Dreadful Dream

8 0 0
                                    

Setiap hari, lini masa sosial mediaku dipenuhi dengan orang yang mencari sensasi demi sebuah popularitas dan kekayaan. Aku cuma tersenyum miris, setiap kali melihat manusia-manusia itu berlomba-lomba menjatuhkan harga diri mereka serendah-rendahnya, demi mencari perhatian orang lain.

Apakah mereka berhasil?

Ya! Mereka berhasil. Banyak yang tertarik untuk menghujat mereka. Tapi tetap saja, cuma mereka yang dapat cuannya. Hasil adsense mereka semakin naik bertambah seiring banyaknya orang yang tertarik untuk menghujat mereka.

Apa mereka tidak terganggu? Ya! Tapi bukankah jika warganet semakin menggila, mereka tinggal membuat klarifikasi seraya meminta maaf?

Katanya, jadi selebgram itu enak. Bisa dapat baju gratis melalui program endorsement dan mendapatkan uang dari mempromosikan barang dagangan milik orang lain.

Lagi-lagi, semuanya tentang uang.

Kalau uang bisa membeli hidup yang nyaman dan tentram, aku rela menukarkan semua uang yang kumiliki agar bisa mendapatkannya. Sayangnya, sekalipun aku sudah membuang uang hingga tak terhitung banyaknya, hidupku masih saja banyak masalah.

Semalam, laki-laki yang "terpaksa" kusebut ayah itu pulang dengan keadaan mabuk dan emosi parah. Pak Jamal, supir kami sampai harus membopongnya berulang kali setiap ayah terjatuh sambil uring-uringan tak jelas. Bunyi barang terjatuh, seakan menambah kesan suram rumah ini. Rumah mewah yang isinya sampah.

Perempuan yang "terpaksa" kusebut ibu pun sudah dua hari tak pulang. Ia bilang, ia pergi perjalanan dinas ke luar negeri. Dia pikir aku bodoh apa? Jelas-jelas dia pergi berdua dengan brondong yang baru ditemuinya dua bulan lalu, setelah sebelumnya putus dengan brondong yang juga mantan pacarku.

Kalian tidak usah heran, keluargaku memang sebusuk itu. Laki-laki yang harus kupanggil ayah, berulang kali membawa pelacur simpanannya ke rumah kalau ibu sedang pergi dinas. Pelacur itu pun tidak malu-malu berjalan-jalan di sekeliling rumah hanya menggunakan lingerie yang aku yakin telah digunakan untuk menggoda ayahku, dengan rambut panjangnya yang tergerai berantakan.

"Hai, kamu anaknya Mas Radif, ya?" Perempuan laknat itu menyapaku sok akrab. Aku cuma mendelik melihatnya dan langsung sibuk menyantap sarapanku lagi.

"Hai sayang, kamu ternyata di sini, aku cariin ke mana-mana." Ayahku bukan memanggilku. Ia memanggil pelacur itu sambil mencumbunya di depanku. Pelacur itu tanpa malu-malu merangkulkan tangannya ke leher ayahku sambil membalas ciuman yang diberikan laki-laki tua tidak tahu malu itu.

Mereka baru tersadar ketika aku melemparkan alat makan sekenanya dan langsung bergegas keluar dari ruang makan. Aku risih melihat kelakuan mereka yang seperti binatang di ruang makan.

"Loh? Sejak kapan kamu di sini?" tanya Ayah sebelum aku sempat keluar dari ruang makan.

"Sejak pelacur itu bangun dan berkeliling rumah ini tanpa tahu adab dan sopan santun." Aku mencibir perempuan itu dan menatapnya dengan tatapan tajam. Aku membencinya. Aku juga membenci ayahku yang membawanya ke rumah ini.

"Hei, jaga mulut kamu! Ayah nggak pernah ngajarin kamu ngomong nggak sopan kayak gitu," bentak Ayah padaku.

"Seingat saya, ayah juga enggak pernah mengajarkan saya merendahkan diri, dengan memakai pakaian seperti yang digunakan pelacur itu, saat berkeliaran di rumah orang." Aku langsung pergi setelah melancarkan seranganku.

Kepalaku rasanya mau pecah. Baik ayah maupun ibu, keduanya sama-sama gila. Memang, mereka berdua masih muda dan menarik. Tapi kenapa mereka tidak bercerai saja sih? Dari pada saling menyakiti. Toh pada kenyataannya, mereka juga tidak saling peduli. Lagi-lagi, aku lah yang paling tersakiti di sini.

Ayah dan ibuku menikah di usia dua puluh tahun. Saat itu, mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya, demi mengikat tali persaudaraan yang telah terjalin puluhan tahun lamanya di antara kedua kakek nenekku. Gairah masa muda mereka membuatku terlahir di dunia saat ibu bahkan belum genap dua puluh satu tahun.

Mereka orang tua yang baik, awalnya. Sampai akhirnya ketika aku lulus SMA, ayah ketahuan selingkuh dengan sahabat baik ibu. Rumah ini tak lagi sama, sejak saat itu. Ibu jadi lebih sering lembur. Bahkan saat aku dirawat di rumah sakit dan memintanya untuk menjengukku, ia masih berada di tengah meeting penting dengan petinggi kantornya. Padahal jam menunjukkan hampir tengah malam.

Keduanya menolak untuk bercerai karena tidak mau menyakiti orang tua masing-masing dan membuatku jadi anak broken home yang kurang kasih sayang. Ya! Sampai saat ini, perselingkuhan mereka cuma diketahui oleh kami, orang-orang yang tinggal di rumah besar yang tidak punya masa depan ini. Dan kelakuan mereka yang seperti itu, justru membuat hidupku jauh lebih berantakan ketimbang mereka berpisah.

Aku sampai berharap, seandainya saja aku yatim piatu, seperti anak-anak yang dulu sering kutemui di panti asuhan saat ada kegiatan kampus. Tanpa orang tua, mereka tetap bisa ceria, tetap bisa bahagia, kok.

Pernah suatu kali aku menanyakan salah satu dari mereka yang sudah remaja, tentang kedua orang tuanya yang katanya berpisah dan saling lempar tanggung jawab untuk menjaganya.

"Dek, apa orang tua kamu pernah nelpon nanyain kabar kamu di sini?"

"Enggak, kak. Mereka sih boro-boro mikirin saya. Udah pisah, udah aja. Sibuk sama pasangan barunya masing-masing. Bapak bahkan katanya udah punya dua istri. Ibu udah pindah ke Lampung, tinggal sama suami barunya. Kan awalnya saya juga terlantar, ibu tiri saya enggak suka saya di rumah, tiap hari dipukulin. Akhirnya sama tetangga diantar ke sini. Alhamdulillah, ibu-bapak pengasuh di sini baik banget. Saya enggak sedih kak, justru ini lebih baik, dari pada saya disiksa sama istri barunya si bapak." Gadis bermata cokelat itu menatap langit sambil bercerita. Suaranya dalam, penuh keyakinan.

Meski keluarga kami tidak baik-baik saja, Ayah dan Ibu sungguh pandai bersandiwara. Ia bisa berakting mesra saat kakek nenekku datang. Namun langsung sibuk dengan pelacurnya masing-masing begitu mereka sudah pulang.

Aku sampai berpikir, apa pernikahanku nanti akan hancur seperti pernikahan kedua orang tuaku? Apakah kelak aku akan menghancurkan masa depan anakku, seperti yang mereka berdua lakukan sekarang?

**

PadmaWhere stories live. Discover now