“Aku mengerti. Dan aku tahu apa yang seharusnya aku lakukan. Kau tak perlu mengkhawatirkanku.” kataku pada Dhaniar yang berusaha meyakinkannya.
Aku tahu, memang tak seharusnya aku terlalu dekat dan jatuh terlalu dalam pada Arka. Kakak Osis yang dulu mengisi hari ku. Awal dimana untuk kali pertamanya aku menginjakkan kaki dan bersekolah di SMA itu.
Yang aku tahu, dulu aku tak bermaksud menjadi fanfiction dia. Dan awalnya, aku tak pernah tahu siapa dia. Yang aku tahu, malam itu aku mendengar kedua sahabat ku yang sibuk membicarakan kakak Osis yang mereka bangga-banggakan. Seingat ku, kala dulu Daniar amat menyanjung-nyanjungkan nama Taftazani. Sedang Taffani selalu membesar-besarkan nama Demsi. Sedang aku.. aku tidak pernah tahu, siapa yang benar-benar bisa aku sanjung-sanjungkan, dan aku besar-besarkan namanya dihadapan kedua sahabatku.
“Nica, sudah berapa kali aku berbaik hati dan memperingatkanmu ? Pacar dia Mala. Cewek Kediri. Kau tahu ? Dan tidak seharusnya kau terus-terusan bersikap seperti ini.” Kata Daniar yang tak ada putus asanya memperingatkanku agar aku menjauh dari Arka. Tapi aku tetap tak menggubrisnya.
“Aku udah tahu. Dan….” Kataku lagi lalu mengatupkan bibirku tanpa menyelesaikan kalimatku.
“Ah sudahlah. Intinya aku sudah tahu semuanya.” Kataku dengan intonasi tinggi. Berusaha mempertegas keputusanku.
Aku melangkahkan kaki dan berbalik meninggalkan Daniar yang tengah duduk di kursi tinggi dekat jendela kantin.
******
Jangan mengundangku lagi dan mempersilahkan aku tuk singgah di hatimu lagi. Cukup aku tahu. Sudah cukup sakit yang ku terima. Aku bukan wanita setegar emas. Aku bisa rapuh kapan saja.
“Pagi ini cuaca begitu indah. Terlalu sayang jika ku biarkan.” Kataku membuka pembicaraan dengan Arka.
“Maksudmu ?” dia membalas gerutuku.
“Ah, enggak kak. Aku gak lagi bicara sama kamu.” Balasku. Sembari berusaha menjaga keseimbangan tubuh.
Aku memang tipikal manusia yang masuk dalam kategori ceroboh. Tapi untuk hari ini, tak kan kubiarkan sekali lagi aku bersikap ceroboh dan meempermalukan diri. Apalagi dihadapan Arka.
“Minggu besok kamu ada acara gak ?”
“Apa ? Tawaran ? Dia menawari ku sebuah tawaran ? Oh tidak Nica, dia hanya bertanya. Bukan memberi sebuah tawaran !” Kataku yang ku tujukan tentu untuk diriku. Berusaha memperbaiki arah pola pikir yang entah nantinya membuat ku bahagia atau malah membuatku galau berkepanjangan.
“Emmm, besok kayaknya aku ke rumah Taffani.” Jawabku dengan intonasi tetap terjaga.
“Ngapain ?”
“Cuma pengen ke rumah dia aja. Sekalian silaturahmi sama ayah ibu Taffani.” Jawabku dengan menyunggingkan senyuman.
“Boleh ikut gak ?”
Apa ? Dia bertanya sekali lagi padaku ? Ada apa ini ? Oh My God.
“Emmm, boleh kak.” Balas ku singkat.
“Oke. Nanti aku smz kamu.” Katanya sembari melambaikan tangan dan berpaling dari hadapanku saat itu juga.
Kau tahu ? cinta itu datang begitu mudah. Bahkan hanya dengan waktu satu detik, cinta mampu membuat pola pikirmu berubah. Cinta mampu meluluhkan hatimu. Sekeras apapun hati manusia, tentu dia akan luluh ketika mata tengah saling menatap. Tatapan itu adalah sebuah reflek yang nantinya akan diproses organ tubuhmu dan berakhir pada hati yang bernama rasa. Ketika manusia berada pada puncak rasa itu, maka saat itu pula, manusia bahagia mengenal cinta.