🌸 02. Rencana

5 0 0
                                    

Tok Tok Tok ....

Suara ketukan pintu memberhentikan kegiatan mereka. Seseorang berjas mengkilap menampakan wajah di balik pintu. Langkahnya membuat semua tergoda untuk menatap ke arahnya.

Lelaki itu adalah Arnold, dia merupakan tangan kanan dari pimpinan besar.

Dean bangkit dari duduknya, menghampiri Arnold dan membungkukan badannya memberi hormat, ke lima rekannya melakukan hal yang sama.

"Pimpinan besar menunggu kalian," ucap Arnold singkat. Lantas, tanpa berkata lagi ia berlalu, meninggalkan kebingungan yang mendalam di benak enam orang dalam ruangan.

Setelah kepergian Arnold, Dean dan ke lima rekannya segera pergi untuk menemui komandan di ruang pengadilan atau bisa juga disebut sebagai ruang tugas.

Mereka berjalan menyusuri ruangan-ruangan yang mungkin akan terlihat aneh bagi orang yang baru memasuki tempat ini. Tapi bagi mereka para kaum INTELGENT, ini merupakan hal yang sudah biasa mereka temukan. Banyak alat-alat berserakan di lantai, mulai dari pistol, jaket khusus, sepatu, Hd, dan alat pelindung lainnya.

Setelah sampai di depan sebuah ruangan dengan pintu yang lebar dan besar bewarna gelap, Dean beserta ke lima rekannya menghentikan langkah tepat di depan pintu yang masih tertutup itu.

Di depan pintu ruangan itu, terdapat dua orang pria yang menjaga ruangan itu. Salah satu pria itu membukakan pintu untuk Dean dan para rekannya.

Setelah pintu terbuka, Dean dan para rekannya tersenyum sekilas ke arah pria tadi dan melangkah masuk ke dalam ruangan. Di dalam ruangan itu berdominasi warna gelap, barang-barang yang tertata sangat rapih, dan yang paling membuat siapa saja betah berlama-lama di sini adalah ruangan yang selalu bersih dan wangi. Ruangan ini juga di desain kedap suara, sehingga suara sekeras apapa pun yang berasal dari ruangan ini tidak akan terdengar sampai luar.

Saat sudah sepenuhnya berada di dalam ruangan, Dean sedikit kaget melihat isi ruangan itu. Yang membuat Dean sedikit terheran adalah bahwa sekarang ruangan yang selalu terlihat bersih dan rapi itu kini telah berubah menjadi ruangan yang sangat berantakan dengan banyak kertas-kertas yang berhamburan di setiap sudutnya.

Mereka semua terkejut melihatnya, karena tak biasanya ruangan tugas ini terlihat sangat berantakan. Pikiran mereka semua sudah tak enak, sebab jika ruangan sudah sangat berantakan seperti ini biasanya ada masalah yang amat sangat sulit untuk diselesaikan oleh siapapun termasuk oleh pimpinan mereka sendiri.

"Permisi, Jendral," sapa Dean kepada Pimpinan Anton.

Pimpinan Anton yang sedang terlihat sangat serius pun melirik ke arah pintu masuk tempat Dean dan para rekannya berada.

"Oh, Dean. Kalian sudah datang? Kemarilah, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan pada kalian."

Dean dan ke lima rekannya langsung berjalan mendekati pimpinan mereka yang terlihat sedang kelelahan. Setelah sampai di hadapan Pimpinan Anton, Dean dan ke lima rekannya membungkukkan tubuhnya sekilas untuk memberi hormat. Setelah itu, mereka duduk di kursi kosong yang mengelilingi meja bundar khusus penghakiman.

Setelah dirasa semuanya sudah pas, pimpinan Anton langsung menyampaikan maksud dari perintahnya untuk hadir di sini.

"Jadi begini, saya ingin membicarakan tentang pembunuhan masal yang sedang terjadi akhir-akhir ini. Saya yakin kalian pasti sudah mendengar kabarnya. Dari kabar yang beredar, pembunuhan masal ini sudah sangat parah dan setiap harinya pasti memakan korban jiwa yang jumlahnya tidak sedikit atau lebih dari 1 orang per harinya," ucap Pimpinan Anton kepada anak buahnya.

"Benar, Jendral. Kami juga sudah mendengarnya. Jadi, menurut Anda apa langkah selanjutnya yang harus kami lakukan untuk menyelesaikan kasus ini?" tanya Dean kepada Pimpinan Anton yang disambut anggukan dari rekannya yang lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Heinous Killer City Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang