sekalipun bertahun-tahun bersama. Kepastian yang ia pertahankan pupus bersama status wanita yang telah mengkhianatinya berubah menjadi istri orang lain. Pahitnya, Reza menjadi tamu spesial di hari pernikahan seseorang yang pernah dan selalu mengucap kata-kata manis untuknya.
Ia berlutut, menangis sekuat tenaga. Hingga serak suaranya terdengar penuh sesak. Akhirnya, ia mengakui kekalahannya. Sebegitu lemah, Reza tak bangkit dari berlututnya. Sampai akhirnya datang semburan air menembakinya. Cipratan dari mobil yang sedang melaju, terlihat klasik tapi begitulah faktanya. Mobil itu kembali mundur beberapa saat setelah menyadari ada seseorang yang terhempas. Reza tetap dalam keadaan yang sama, sangat pasrah untuk sedikit melawan hatinya pun tak mampu, ia terus menikmati kepatah hatiannya.
Mobil yang barusan sampai juga mendekatinya, sedikit saja kaca jendelanya terbuka. Ada sepasang mata dibalik kaca mobil. Dan itu sangat indah, namun Reza terlambat menyadari. "Mas." Sapanya. Reza tak bereaksi dan tetap asyik menikmati derita, "Hallo...mas," sapanya lagi dengan nada yang lebih tinggi. "Mas...woy...mas, budek ya!." Pemilik mata indah itu mulai geram.
Wanita itu ingin bergegas pergi tapi sedikit ragu. Karna Reza belum bereaksi apapun. Ia mengalah, membuka pintu mobil dan turun dengan payung hitamnya. "Mas, ayo masuk mobil. Saya antar pulang," ajaknya sembari menarik lengan Reza.
Reza berdiri dan mengikuti instruksi wanita itu. Dan wanita itu terus saja menatap Reza hingga dalam perjalanan pun waktunya tersibukkan dengan selalu menatap lelaki yang patah hati itu. Senyum wanita itu jelas sekali menunjukkan simpati atau bahkan lebih dari hanya sekedar rasa simpati. Tatapan itu berakhir sampai mereka terhenti pada tujuannya, "Silahkan turun mas." wanita itu mempersilahkan Reza untuk turun dari mobilnya, "Kita sudah sampai. Inikan rumahnya?" lanjutnya.
"Iya, terimakasih," Reza turun begitu saja dengan sangat lemas, "Oh iya, maaf merepotkan." tutupnya kemudian pergi.
Wanita itu hanya mengembangkan senyum dipipinya. Rasa ketertarikannya kepada Reza membuatnya menunggu sedikit lagi. Dan mencoba memberanikan diri membuka jendela mobil untuk bertanya pada Reza, "Maaf mas. Kalo boleh tau, siapa namanya?" tanyanya sedikit malu.
"Bukan urusanmu, pergilah." pintanya.
"Baiklah... maaf membuatmu marah," timpal wanita itu, "Aku cuma penasaran." lanjutnya sedikit kecewa.
Wanita itu menyalakan mesin mobilnya lantas pergi. Dan Reza kembali pada kesedihnya lagi. Kali ini ia benar-benar merenung. Sebab, semua sudut kota yang ia lalui adalah kenangan. Dan setiap sudut kota yang ia singgahi adalah rindu. Sehingga tak begitu mudah baginya melupakan dengan cepat.
Akhirnya, hari-hari berlalu seperti biasa. Kejadian yang lalu memukul hati Reza sangat keras. Senyumnya terbakar oleh kebencian dan kepatah hatian. tidak ada kalimat yang keluar dari mulutnya sejak berhari-hari lalu semenjak kejadian itu. Disaat keadaan hatinya memburuk, selalu saja ada hal yang lebih memperburuk. Wanita yang tempo lalu mengantarkannya pulang, datang lagi. Dan kali ini hanya untuk sekedar memastikan keadaan lelaki malang itu. Pertemuan yang belum saatnya, membuat mood Reza seketika menjadi lebih buruk. Tepat di cafe kesukaannya, tapi kali ini ia benar-benar tidak suka dengan situasinya.
Wanita itu tidak sebodoh kelihatannya, ia membuat seakan-akan pertemuan kali ini tidak disengaja. Ia biarkan sejenak Reza penasaran dan bertanya-tanya. Untuk apa ia ada disini. Tentu saja Reza bersikap dingin. Karna gadis itu bukan fokusnya. Tak lama, wanita itu menyapa, "Hai, kebetulan sekali bertemu disini," sedikit senyum dari wanita itu untuk menyempurnakan skenarionya.
"Emm," Reza menggigit bibir bawahnya dan berusaha tersenyum pada wanita itu.
"Terimakasih sudah menyapa kembali," timpal wanita itu melihat reaksi Reza. "Tenang saja, saya duduk ditempat lain." lanjutnya.
"Jangan..." Reza melarangnya duduk ditempat lain.
Wanita itu sangat terkejut dan sedikit salah tingkah.
"Biar aku pergi, silahkan duduk disini," Reza melanjutkan kalimatnya yang terputus.
Padahal wanita itu sudah senang bukan kepalang. Bulu kuduknya berdiri tak percaya mendapat tempat bersama lelaki yang membuatnya terpikat.
"Oh... Jangan," wanita itu menahan Reza untuk berdiri, "Saya cuman sebentar kok, setelah ini juga pergi," timpalnya, "Maaf membuatmu merasa tidak nyaman," lanjutnya kemudian berbalik arah menuju pintu keluar.
Pertemuan dicafe menjadi yang terakhir karna setelah itu, hari-hari berlalu begitu saja. Dan wanita itu tak kunjung datang lagi dikehidupan Reza. Entah, tapi selalu ada jalan untuk mengetuk hati seseorang. Bersambung
...Part 2 --->
KAMU SEDANG MEMBACA
16 hari
Short StoryDalam mencintai semua perlu proses yang panjang. Penuh perjuangan untuk sampai pada titik terhebat bagi pasangan yang saling tergantung satu sama lain. Berbeda hal dengan sepasang kekasih, Reza dan Olive. Mereka bertemu dan saling mencintai, cintai...