“Enggak ah. Takut ada yang marah.” Balasku singkat.
“Aduh, nggak ada yang marah. Udah ah, sini.” Lagi-lagi dia memaksaku. Memintaku untuk berfoto dengannya dengan senang hati.
Kau tahu, wanita tak mudah untuk menolak hal yang baginya memang benar-benar indah. Tapi kali ini aku menolak hal yang bagiku indah. Wanita tak mungkin berani berfoto berdampingan dengan pria yang dia suka sedang status lelaki itu belum resmi menjadi kekasihnya. Kau tahu, aku begitu tipikal orang yang masuk dalam kategori pemalu. Maka dengan mudah aku menolak tawarannya. Walau sebenarnya hatiku merengek menyesali tolakan yang ku beri tadi. Berharap hal yang sama terulang kembali di lain waktu.
“Kak, aku gak mau.” Suaraku kembali terdengar merengek. Berusaha menolak ajakannya. Tapi tangannya memaksaku untuk datang dan duduk bersampingan dengannya.
“Oke. Aku mau.” Balasku singkat.
Dia kembali menyunggingkan senyum di bibir hitamnya. Pertanda sebuah kemenangan hari ini berada pada pihaknya.
Aku memang kali ini tengah duduk di sampingnya. Tapi tak semudah itu aku mau berfoto dengannya. Perlu ku akui. Aku malu.
“nggak ah. Aku gak mau kak.” Sergapku lagi.
“Udah sini ah.” Kata Arka sembari menarik pergelangan tanganku dengan menekan tombol ponselnya. Berusaha mengambil gambar dengan ku. tapi tak mudah. Gambar yang dia dapat cacat. Tak sempurna. Ini sebuah kemenangan untukku.
Sepuluh menit berlalu. Pertanyaan dia hanya ditujukan untuk si pemilik rumah. ini menyebalkan.
“Ca, aku pulang dulu yah. Di rumah nda ada orang. Ayah ibu ku keluar.” Katanya sembari meraih ponselnya di meja.
“Oh, iya kak.” Balasku.
“Nanti aku smz kamu.” Katanya yang tentu membuat hatiku gembira kala itu juga. Tubuhnya sudah menghilang dari pintu. lelaki yang ku kagumi benar-benar menepati janjinya.
“Ciiee… Nica. Yang tadi di samperin sama Arka.” Kata Dhaniar yang berusaha mencibirku dan membuat kembali terass tersudutkan.
be continue....