Episode 2

5 2 0
                                    


21.00 PM

Sehabis mandi aku langsung duduk di balkom kamarku, tak lupa dengan segelas teh hangat yang ikut menemaniku. Teringat kejadian tadi sore bersama ikki di pantai, rasanya ingin bertemu kembali. Anehkah? Entahlah, aku hanya merasa demikian.

Pertama kali bertemu dengannya saat motor yang dia bawa tiba-tiba mogok, merasa kasihan, akupun berinisiatif untuk sedikit membantunya. Saat pertama kali melihat matanya, aku merasa bahwa aku harus memilikinya, gila memang, tapi semakin kulihat aku semakin ingin memeluknya, membuat dia merasa aman berada di dekatku.

Tentu saja aku harus membuat malu saat ingin meminta nomor kontaknya, sedikit tidak tahu diri memang. Tapi siapa tahu itu adalah pertemuan pertama dan terakhir bukan, sedikit kesempatan untuk kami bertemu. Dengan nomor kontaknya aku bisa menghubungi langsung hingga seperti hari ini, sedikit takut jika dia menolak ajakanku agar bisa menghabiskan Weekend Bersama-sama.

Ikki. Dia memiliki wajah termanis untuk ukuran pria, tubuhnya dengan ukuran kecil, mungkin 165 cm, dan tak bisa kulupakan suaranya saat bernyanyi. Aku kehilangan kepercayaan diri saat mencoba bernyanyi di depannya. Aku seakan ... terpesona dengan suaranya.

"hhh sudah jam 22.00 pm, dia pasti sudah tidur," melihat layar ponselku yang sudah menunjukan hampir tengah malam, aku memilih mengirimkan pesan singkat.

Me: Good Night Ikki 😊

***

*drrt drrt*

aku melirik ponselku yang berdering, sekretarisku menelpon. Aku sedikit lupa hari ini ada rapat di kantor.

"ya halo?"

"halo pak, sesuai jadwal rapat akan dimulai 20 menit lagi pak"

"yang lain sudah datang?" ucapku sedikit cepat.

"sudah pak, mereka sudah berada diruang meeting"

"10 menit lagi saya sampai!" ucapku santai lansung mematikan ponsel.

***

Kureganggang otot-otot di tubuhku yang kaku, duduk berjam-jam saat rapat tadi lumayan menguras isi otak. Ada banyak kesalahan penginputan data, tentu saja aku ikut memarahi mereka, karyawan jika tidak ditegur akan selalu membuat masalah. Sudah waktunya jam makan siang, aku bergegas ke kantin kantor untuk mengisi perutku yang kosong ini.

"ke kantin ndra?" sapa temanku Dodi.

"iya di, bareng aja," jawabku cuek.

"hayu, gimana rapat tadi?" tanyanya basa-basi.

"ya gitu, salah input, habis saya marah-marahin tadi, masa segitu saja tidak bisa diatasi," sedikit jengkel memang jika diingat-ingat kembali.

"kamu saja yang perfectionis jadi gak mau lihat kesalahan sedikitpun," ucapnya dengan tawa.

Kami mulai memilih makanan, aku memilih beberapa sayur dan salad untuk tetap menjaga menu dietku. Sedikit ngeri melihat porsi Dodi yang nasinya hapir menutupi pinggiran piring.

"itu porsimu?" tanyaku ngeri.

"hmh hmh," jawabnya dengan anggukan.

Kami melanjutkan makan siang kami hingga selesai, waktu istrahat tersisa 15 menit lagi. Kami memutuskan berkeliling kantor, sedikit menjernihkan pikiran.

"oh ya masih sama Arin?" celetuk dodi tiba-tiba.

"hmhh" jawabku bergumam.

Aku bahkan hampir lupa memiliki tunangan. Yah, Ariana. Kami di jodohkan setahun yang lalu, rencananya kami akan menikah setelah Ariana menyelesaikan studi S2-nya sekitar satu stengah tahun lagi. Aku tidak punya pilihan lain, ayah dan ibu terlihat antusias dengan perjodohan ini.

Bosan dengan situasi, aku mulai mencari nama Ikki di ponselku dan langsung menekan icon telepon.

"Halo? Mas indra?" jawabnya.

Aku tersenyum mendengar suaranya yang seperti obat disaat aku banyak pikiran.

"udah makan siang?" tanyaku lembut. Mulailah kami berbincang menutup jam istrahat makan siangku.

***

Sore ini aku berencana mengunjungi kost-an Ikki, kami sudah janjian mau masak bersama,.Well kupikir Ikki yang akan memainkan peran utama di dapur, aku tidak bisa memasak dengan baik.

*toktoktok

Kuketuk pintu kamar ikki dengan senyum yang terukir di bibirku.

"eh mas dah dating, masuk mas, maaf berantakan," sambutnya dengan wajah cengengesan yang semakin membuatnya manis.

"kita langsung masak aja yah? Mas laper," ucapku dengan wajah memelas.

"ahahaha iya mas ayo"

Aku menemaninya memasak didapur, jika dilihat Ikki tipikal anak rantau yang mahir memasak. Aku bisa menilai itu dari caranya memegang dan memotong sayur dengan lincah, seperti ibuku. Terkadang aku ngeri melihatnya dengan santai memotong sayur dan ayam dengan cepat, apa dia tidak takut jarinya ikut terpotong.

"kangkungnya aku tumis mas, ayamnya aku masak ayam kecap ya?" ujarnya menatapku dengan semangat.

"iya ki," jawabku tersenyum.

"kok kelihatan seneng gitu," lanjutku ikut melihat masakannya.

"aku jarang makan daging ayam haha, dulu waktu kerja aku sering soalnya banyak yang gak habisin ayamnya," jawabnya tersenyum.

Aku terdiam mendengar jawabannya. Ah, kadang aku memang lupa bersyukur. Dibalik masakan yang nikmat dirumah, masih ada orang dengan nikmat makan makanan seadanya.

Ayam kecap, sayur kangkung, dan ikan teri adalah menu makan malam bersama kami, ini pertama kalinya aku makan sayur kangkong dan ikan teri. Tidak terlalu buruk.

"enak mas," tanya Ikki dengan wajah kuatir.

"hm hm," jawabku memberikan jempol.

Entah kenapa masakan ini membuatku ketagihan, aku bahkan menambah porsi sampai tiga piring. Mungkin boleh dikatakan ini yang namanya tamu tidak tahu diri, tapi ini benar-benar enak, ikan teri akan menjadi menu andalanku saat ini.

"pelan-pelan atuh mas, kayak sapi aja," celetuknya.

"mh? Pffth hkh!" tiba-tiba aku tersedak.

"eh astaga, ini mas," ikki dengan sigap memberikanku air dan langsung kuminum. Dengan mata dan wajah memerah menahan malu akupun berusaha mengendalikan diri. Namun tak kuasa saat menatap ikki yang sedang menahan tawa, dan berakhirnya tawa pecah kami.

***

Sedikit menurunkan kaca mobilku dan melihat Ikki yang sedang berdiri menghantarkanku pulang.

"mas balik ya? Langsung tidur."

"iya mas, mas juga ya" jawabnya dengan senyuman yang menular padaku.

Aku mulai menekan gas dan pulang kerumah, mood-ku sangat baik mala mini. Ikan teri, ikan teri, ah itu akan menjadi menu andalanku.

Memasuki garasi rumah, sedikit menyipitkan mata melihat mobil ibu. Tumben tidak menghubungiku saat ingin berkunjung ke rumah. Setelah memarkirkan mobil, aku bergegas masuk menemui ibuku.

"lembur ndra?" tanya ibuku yang terlihat asik membaca majalah.

"dari rumah teman mah," jawabku mengecup pipi ibuku sembari duduk disampingnya.

"ingat kamu punya tunangan ndre, jangan terlalu sering foya-foya," ujarnya sedikit sinis.

"hmh, Indra mandi dulu mah, capek." Ucapku mengakhiri obrolan.

Memikirkan tentang perjodohan ini selalu membuat perasaanku bimbang, antara melanjutkan atau tidak. Aku mengenal Ariana telah lama, dan sedikit memiliki perasaan sayang padanya, sosoknya yang lemah lembut dan cekatan dalam pekerjaan, membuatnya terlihat berkarisma.

"hhh.." aku menghela nafas saat teringat Ikki, aku tersenyum mengingat tawanya yang renyah. Merasa membuang waktu, aku segera mandi, membersihkan tubuh penuh keringat ini.

You & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang